(IslamToday ID) – Pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) terancam molor jika Penyertaan Modal Negara (PMN) tak segera dicairkan.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) Didiek Hartantyo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu (6/7/2022).
Ia mengatakan jika PMN tidak segera cair maka penyelesaian KCJB akan terlambat. Pasalnya, kondisi keuangan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) semakin menipis.
“Ini yang kemarin kami tayangkan pada saat RDP di Komisi VI dan disampaikan Menteri BUMN. Kemarin sudah dalam pembahasan menyeluruh dan ini akan diberikan support. Apabila ini tidak cair di 2022, maka penyelesaian kereta cepat ini akan terlambat juga,” ungkap Didiek seperti dikutip dari DetikCom.
“Karena cash flow dari KCIC itu akan bertahan mungkin sampai September (2022), sehingga kalau ini belum turun maka cost over run ini yang harapannya selesai Juni 2023 ini akan terancam mundur,” tambahnya.
Meski begitu, rencana uji coba KCJB yang dilakukan Presiden Jokowi dan Presiden China Xi Jinping pada acara G20 November mendatang masih terjadwal. Masalah pada proyek KCIC ini juga bermula dari kontraktor.
“Pada 2017 kesulitan juga kemudian berjalan, 2019 keterlambatan karena pembebasan tanah ini luar biasa. Saat itulah kemudian kita di KAI diminta masuk, namun baru dengan keluarnya Perpres No 93 Tahun 2021 KAI betul-betul jadi lead sponsor KCIC,” jelasnya.
Molornya proyek ini membuat biaya menjadi bengkak. Pada awal dibangun, proyek KCJB diestimasi hanya US$ 6 miliar, namun saat ini berpotensi naik.
“Ini awalnya dari pembebasan lahan, yang besar dari EPC US$ 600 juta sampai US$ 1,2 juta, relokasi jalur utilisasi dan biaya financing cost. Kemudian biaya head office dan operasi,” jelasnya.
Didiek menjabarkan biaya EPC mengalami kenaikan US$ 0,6-1,2 miliar, pembebasan lahan US$ 0,1-0,3 miliar, dan biaya head office dan pra operasi naik US$ 0,5-0,2 miliar.
Berlanjut pada biaya kontijensi naik US$ 0,2 miliar, financing cost naik US$ 0,2 miliar, biaya lainnya US$ 0,05 miliar, sehingga diperkirakan ada kenaikan biaya mencapai US$ 1,176-1,9 miliar. [wip]