(IslamToday ID) – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan negara akan rugi jika banyak pengguna bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi beralih ke BBM subsidi.
Ia mengakui ada potensi shifting atau perpindahan konsumsi pengguna BBM nonsubsidi ke BBM subsidi setelah adanya kenaikan harga Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
Namun, Pertamina mengaku sudah mengkalkulasikan dengan tepat dampak yang terjadi setelah adanya kenaikan pada harga BBM nonsubsidi.
“Ya, itu pasti terjadi shifting, kami hitung betul ketika kami ingin menaikkan harga, berapa kira-kira perpindahannya. Ini yang harus dilakukan lebih lanjut agar perpindahan ini terkendali, dan tidak semuanya pindah ke BBM subsidi, karena itu akan merugikan negara,” kata Nicke seperti dikutip dari Kompas, Jumat (15/7/2022).
Ia mengungkapkan, berdasarkan harga Indonesia Crude Price (ICP) harga keekonomian pertalite dengan zero margin mencapai Rp 17.000 per liter. Namun karena ada subsidi dari pemerintah, harga pertalite hanya Rp 6.450 per liter.
Sedangkan harga keekonomian solar mencapai Rp 18.000 per liter, namun setelah ada subsidi, harga solar jadi Rp 5.150 per liter. “Sebetulnya pemerintah memberi subsidi besar sekali untuk setiap liter pertalite yang dijual sampai Rp 9.550 per liter, solar lebih besar lagi,” ungkapnya.
Nicke mengimbau agar masyarakat melakukan penghematan penggunaan BBM untuk kegiatan-kegiatan yang produktif. Sebab, subsidi dilakukan untuk mendorong pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19 yang terjadi lebih dari dua tahun.
“Jadi sebetulnya upaya yang dilakukan masyarakat adalah penghematan penggunaan BBM. Lebih pada kegiatan produktif, karena subsidi ini digunakan untuk orang yang tepat dan juga mendorong perekonomian bergerak, yang mana itu penting bagi kedua pihak, karena beban negara besar sekali,” jelasnya.
Sementara itu, anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, saat ini yang perlu dilakukan adalah pengendalian konsumen yang menggunakan BBM subsidi dengan menyusun strategi yang tepat. Dengan begitu maka konsumen yang berhak akan mendapatkan BBM subsidi.
“Kami sedang menyusun strateginya. Kita ketahui kuota pertalite adalah 23,05 juta kiloliter di tahun 2022, sementara prognosa kita di atas 25 juta kiloliter, dan jika tidak ada pertambahan volume dari pemerintah, solusinya adalah pengetatan, dan konsumennya makin disaring,” jelas Saleh.
Sebelumnya, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, meskipun kenaikan harga BBM adalah untuk yang pengguna nonsubsidi, bukan berarti tidak mempengaruhi golongan pengguna BBM subsidi.
Ia mengatakan, kebijakan yang diberlakukan seolah adalah kebijakan yang terpisah, namun secara praktik kebijakan kenaikan harga BBM nonsubisdi juga akan mempengaruhi konsumsi atau daya beli, hingga mobilitas masyakarakat.
“Pengguna nonsubsidi ini membawa kontribusi juga, tapi pemerintah seolah kebijakan ini tidak berpengaruh pada masyarakat bawah. Padahal itu berpengaruh pada yang menggunakan nonsubsidi, dengan mengurangi mobilitasnya dan konsumsinya,” ujar Trubus.
Sementara itu, menurut Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, perpindahan konsumsi masyarakat pengguna BBM nonsubidi ke BBM subsidi setelah kenaikan harga pasti akan terjadi. “Kalau orang pindah ke BBM subsidi, ya sudah pasti pindahlah, cuma sekarang, boleh apa tidak? Kalau tidak boleh ya harus ada sanksi,” kata Agus. [wip]