(IslamToday ID) – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menilai banyak subsidi pemerintah yang tidak tepat sasaran, salah satunya untuk bahan bakar minyak (BBM).
“Contoh minyak, masa orang punya mobil bagus pakai bensin subsidi. Jadi kita orang mampu ini juga gak adil terhadap orang yang butuh subsidi,” kata Bahlil dalam ‘Rilis Survei Indikator Politik Indonesia’ dikutip dari Kompas, Jumat (15/7/2022).
Sehingga saat ini pemerintah tengah mengubah skema subsidi yang tadinya kepada barang, menjadi kepada orang. Supaya lebih tepat sasaran. Namun hal ini pun kerap dikritik oleh masyarakat.
“Contohnya dengan menggunakan aplikasi MyPertamina itu. Itu saja ada orang yang gak senang, olok-olok kita. Terus kapan negara ini mau maju?” ujarnya.
Menurut Bahlil, saat ini banyak subsidi yang tidak tepat sasaran dengan nilai mencapai triliunan. Dari hitungannya dengan harga minyak global 110-120 dolar AS per barel itu pemerintah memberikan subsidi hingga Rp 500 triliun.
Dengan gejolak industri migas global imbas perang Rusia-Ukraina, juga membuat proyeksi harga minyak global berpotensi naik.
“Analisa sekarang di mana Rusia menurunkan produksinya hingga 20-30 juta ton dan negara Timur Tengah hanya bisa menaikkan supply maksimal 1,5 juta, akan terjadi defisit 1,5-2 juta, sehingga diperkirakan harga minyak global diprediksi mencapai 200 dolar AS per barel lebih. Itu bahaya sekali kalau kita tidak melepas ini, maka subsidi akan tinggi,” jelas Bahlil.
Pendapatan negara saat ini, menurutnya, hanya Rp 2.000 triliun per tahun. Artinya, lanjut Bahlil, seperempat APBN untuk subsidi ini akan berbahaya jika nilainya terus bertambah.
Saat ini Pertamina membuka kesempatan bagi masyarakat yang ingin mendaftarkan kendaraannya sebagai pengguna BBM pertalite maupun solar subsidi. Hal ini untuk mengendalikan kuota volume dua jenis BBM itu. Dimana pembatasan ini direncanakan dilakukan pada 1 Agustus 2022 mendatang.
“Saat ini lagi dihitung berapa penghematannya jika diterapkan 1 Agustus atau 1 September,” ujar anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, Senin (11/7/2022).
Selain itu, Bahlil juga mengomentari soal subsidi gas Indonesia yang mencapai Rp 13 triliun per 1 juta MMBTU. Di mana kondisi Indonesia mengimpor 6-7 juta MMBTU gas per tahun, artinya Rp 90 triliun lebih untuk subsidi. Namun upaya pemerintah saat ini untuk melakukan gasifikasi batubara juga banyak menuai kritik.
“Tapi banyak yang gak setuju negara ini, mohon maaf jujur yang tidak menginginkan kita maju ya ada orang kita sendiri, cara pandang ini harus kita pangkas,” pungkasnya. [wip]