(IslamToday ID) – Indonesia akan mengirimkan proposal ke Konferensi Peninjauan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT Revcon) ke-10 yang digelar di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS) pada 1-26 Agustus 2022.
NPT Revcon adalah konferensi yang bertujuan untuk mengkaji implementasi perjanjian pembatasan kepemilikan senjata nuklir yang digelar setiap 5 tahun sekali sejak 1975. Proposal yang disebut sebagai Indonesian Paper itu bertajuk ‘Nuclear Naval Propulsion’, berkaitan dengan potensi risiko dari kapal selam bertenaga nuklir.
“Tujuan utama usulan ini adalah untuk mengisi kekosongan aturan hukum internasional terkait kapal selam bertenaga nuklir, membangun kesadaran atas potensi risikonya, serta upaya menyelamatkan nyawa manusia dan kemanusiaan,” kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Tri Tharyat dikutip dari Kompas, Senin (1/8/2022).
“Risiko program ini tidaklah kecil. Jika tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi kebocoran nuklir saat transportasi, perawatan, penggunaan, serta pencemaran lingkungan akibat radiasi nuklir yang membahayakan manusia dan sumber daya laut,” tambahnya.
Proposal ini dianggap sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, sekaligus upaya berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia. Melalui proposal ini, Indonesia dianggap sedang mengajukan usulan jalan tengah untuk menjembatani perbedaan tajam pandangan negara-negara.
Beberapa negara yang pro terhadap program kapal selam bertenaga nuklir menilainya sejalan dengan perjanjian internasional seperti Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) atau Traktat Non-Proliferasi Nuklir. Sebaliknya, negara-negara penentang menganggap program itu merupakan pelanggaran komitmen NPT dan membuka peluang negara pemilik nuklir berkolusi.
Material nuklir yang digunakan dalam kapal selam militer juga rentan untuk diselewengkan menjadi senjata. Jika tidak diatur dengan ketat, kegiatan ini akan menjadi preseden yang justru akan mendukung senjata nuklir.
Indonesia sebagai negara kepulauan dianggap cukup rentan atas keadaan ini karena memiliki perairan yang luas. Kemenlu beranggapan bahwa proposal ini juga merupakan upaya untuk memperkuat sistem dan semangat multilateralisme yang saat ini terus tergerus. [wip]