(IslamToday ID) – Ekonom senior INDEF Dradjad Wibowo menceritakan pertemuan antara sejumlah ekonom dengan Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat pada Rabu (3/8/2022).
Dradjad mengatakan acara dimulai dengan makan siang dan diskusi mengenai persoalan ekonomi dalam negeri. Sejumlah kebijakan ekonomi disampaikan Jokowi kepada para ekonom.
“Kali ini saya akan menyoroti hilirisasi tambang mineral. Secara objektif saya harus mengapresiasi apa yang sudah dicapai oleh Presiden Jokowi dan jajarannya,” kata Dradjad dikutip dari Tribunnews, Kamis (4/8/2022).
Ia menyatakan, sejak tahun 2000 dirinya sudah menyoroti soal industri hilir. Saat duduk di kursi DPR 2004-2009, Dradjad ikut mendorong hilirisasi dalam RUU Minerba.
“Yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah mewujudkannya. Beliau berhadapan langsung dengan negara besar dan pemain tambang global yang dirugikan. Jelas tekanannya jauh lebih besar,” imbuh Dradjad.
Contoh konkret, katanya, adalah hilirisasi nikel dan kaitannya dengan ekspor besi atau baja. Pada tahun 2012-2014 ekspor besi atau baja Indonesia hanya berkisar 1,6-2,1 miliar dolar AS.
“Tahun 2019 ekspornya 7,9 miliar dolar AS. Setelah hilirisasi tahun 2020, ekspor besi atau baja naik menjadi 11,3 miliar dolar AS (2020), bahkan melonjak hampir dua kali lipat menjadi 21,4 miliar dolar AS pada 2021,” ucap Dradjad.
Ia berujar, lompatan tersebut tidak akan tercapai jika hilirisasi nikel tidak dilakukan. Hal tersebutlah, menurutnya, yang membuat Uni Eropa berang karena Indonesia melarang atau membatasi ekspor bijih nikel pada 2020.
“Penyebabnya, industri baja di sana terancam kekurangan nikel, sementara Indonesia adalah eksportir nikel kedua terbesar ke Uni Eropa,” kata Dradjad.
Ia menilai, dalam pertemuan kemarin Jokowi dinilai memiliki political will yang kuat untuk hilirisasi. Tanpa itu, belum tentu Indonesia berhasil menghadapi tekanan Uni Eropa.
“Apalagi, presiden tidak berhenti di nikel. Bauksit, tembaga, dan mineral lain juga diharuskan berhilirisasi,” ucap Dradjad.
Ia menerangkan, manfaat hilirisasi di antaranya nilai tambah naik signifikan, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. Kemudian, neraca perdagangan dan pembayaran diuntungkan, ini memperkuat stabilitas makro termasuk nilai tukar rupiah.
Namun, kata Dradjad, dirinya juga memberikan catatan agar perekonomian Indonesia terus tumbuh. Di antaranya perlu memperbaiki ekosistem bisnis, agar sisi pemerataan dari hilirisasi bisa maksimal. Pelaku usaha menengah dan kecil yang mendapat nilai tambah dari hilirisasi perlu diperbanyak.
“Kedua, hilirisasi agroindustri juga perlu digenjot seperti di tambang. Sawit contohnya, banyak dikerjai di Amerika Utara dan Uni Eropa. Jadi harus hilirisasi,” ujar Dradjad.
Yang terakhir, hilirisasi migas perlu mendapat perhatian lebih. Puluhan tahun Indonesia tergantung pada Singapura yang tidak punya minyak, karena hilir migas Indonesia tertinggal. [wip]