ISLAMTODAY ID (JAKARTA)— Wakil Ketua MPR, Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengungkapkan disahkannya Undang-undang No. 17/2022 tentang Provinsi Sumatra Barat (Sumbar) pada Senin (25/7/2022) mampu meniadakan dua kutub yang saling bertentangan. Dua kelompok tersebut ialah mereka yang sangat anti Islam (Islamophobia) dan anti Indonesia (Indonesiaphobia).
“Dengan adanya perundangan seperti ini, maka diharapkan tidak menajam lagi dua kutub yang saling bertentangan, yakni Islamophobia (ketakutan tak mendasar terhadap Islam dan penerapan ajaran-ajarannya) dan Indonesiaphobia (penolakan terhadap negara Indonesia karena dinilai bertentangan dengan Islam) di Indonesia,” kata Hidayat kepada ITD News pada Kamis (04/08/2022).
Hidayat pun memberikan apresiasi kepada pemerintah dan DPR RI atas disahkannya undang-undang tersebut. UU ini dinilai sesuai dengan pasal 28 I ayat 3 UUD 1945.
“Di dalam UU ini, terdapat poin yang sesuai dengan ketentuan Konstitusi, yakni Pasal 28 I ayat (3) UUD NRI 1945, yang mengakui budaya dan adat lokal serta kekhasan setiap daerah,” jelasnya
Maknanya
- Syariat Islam Tidak Bertentangan dengan Pancasila
Terbentuknya UU Prov. Sumbar yang adat istiadat masyarakatnya bersendikan syariat Islam berarti bahwa syariat Islam tidak bertentangan dengan Pancasila atau sebaliknya. Bahkan berlakunya syariat Islam bagi masyarakat juga telah diterapkan di Provinsi Aceh Darussalam.
“Dari kesepakatan pengundangan UU tersebut, dapat dipahami bahwa agama (syariat) Islam tidak bertentangan dengan Pancasila, dan begitu pula sebaliknya,” ungkap Hidayat.
“Hal yang tidak sama sekali baru, karena juga sudah diterapkan di dalam konteks penerapan syariat di Nangroe Aceh Darussalam,” jelasnya.
- Bangsa Indonesia Bangsa Religius
Hadirnya UU yang disepakati oleh Pemerintan dan DPR RI ini menunjukan bahwa karakteristik relijiusitas suatu daerah di Indonesia memang suatu hal yang nyata,tidak bisa dinafikan, dan bisa diakomodasi dalam spirit ideologi Pancasila dan dalam NKRI.
- Pengakuan Adat Istiadat Minangkabau
Kehadiran UU tersebut juga bisa dimaknai sebagai bentuk pengakuan negara terhadap adat istiadat Minangkabau. Dimana syariat Islam menjadi sendi, dasar adat istiadat masyarakat Minangkabau.
“Ini merupakan pengakuan negara terhadap adat istiadat Minangkabau yang bersendikan agama, syariat Islam,” tutur Hidayat.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 5 huruf c UU No. 17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat yang berbunyi:
“Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik, yaitu: adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan keearifan lokal yang menunjukkan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatera Barat.”
Penjelasan Pasal 5 huruf c menyatakan:
“Pelaksanaan nilai falsafah adat basandi syara’, syara’ basandi kitabulllah berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Tokoh-tokoh Penting
Ia juga megungkapkan tentang sejumlah tokoh asal Sumatra Barat turut andil sebagai tim perumus Pancasila. Mereka adalah Kyai Haji Agus Salim, Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin.
Sumatra Barat telah melahirkan para tokoh penting dalam sejarah Indonesia. Selain tiga orang di atas masih ada Mohammad Natsir, Buya Hamka, Rahmah El Yunusiah, Syahrir.
Selain telah melahirkan para tokoh hebat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sumatra Barat juga saksi perjuangan Syafrudin Prawiranegara mempertahankan eksistensi Indonesia lewat Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittingi. (Kukuh)