(IslamToday ID) – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memastikan subsidi APBN digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah ancaman resesi global. Hal itu dilakukan untuk menahan tekanan yang timbul dari dampak tersebut.
“APBN akan terus digunakan untuk melindungi daya beli masyarakat. Kenaikan harga BBM, listrik, dan gas, kalau perlu kita tahan, kita tahan dulu. Juga tarif ekspor CPO juga akan kita turunkan, sehingga harga tandan buah segar kelapa sawit bisa naik. Sehingga bisa jadi income bagi petani,” kata Suahasil dikutip dari Sindo News, Jumat (5/8/2022).
Diakuinya, subsidi BBM yang dialokasikan pemerintah diperkirakan akan mencapai Rp 502 triliun. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan subsidi tahun 2021 sebesar Rp 152 triliun. Subsidi itu diambil dari pajak dan pendapatan lain yang didapat negara. “Ini strategi jangka pendek yang kami lakukan untuk menjaga ekonomi kita,” ujar Suahasil.
Menurutnya, program pemulihan ekonomi harus terus dijalankan. Namun APBN harus lebih sehat dengan menurunkan defisit. Belanja kementerian juga akan dilakukan efisiensi dengan serius. Tahun ini, pemerintah menargetkan defisit APBN tak lebih dari 4 persen dari PDB. Dengan begitu, keuangan negara akan lebih terjaga.
Disisi lain, pihaknya juga saat ini sedang memikirkan bagaimana mencari sumber ekonomi baru. Salah satu potensi yang bisa digarap adalah pola emerging trend dengan memaksimalkan digitalisasi. Misalnya, memanfaatkan teknologi digital untuk efisiensi perjalanan kantor. “Ini harus direspons oleh dunia usaha dan dimaksimalkan untuk peningkatan ekonomi ke depan,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom Propera, Anton Hermanto Gunawan memperkirakan Indonesia tidak akan masuk begitu dalam pada jurang resesi yang saat ini sedang mengancam ekonomi sejumlah negara. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan Indonesia memiliki kemampuan mempertahankan tren pertumbuhan ekonomi.
“Memang ada ancaman resesi di Amerika dan Eropa, tapi di Indonesia berbeda. Kalau di Amerika ada masalah pada suplai logistik.Tapi di Indonesia kalau kita lihat tidak ada masalah pada demand,” katanya.
Dari beberapa indikator, Indonesia juga belum terlalu ada tekanan inflasi. Walaupun inflasi meningkat, tapi lebih karena adanya kenaikan pada administered price dan food prices. Juga beberapa win pool dan current account surplus. Lalu inflasi saat ini sedang dijaga agar tidak terlalu tinggi.
“Domestik demand tidak terlalu tinggi tekanannya. Penjualan mobil dan motor, hotel, memang naik, tapi masih di bawah sebelumnya. Jadi saya tidak yakin Indonesia akan masuk resesi,” jelasnya.
Kendati begitu, pemerintah harus mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya pada 2022 ini tidak ada masalah pada pendapatan karena masih ada revenue, sehingga masih bisa melakukan subsidi di beberapa sektor.
Namun itu bisa berbeda di tahun depan, apalagi jika resesi makin dalam, misalnya perang masih terjadi.
“Nah, apakah subsidi masih bisa dipertahankan. Kalau resesi terjadi dan dunia slowdown, sehingga demand komoditi akan turun. Kita perlu pertimbangkan juga soal kompensasi kredit yang akan berakhir. Apakah nanti masalah NPL ini bisa menjadi risiko,” ujarnya. [wip]