(IslamToday ID) – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia buka-bukaan soal kemungkinan harga BBM subsidi naik.
Ia mengatakan kemungkinan itu terbuka mengingat harga minyak dunia sekarang ini cukup tinggi. Per Jumat ini saja misalnya, harga minyak mentah jenis Brent naik 2,20 dolar AS atau 2,30 persen menjadi 99,60 dolar AS per barel.
Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik 2,41 dolar AS, atau 2,6 persen menjadi 94,34 dolar AS per barel.
Bahlil mengatakan, harga itu jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya 63-70 dolar AS per barel.
“Sekarang harga minyak dunia rata-rata dari Januari sampai Juli 105 dolar AS per barel. Hari ini kalau 100 dolar AS per barel, subsidi kita itu bisa mencapai Rp 500 triliun. Tetapi kalau harga minyak per barel di 105 dolar AS kemudian dengan asumsi kurs dolar APBN rata-rata Rp 14.750 dan kuota kita dari 23 juta kilo liter menjadi 29 juta, maka terjadi penambahan subsidi,” katanya, Jumat (12/8/2022).
Bahlil mengatakan pemerintah masih menghitung semua kemungkinan terkait jebolnya kuota subsidi BBM itu. Hasil perhitungan sementara menunjukkan anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBM mencapai Rp 500-600 triliun.
Ia mengatakan kalau ini terjadi APBN lama-lama akan bermasalah. Pasalnya anggaran Rp 500-600 triliun mencapai 25 persen dari total APBN.
“Jadi tolong teman-teman sampaikan juga kepada rakyat, rasa-rasanya sih untuk menahan terus harga BBM seperti sekarang, feeling saya (tidak kuat). Ini tidak sehat. Mohon pengertian baiknya. (Jadi) harus kita siap-siap kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi,” katanya.
Kuota BBM subsidi memang hampir jebol. Berdasarkan data dari Pertamina penyaluran BBM subsidi jenis Pertalite telah mencapai 16,8 juta kilo liter (KL) hingga Juli 2022. Artinya kuota Pertalite hingga akhir tahun hanya tersisa 6,25 juta KL dari total kuota yang ditetapkan tahun ini, 23,05 juta KL.
Lalu, penyaluran BBM subsidi jenis solar telah mencapai 9,9 juta KL hingga Juli 2022. Dengan demikian, sisa kuota solar hingga akhir tahun hanya tersisa 5,2 juta KL dari total kuota 15,1 juta KL.
Secara terpisah, anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan jika tidak dibatasi, maka kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan bakal habis sebelum akhir tahun. Apalagi, sejak harga Pertamax naik, tren konsumsi BBM subsidi menanjak karena banyak masyarakat yang beralih ke Pertalite.
“Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi solar habis di Oktober atau November. (Pertalite) juga, jika tidak dilakukan pengendalian maka kita prognosa di akhir 2022, kuota kita akan di atas realisasi,” kata Saleh.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan tidak ada negara yang memberikan subsidi BBM seperti Indonesia sebesar Rp 502 triliun. Ia pun mempertanyakan kesanggupan APBN menanggung subsdi BBM hingga Rp 502 triliun itu.
“Apakah angka Rp 502 triliun itu terus kuat kita pertahankan? Kalau bisa Alhamdulillah, artinya rakyat tidak terbebani, tetapi kalau APBN tidak kuat bagaimana?” ujar Jokowi di Istana Kepresidenan.
Ia juga mengatakan harga BBM di negara lain sudah naik dua kali lipat sekitar Rp 17.000 hingga Rp 18.000 per liternya.
Jokowi juga menyampaikan telah berdiskusi dengan pejabat lainnya, termasuk Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPR Puan Maharani mengenai pendapatan negara yang berasal dari komoditas.
“Kami menyampaikan ke beliau-beliau mengenai angka-angka itu, fakta-fakta itu kalau kita masih ada income negara dari komoditi, komoditas masih baik ya kita jalani, tapi kalau tidak?” ujar Jokowi. [wip]