(IslamToday ID) – Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengingatkan permasalahan konstitusi yang muncul akibat dibolehkannya presiden yang telah menjabat dua periode kembali maju sebagai calon wakil (Cawapres).
Hasyim mengatakan, secara eksplisit dalam konstitusi tidak ada larangan presiden yang sudah habis dua periode kembali maju di pemilihan presiden (Pilpres) sebagai wakil presiden. Namun, ia menyebut akan lahir masalah konstitusi bila melihat pasal 8 UUD 1945.
“Dalam hal seseorang telah menjabat sebagai presiden selama dua kali masa jabatan, dan kemudian mencalonkan diri sebagai calon wapres, terdapat problem konstitusional, sebagaimana ketentuan norma pasal 8 UUD,” kata Hasyim dikutip dari Liputan 6, Jumat (16/9/2022).
Pasal 8 UUD 1945 mengatur wakil presiden dapat menggantikan posisi presiden dalam kondisi tertentu.
Masalah konstitusi itu muncul ketika wakil presiden yang sebelumnya presiden pernah menjabat dua periode menggantikan posisi presiden terpilih karena alasan tertentu.
“Bila B sebagai Capres terpilih dan dilantik sebagai presiden, dan A dilantik sebagai wakil presiden, maka dalam hal terjadi situasi sebagaimana Pasal 8 UUD, maka A tidak dapat menggantikan kedudukan sebagai presiden,” ungkap Hasyim.
Penyebabnya, menurutnya, orang yang menjadi wakil presiden terpilih sudah pernah menjadi presiden dua kali masa jabatannya sebelumnya. Sehingga tidak memenuhi syarat sebagai presiden.
“Dalam situasi tersebut, A tidak memenuhi syarat sebagai presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 169 huruf n UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” jelas Hasyim.
Sebelumnya, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut dalam UUD 1945 tak ada aturan secara eksplisit bahwa presiden yang terpilih dua periode masa jabatan maju lagi sebagai calon wakil presiden di ajang pemilu.
“Soal presiden yang telah menjabat dua periode lalu mencalonkan diri sebagai Cawapres, itu tidak diatur secara eksplisit dalam UUD,” ujar hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono.
UUD 1945 Pasal 7 menjelaskan, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
Di dalam aturan tersebut dapat dimaknai bahwa presiden dua periode masih bisa menjabat lagi sebagai wakil presiden. Secara normatif diperbolehkan, tetapi masalahnya terdapat dalam kacamata secara etika politik.
“Secara normatif mau dimaknai ‘boleh’ sangat bisa. Secara etika politik dimaknai ‘tidak boleh’, bisa juga. Tergantung argumentasi masing-masing,” ujar Fajar.
Sementara itu, Koordinator Sekretariat Bersama Prabowo Subianto-Joko Widodo (Sekber Prabowo-Jokowi) Ghea Giasty Italiane mengatakan pihaknya akan menggelar talkshow bersama. Tujuan talkshow tersebut ingin membahas persoalan judicial review (JR) ke MK terhadap pasal 169 huruf n UU No 7 tahun 2017 yang bertentangan dengan pasal 7 UUD 1945.
Ghea melanjutkan, JR itu agar adanya kepastian hukum untuk Joko Widodo atau Jokowi sebagai calon wakil presiden. “JR yang diajukan oleh Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi di mana kami meminta kepastian hukum kepada Mahkamah Konstitusi mengenai Bapak Jokowi mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden Negara Republik Indonesia 2024-2029,” kata Ghea, Rabu (14/9/2022). [wip]