ITD NEWS— Kabar duka menyelimuti umat Islam Kota Solo, Kyai Haji Solihan Mahdum Cahyana berpulang ke Rahmatullah pada Selasa, 6 Rabiul Akhir 1444 H/ 1 November 2022.
Ulama yang juga aktivis dakwah Islam ini memiliki riwayat organisasi yang sangat beragam. Diantaranya pernah menjadi Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Provinsi Jawa Tengah, pernah pula diamanahi sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Surakarta.
Kyai Solihan adalah tokoh Masyumi Solo. Ia juga salah satu murid yang dibina langsung oleh Mohammad Natsir, Pendiri DDII dan juga pencetus Mosi Integral.
“Beliau adalah salah satu murid binaan dari Pak Muhammad Natsir , salah satu Perdana Menteri Republik Indonesia yang dikenal dengan mosi integralnya yang akhirnya mengembalikan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” ungkap Dr. Susiyanto salah satu murid dari Kyai Solihan kepada ITD News (02/11/2022).
“Pak Muhammad Natsir inilah yang kemudian mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia,” jelasnya.
Dr. Susiyanto mengungkapkan ia pernah mewawancarai Kyai Solihan atas permintaan dari Dr. Adian Husaini (Ketua DDII-sekarang). Rupanya sosok Kyai Solihan ini merupakan salah satu orang kepercayaan dari ulama Natsir.
“Beliau adalah salah satu orang kepercayaan dari Pak Natsir yang ada di Jawa Tengah,” tuturnya.
Ia mengisahkan pada masa itu, Natsir meminta Kyai Solihan untuk mencari data-data problem dakwah di Jawa Tengah. Problem-problem tersebut pun kemudian dibahas bersama di DDII Jakarta.
Dr. Susiyanto menuturkan sosok Kyai Solihan dimatanya adalah sosok yang senang berdialog dengan siapapun. Pikiran-pikiran kritisnya membuatnya disegani oleh para pengemuka agama lain, terutama dari kalangan Nasrani.
“Jadi kepada siapapun beliau akan mengemukakan argumen-argumennya, dan beliau biasanya kepada siapapun akan berterus terang, jadi tidak ada yang disembunyikan,” ujar Dr. Susiyanto.
Dr. Susiyanto cukup dekat dan akrab dengan sosok Kyai Solihan. Kedekatan keduanya terjalin semenjak ia berkuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
“Saya mengenal beliau sudah sejak 2002, tp kenal dekat, kenal baik itu baru dimulai tahun 2004. jadi sebelumnya sudah mengikuti kajian beliau di Masjid Penumping, di Jajar, dan juga beberapa tempat yang lain, termasuk di Yarsis (Yayasan Rumah Sakit Islam) karena saya kuliah di UMS. Biasanya dulu setiap hari ahad,” ucap Dr. Susiyanto.
Ia merasa beruntung bisa mengenal Kyai Solihan. Setiap berkunjung ke kediamannya di Kauman, Solo, ia selalu diizinkan untuk mengakses buku-buku koleksi Kyai Solihan.
“Saya termasuk yang dipercaya untuk mengakses buku-buku beliau, kapanpun saya datang saya diperbolehkan untuk mengakses itu,” kenangnya.
Bahkan tak jarang jika mereka berdiskusi, Kyai Solihan akan menunjukkan buku yang dimaksud lengkap dengan halaman dan lokasi buku di raknya.
“Beliau akan menunjuk buku itu berada di mana, disimpannya di rak yang keberapa kemudian urutan bukunya yang nomor berapa, (bahkan) sampai tentang pengarang bukunya,” ucap Dr. Susiyanto.
Salah satu karya tulis Kyai Solihan ialah sebuah buku yang berjudul Perspektif Islam Terhadap Kristologi. Buku tersebut diterbitkan oleh Penerbit Tiga Serangkai pada tahun 2008.
Dr. Susiyanto menuturkan jika gurunya tersebut menolak mendapat julukan Kristolog. Sekalipun Kyai Solihan memiliki pemahaman yang sangat baik terhadap sejarah Bible, Yahudi dan Kristen.
“Beliau sendiri menolak julukan (Kristolog), banyak pihak menjuluki beliau ini pakar kristologi dan seterusnya, jadi beliau sejak awal menolak julukan itu,” ujar Dr. Susiyanto.
“ Beliau lebih memilih ‘saya ini ahli Qur’an’ karena sejatinya ketika beliau mempelajari Kristologi, mempelajari tentang Bible itu dalam kerangka pemahaman terhadap Al-Qur’an,” tandasnya. (Kukuh Subekti)