ITD NEWS (YOGYAKARTA)— Media massa menempati posisi strategis sebagai pembawa informasi kepada masyarakat. Terutama berkaitan dengan haknya untuk beragama sebagaimana diatur oleh undang-undang.
“Indonesia telah meratifikasi Konvenan Hak Sipil dan Politik melalui Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political Rights,” kata Direktur Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati dalam keterangan tertulisnya kepada ITD NEWS pada Sabtu, 3 Desember 2022.
“Pada pasal 18 UU ayat (1) ini jelas menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, bernurani dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan, baik secara sendiri maupun Bersama-sama orang lain, baik di tempat umum maupun atau tertutup, untuk mengejawatahkan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, penataan, pengamatan dan pengajaran,” jelasnya.
Pada praktik kehidupan bermasyarakat masih terdapat fenomena pelanggaran terhadap hak masyarakat tersebut. Yayasan KAKAK bersama dengan pimpinan agama dan media, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa peran media diperlukan untuk memperkuat dan memperjuangkan hak hak mereka.
Shoim menjelaskan salah satu peran media ialah untuk mengedukasi dan membela hak dari pihak yang lemah atau yang dirugikan. Untuk mengoptimalkan fungsi tersebut Yayasan KAKAK bekerjasana dengan Search For Common Ground (SFCG) dan Solopos Institut mengadakan Workshop Penyusunan Pedoman Untuk Media dalam rangka Advokasi Kebebasan beragama dan Berkeyakinan, selama dua hari, Sabtu-Minggu (3-4/12/2022) di Atrium Premier Hotel, Jl. Laksda Adisucipto No. 157 Yogyakarta.
“Karena media memiliki peran edukasi dan advokasi sehingga harapannya pedoman yang dihasilkan bisa memudahkan ketika jurnalis menyajikan berita,” ujar Shoim.
“Selain sebagai edukasi juga diharapkan negara bisa hadir untuk melakukan kewajiban dalam memenuhi hak-hak kelompok yang terlanggar haknya,” terangnya.
Sementara itu Manajer Solopos Institute, Sholahuddin, menambahkan panduan pemberitaan untuk isu-isu keberagamaan di Soloraya dinilai penting agar menjadi referensi jurnalis saat menulis isu-isu terkait keagamaan. Panduan yang disusun diharapkan akan menjadi panduan praktis dalam rangka mewujudkan hak-hak beragama warga negara yang dijamin oleh undang-undang.
“Panduan pemberitaan yang disusun akan menjadi panduan praktis bagi jurnalis agar mampu menghasilkan produk jurnalistik yang mendukung iklim kebebasan beragama khususnya di Soloraya,” ucap Sholahuddin.
Sekilas info tentang Search For Common Ground yang dilansir dari laman resmi, sfcg.org adalah salah satu organisasi internasional yang fokus dalam upaya perdamaian. Berkantor di berbagai belahan dunia mulai dari Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Organisasi internasional yang berpusat di Amerika Serikat ini mulai berkantor di Indonesia sejak tahun 2002. Lalu sejak Juli tahun 2021 mereka menjalankan proyek PROTECT dengan sasaran 20 organisasi keagamaan, 60 organisasi sipil lainnya dan 30 jurnalis di Jabodetabek, Bandung Raya dan Solo Raya.
Proyek ini didasarkan pada pembelajaran utama dan evaluasi akhir dari proyek terbaru Search di Indonesia, termasuk proyek Membangun Ketahanan melalui Kolaborasi Multi-Pemangku Kepentingan untuk Mencegah Ekstremisme Kekerasan di Indonesia, proyek Harmoni yang didanai USAID, dan Mempromosikan Narasi Damai kepada Pemuda di Indonesia. (Kukuh)