(IslamToday ID) – Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) kembali melontarkan kritik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Kali ini kritik tersebut terkait dengan program mobil listrik yang menurutnya tidak bisa dibilang untuk tujuan mengurangi emisi karbon.
Menurut JK, bahan bakar listrik terbesar sampai saat ini masih bersumber dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
“Gini, mobil listrik itu untuk mengurangi emisi kan, tapi tiap malam itu harus di-charge, jadi sangat tergantung kepada pembangkit (PLTU),” kata JK dikutip dari Liputan 6, Rabu (24/5/2023).
Lantas, JK mengumpamakan kendaraan listrik yang digencarkan tanpa adanya pembangunan sumber energi yang ramah lingkungan, hanya akan tetap memberikan dampak pencemaran emisi karbon.
“Kalau pembangkitnya tetap PLTU itu hanya pindah emisi dari knalpot mobil ke cerobong PLTU. Jadi harus bersamaan, membikin sebenarnya kita punya program itu, tapi sampai sekarang juga kemajuannya lambat,” kata JK.
Sebab, Indonesia sebenarnya sudah punya program untuk PLTU dengan pembangkit listrik yang ramah lingkungan seperti energi baru dan terbarukan (EBT). Namun upaya itu dirasanya tidak didukung pemerintah.
Padahal, keberhasilan pembangunan sumber energi yang ramah telah berhasil diwujudkan lewat perusahaan miliknya PT Hadji Kalla, dimana pembangunan itu dikerjakan sepenuhnya dengan usaha anak bangsa sejak 10 tahun lalu.
“Sebenarnya pemerintah sudah punya program itu, tapi sampai sekarang juga kemajuannya lambat. Sekali lagi minta maaf, kita di Hadji Kalla 10 tahun lalu sudah bikin itu PLTA. Bisa dibikin dalam negeri,” tuturnya.
Selanjutnya, JK juga menyinggung soal dalih pemerintah yang kerap mendatangkan tenaga kerja asing (TKA) dalam proses transisi energi maupun kemajuan teknologi. Dengan banyaknya fakta TKA China yang bekerja di proyek dalam negeri.
“Sekali lagi orang bilang bikinnya ke China, tidak. Jadi saya hanya minta bangsa ini percaya diri dan saat jadi Wapres saya lakukan itu, boleh tanya semuanya,” ujarnya.
“Jadi ini bukan hal yang baru, cuma sekarang makin klasik, seperti kita tidak bisa bikin apa-apa, memberi kesan bodoh. Kenapa? Ya ada interest (conflict of interest), tidak mau didik orang, akhirnya bikin lagi panggil lagi asing, karena tidak pernah punya pengalaman,” tambah JK.
Meski JK tak menutup kemungkinan soal sejumlah perusahaannya juga memakai TKA dari China. Namun, para pekerja itu hanya dipakai untuk posisi sebagai konsultan atau strategis yang pakar di bidangnya.
“Tapi kami bikin sesuatu hanya ada satu dua tiga orang konsultannya dari China ada tiga orang, nanti setelah itu kita bikin semua. Total dalam negeri bisa (membangun), cuma enggak berani saja, akhirnya ketergantungan terus. Jadi kita belajar dari Bung Karno, harus berdikari,” pungkas JK. [wip]