(IslamToday ID) – Ribuan massa tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter, apoteker, hingga bidan menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR, Jakarta pada hari ini, Senin (5/6/2023).
Dokter dan tenaga kesehatan itu menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law RUU Kesehatan yang tengah dibahas pemerintah dan DPR.
Pantauan IslamToday, massa aksi serempak menggunakan baju serba putih bertuliskan ‘Stop RUU Kesehatan’. Mereka juga tampak membawa berbagai perlengkapan aksi seperti bendera serta poster bertuliskan penolakan.
Bahkan, ribuan tenaga kesehatan dan tenaga medis tersebut juga mengancam akan melakukan mogok nasional bila tuntutan mereka tidak ditanggapi pemerintah dan DPR RI.
“Tolak…tolak, tolak RUU,” teriak orator diikuti masa demostrasi.
“Kalau ini tetap dibahas kita akan?, Mogok,” sahut para Nakes.
Dipertegas, Juru Bicara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria mengatakan apabila pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan tak dihentikan para Nakes akan menggelar aksi mogok kerja nasional atau cuti pelayanan.
“Setelah ini kami menginstruksikan seluruh anggota untuk mogok kalau pemerintah tetap tidak menggubris dan tidak mengindahkan apa tuntutan kami hari ini,” tegas Beni kepada wartawan di lokasi demonstrasi.
Ia juga mengatakan jika cuti pelayanan yang dimaksudkan tidak akan akan mengganggu pelayanan kedaruratan masyarakat.
“Tentu kita sampaikan bahwa untuk pelayanan emergency, IGD [instalasi gawat darurat), kemudian ICU [Unit perawatan intensif], tindakan operasi emergency, itu tetap berjalan. Ini sama seperti cuti lebaran” ujarnya.
Menurut Beni Satria, pimpinan pusat IDI telah melayangkan tuntutan tersebut kepada pemerintah dan DPR sejak 28 hari yang lalu.
“Tetapi pemerintah masih punya gunjingan bersama DPR untuk membahas itu tanpa melibatkan kita sebagai organisasi yang resmi yang sudah tegas disebutkan di dalam undang-undang No. 29 tahun 2004,” jelasnya.
Dia juga mempertanyakan alasan di balik dicabutnya aturan terkait keprofesian baik kedokteran, kedokteran gigi, keperawatan, apoteker dan kebidanan yang digantikan oleh RUU Kesehatan.
“Kenapa undang-undang eksisting profesi yang sudah mengatur seluruh organisasi profesi itu harus dihapuskan dan dicabut,” ujarnya.
Ia juga menilai dalam muatan RUU ‘sapu jagat’ itu belum memberikan kepastian perlindungan terhadap tenaga medis dan kesehatan. Ia juga menganggap jika dalam RUU itu belum adanya kejelasan terkait asas kesalahan dan kelalaian.
“Kemudian terkait asas kesalahan dan asas kelalaian yang tidak jelas dalam ruu, untuk itu kita minta hentikan stop pembahasan ini,” ujarnya.
Selain itu, ia mempertanyakan alasan DPR dan Pemerintah untuk menyebut pembahasan rancangan undang-undang itu.
“Draft itu kalau teman-teman ingat, baru dideklarasikan ini adalah inisiatif pemerintah di bulan Februari. Sekarang sudah di bulan Juni, kenapa ingin dipaksakan di bulan Juli. Ada apa ini?,” pungkasnya.
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menilai RUU Kesehatan yang tengah dibahas DPR tak memiliki urgensi. Ia juga menilai seharusnya pemerintah lebih memperhatikan persoalan kesehatan di wilayah terpencil, bukan membuat aturan baru yang berpotensi bertabrakan dengan aturan lainnya di bidang kesehatan.
“Banyaknya jumlah regulasi ternyata tak berbanding lurus dengan kemampuan regulasi itu menyelesaikan berbagai persoalan,” kata dia.
Selain itu, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah mengklaim tenaga medis dan kesehatan tak dilibatkan dalam
proses penyusunan RUU Kesehatan. Ia juga menganggap RUU usulan DPR itu tak dibahas secara transparan.
“Seruan para tenaga medis dan kesehatan akan RUU Kesehatan seperti angin lalu bagi pemerintah, sebagaimana terjadi sebelumnya dalam pembuatan UU Cipta Kerja yang tidak transparan,” ujarnya.
Kemudian Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi menyoroti muatan RUU itu tidak memberikan kepastian terkait kontrak kerja bagi tenaga medis dan kesehatan.
“Belum tampak perbaikan dari perlindungan (hukum) bagi tenaga medis dan kesehatan dalam hal kontrak kerja,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam menganggap RUU Kesehatan berisiko menimbulkan standar ganda dalam di antara organisasi profesi kesehatan.
“Masalah multi Organisasi Profesi (OP) yang berisiko menimbulkan standar ganda/multi dalam penegakan etika yang tentunya akan membahayakan keselamatan pasien di kemudian hari,” tegas Noffendri.
Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Usman Sumantri menilai jika RUU Kesehatan seharusnya lebih mengoptimalkan kemampuan dari tenaga medis dan kesehatan dalam negeri ketimbang lulusan luar negeri. Menurutnya, lulusan asing tak menjamin kualitas dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.
“Pemerataan pelayanan kesehatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan kemampuan dari tenaga medis/tenaga kesehatan yang ada di Indonesia sehingga perlu dipertimbangkan apakah Pemanfaatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing Lulusan Luar Negeri,” tegasnya.
Aksi yang bertajuk ‘Aksi Damai Jilid 2’ digelar oleh lima organisasi profesi (OP) yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Aksi penolakan RUU Kesehatan ini tak hanya digelar digelar di Jakarta. Aksi yang sama juga digelar di daerah lain dengan tuntutan yang sama yakni menolak Omnibus Law RUU Kesehatan.
Sebagai informasi, ini merupakan demo besar-besaran kedua tenaga medis dan kesehatan menolak RUU Kesehatan. Demo pertama digelar di kawasan Patung Kuda Jakarta Pusat pada 8 Mei 2023.(HzH)