<strong>(IslamToday ID) -</strong> Pemerintah RI menyiapkan anggaran mencapai Rp12,2 triliun untuk penguatan keamanan laut di perairan Natuna. Anggaran jumbo itu digelontorkan untuk efek gentar atau deterrent effect di perbatasan negara. Kebijakan itu diketahui dari Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa salah satu upaya penguatan di Natuna dilakukan lewat pengadaan unmanned aerial vehicle (UAV) atau drone. Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga akan menebalkan sarana dan prasarana militer di pulau-pulau strategis. "MP (Major Project/Proyek Prioritas Strategis] Penguatan Keamanan Laut di Natuna diharapkan dapat meningkatkan deterrent effect dan penegakan kedaulatan di Perairan Natuna; menurunkan aktivitas perompakan; kekerasan dan tindak kejahatan di laut; IUU fishing; serta transnational cimes,” dikutip dari lampiran Perpres Nomor 85 Tahun 2021. Realisasi anggaran itu dialokasikan multi years selama lima tahun. Namun dokumen itu tak merinci skema penganggaran kebijakan itu. Perpres itu hanya menyebut anggaran Rp78,2 miliar akan dikucurkan pada 2022 untuk penguatan keamanan di Natuna. Dari sisi pendanaan, pelaksanaan MP tersebut dibiayai dari APBN dengan indikasi pendanaan selama lima tahun sebesar Rp12,2 triliun. Perpres tersebut juga tak banyak menjelaskan rencana pembelanjaan anggaran. Pemerintah hanya mencantumkan beberapa jenis persenjataan yang akan dibelanjakan dengan uang tersebut. Pemerintah menyampaikan anggaran itu digunakan untuk memenuhi kecukupan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AL di Natuna sebesar 40,59 persen. Anggaran itu juga dipakai untuk memenuhi kecukupan alat peralatan keamanan laut (alpakamla) milik Bakamla sebesar 44,17 persen. Pemerintah berharap penguatan keamanan dapat menjaga kedaulatan di wilayah perairan Natuna. Ketegangan di perairan Natuna menjadi pembahasan usai Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengungkap sejumlah temuan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Senin (13/9 Bakamla menyebut kapal-kapal mereka tak punya bahan bakar untuk patroli. "Sampai saat ini pun bahan bakar kita tidak ada. Kapal kita siap untuk berlayar dan patroli, tapi bahan bakar tidak ada," ucap Sekretaris Utama Bakamla Laksda S. Irawan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/9/2021). Irawan juga menyebut ada ratusan kapal China dan Vietnam di perbatasan, tapi radar Bakamla tidak bisa mendeteksi ratusan kapal asing di Natuna itu. "Kalau kita lihat di pantauan radar atau pantauan dari Puskodal kami, sampai saat ini di daerah overlapping itu masih ada 1, 2, 3, 4, 5, 6 kapal-kapal Vietnam, pantauan radar, termasuk kapal-kapal coast guard China. Mereka ada di situ sejak lama," kata Irawan