ISLAMTODAY — Menanggapi kunjungan kontroversial Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan 2-3 Agustus 2022, Lebih dari tujuh negara berbondong-bondong “pasang badan” membela China, dengan mendukung “One China Policy”
Pertama, Kazakhstan, Pernyataan resmi disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Kazakh Aibek Smadiyrov pada tanggal 4 Agustus 2022 bahwasanya Pulau Taiwan merupakan bagian wilayah teritorial kedaulatan China.
Kedua, Uni Emirat Arab, Dukungan ke “One China Poliy” disampaikan Kementerian Luar Negeri UEA pada tanggal 5 Agustus 2022. UEA mendukung kedaulatan dan integritas wilayah Tiongkok dan menegaskan pentingnya kebijakan “Satu China”. UEA pun mendesak PBB untuk berperan dalam menyelesaikan sengketa diplomatik selama puluhan tahun ini.
Ketiga, Kementerian luar negeri Bangladesh 4 Agustus 2022 dalam pernyataan melalui Facebook yang diverifikasi menegaskan kembali dukungannya untuk kebijakan Satu-China. Bagladesh mendesak menyelesaikan sengketa berdasarkan Piagam PBB dan melalui dialog.
Keempat, Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov pada 29 Juli 2022 mendukung prinsip “Satu China”, Moskow pun menyatakan ketidaksetujuan atas provokasi dan tindakan yang melanggar kedaulatan China di sekitar Taiwan.
Kelima, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin 5 Agustus 2022 menegaskan di KTT Asia Timur (EAS) di ibukota Kamboja Phnom Penh bahwa Seoul mendukung kebijakan Satu-China serta perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Korsel menyatakan keprihatinannya bahwa konflik geopolitik yang memburuk di selat Taiwan dapat memicu ketidakstabilan politik dan ekonomi di kawasan, termasuk gangguan dalam rantai pasokan perdagangan global.
Keenam, Dukungan Singapura disampaikan Menteri Luar Negeri Vivian Balakrishnan di KTT Menlu ASEAN-plus 3 di ibu kota Kamboja, Phnom Penh, 4 Agustus 2022
Ketujuh, Kemlu Filipina pada 4 Agustus 2022 mendukung kebijakan “Satu China” menekankan solusi krisis Taiwan melalui diplomasi dan dialog.
Kedepalapan, Kirgistan pun pada 4 Agustus 2022 juga menyatakan mendukung kebijakan “Satu China” menekankan stabilitas dan perdamaian di Taiwan.
Kesembilan, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah secara tertulis pada Rabu (3/8) menyampaikan dukungan atas kebijakan satu china .Indonesia menyampaikan keprihatinan dengan semakin tajamnya rivalitas di antara kekuatan besar, yang “jika tidak dikelola dengan baik” maka dikhawatirkan “dapat menciptakan potensi konflik terbuka dan mengganggu stabilitas dan perdamaian yang ada, termasuk di Selat Taiwan.
Untuk diketahui, 181 negara anggota PBB menyatakan komitmen dukungan terhadap prinsip satu-China, Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menjelaskan pada hari Rabu (3/8) bahwa PBB mematuhi Resolusi Majelis Umum 2758 dan menegaskan kebijakan satu-China sebagai aturan.
Kebijakan Satu Cina menyatakan bahwa Republik Rakyat Cina adalah pemerintah resmi Cina daratan (termasuk Tibet), Hong Kong, Macau dan Taiwan. Seluruh negara yang akan melaksanakan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina harus melaksanakan kebijakan ini dan menghindari hubungan resmi dengan Republik China (Taiwan).
Kebijakan Satu China adalah kebijakan yang diakui oleh AS pada tahun 1979 bahwa hanya ada satu negara bernama China. Sedangkan ‘Prinsip Satu China’ adalah antara Taipei dan Beijing sama-sama mengakui satu ‘China’ akan tetapi tidak sependapat tentang siapa pemerintah yang sah. Prinsip tersebut merujuk pada Konsensus tahun 1922.
Dalam pandangan Beijing, ‘Prinsip Satu China’ tersebut adalah Taipei termasuk bagian dari China sedangkan gagasan itu mendapatkan tantangan keras dari kelompok politik di Taiwan yang terus berusaha membangun pemerintahan sendiri dan berpisah dari China Daratan.
China secara resmi dalam kancah internasional bernama People’s Republic of China (PRoC) sedangkan Taiwan memilih nama Republic of China (RoC) atau juga yang dikenal China Taipei.