ISLAMTODAY — Pemerintah baik melalui presiden maupun sejumlah menterinya dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa subsidi BBM menjadi beban bagi APBN. Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini disubsidi oleh negara.
Pada saat yang sama laporan Pertamina menyebut jika stok BBM subsidi (Pertalite dan Solar) menipis. Dari kuota yang mencapai 23,05 juta Kilo Liter (KL), kini hanya tersisa 6,25 juta KL. Yang diprediksi cukup hingga September mendatang.
“(Jika) tidak akan ada lagi pertalite dan solar di pasar dan hal tersebut merupakan kiamat kecil bagi masyarakat kecil ke bawah,” ungkap Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat.
Kiamat ini disebabkan oleh adanya pemaksaan kepada rakyat untuk membeli BBM non-subsidi yang jauh lebih mahal.
“Ini sebabkan masyarakat akan dipaksa beli BBM non subsidi yang lebih mahal,” tutur Achmad.
Misalnya rakyat yang biasa membeli Pertalite dengan harga Rp 7.650 dipaksa harus membeli Pertamax yang harganya mencapai Rp 12.500 per liter. Yang perbandingannya 64% lebih mahal.
“Kenaikan 64% tersebut sangat memberatkan masyarakat dan dampak berikutnya harga-harga bahan pokok akan naik karena naiknya ongkos transportasi,” jelas Achmad.
Ironisnya kebijakan untuk tidak menyubsidi BBM ini sangat kontras dengan terus berjalannya sejumlah proyek infrastruktur pemerintah. Salah satunya pengembangan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang anggarannya membengkak hingga Rp 16,8 triliun.
“Pemerintah sepertinya kehilangan arah dalam menentukan mana prioritas belanja yang didahulukan dan mana yang harus dibelakangkan,” terangnya.