ISLAMTODAY — Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menanggapi kebijakan kenaikan BBM yang baru saja diumumkan Presiden Jokowi pada Sabtu (3/9).
Ia membandingkannya dengan kebijakan kenaikan BBM yang ditetapkan selama enam periode pemerintahan. Periode saat ini dinilai tidak konsisten terutama jika melihat kebijakan yang diambil.
Pemerintah selama enam periode ini sangat konsisten dalam hal harga BBM. Ketika minyak dunia naik maka harga BBM di Indonesia juga akan ikut naik.
“Selama 6 periode rakyat sudah terbiasa kalau harga minyak dunia itu naik, harga domestik naik,” kata Achmad.
“Sekarang anomali, (minyak dunia turun, BBM naik) logika rakyat diganggu,” imbuhnya.
Sejumlah keganjilan berkaitan dengan kebijakan BBM diperlihatkan langsung oleh pemerintah.
Achmad membaginya dalam tiga indikator kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam hal BBM.
Pertama, Anomali 1 yang ditetapkan pada tanggal 1 April 2016, saat minyak dunia naik, BBM Indonesia justru turun. Saat itu BBM dijual dengan harga Rp 6.450 dari sebelumnya Rp 6.950.
Kedua, Aneh 1 yang ditetapkan padal 24 Maret 2018 ketika minyak dunia turun, BBM Indonesia justru naik. Merupakan hari pertama Pertalite mulai diperkenalkan pemerintah dengan harga jual naik dari Rp 7.600 jadi Rp 7.800.
Ketiga, Aneh ke-2 yang ditetapkan pada 3 September 2022 kemarin, ketika minyak dunia turun, pemerintah justru menaikkan BBM. Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000.
Achmad lantas mempertanyakan motif dari kenaikan BBM.
“Jangan-jangan BBM ini bukan untuk rakyat kenaikannya,” tandasnya.