(IslamToday.id) — Banyak orang mengenal Samudra Pasai sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di Nusantara. Banyak yang menelisik sejarah kesultanan ini dari Hikayat Raja-raja Pasai. Namun proses Islamisasi yang diceritakan dalam Hikayat sangat minim baik dari sisi ruang gerak maupun peran pelakunya.
Untungnya, nisan yang berdiri diatas makam yang ditemukan di Gampong Beurigen, Samudra, Aceh memberikan gambaran yang cukup jelas tentang sosok Sultan Malik Ash-Saleh selama memimpin negeri tersebut.
“Pendiri kerajaan Samudera Pasai adalah Malik Al Saleh. Inskripsi pada nisan raja Samudera Pasai itu dengan terang mengabarkan bahwa Raja Al Muakkab Sultan Malik Al Saleh wafat pada 696 Hijriyah,” jelas Kemnet W. Morgan dalam karyanya Islam Jalan Lurus.
Pada makam AI-MaIik Ash-Shalih, seperti telah disebutkan, terdapat inskripsi pada sisi muka nisan sebelah kaki atau selatan, yang teksnya demikian:
(Inilah kubur orang yang dirahmati lagi diampuni, orang yang bertaqwa (takut kepada murka dan azab Allah) lagi pemberi nasehat, orang yang berasal dari keluarga terhormat dan dari silsilah keturunan terkenal lagi pemurah (penyantun), orang yang kuat beribadah (’abid) Iagi pembebas, orang yang digelar [dengan] Sultan Al Malik Ash-Shalih, yang berpindah [ke rahmatullah] sejak bulan Ramadhan tahun 696 dari hijrah Nabi [SAW].
Semoga Allah menyiramkan [rahmat-Nya] ke atas pusaranya serta menjadikan syurga tempat kediamannya dengan kehormatan [kalimat] La ilaha iIIa-Llah Muhammadun Rasulullah (Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah.)
Kalimat-kalimat ini tersusun rapi, lancar, tidak dibuat-buat. Diucapkan seolah tanpa dipikir-pikir, lahir begitu saja secara spontanitas seakan ada satu dorongan kuat yang mendesaknya keluar secara tiba-tiba, yakni satu pengakuan batin bahwa orang ini amat pantas dikenang, diingat serta diteladani.
Pada nisan tersebut tertulis bahwa ia berasal dari keluarga terhormat dan dari silsilah keturunan terkenal lagi pemurah (penyantun).
Meurah Silo Al Malik Al Saleh adalah anak Mahdum Abdullah (Meurah Seulangan/Meurah Jaga) anak Mahdum Ibrahim anak Mahdum Malik Mesir (Meurah Mersa/Toe Mersa) anak Makhdum Malik Ishak (Meurah Ishak) anak Sultan Makhdum Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (Sultan Kerajaan Perlak) yang memerintah pada 365-402 H.
Silsihah Meurah Silo menunjukkan dengan jelas bawa ia keturunan raja Islam Perlak. Bukan seorang yang beragama hindu kemudian di-islamkan oleh Syekh Ismail sebagaimana cerita-cerita dongeng yang termasyhur.
Di era Malik Ash Saleh Samudera Pasai tumbuh sebagai suatu negeri yang masyarakat Islam yang makmur. Sektor pertanian, perdagangan, pertukaran hingga susunan pemerintahan ditata dan diatur sedemikian rupa agar penuh kemaslahatan.
Tidak heran jika, pengembara muslim Ibnu Batutah mengagumi kepribadian dan kecakapan Sang Sultan dan negeri yang dipimpinnya itu. Dalam cacatannya, ia menuliskan bahwa, Sultan Malik Ash Salih adalah raja sekaligus fuqaha yang mahir tentang hukum Islam.
Sultan Malik Ash Saleh mempunyai semangat yang kuat dalam penyebaran Islam. Tidak heran jika sebutan ‘al fatih’ turut lekat pada gelarnya. Dengan posisinya sebagai Sultan, ia memainkan peranan penting dalam dakwah. Semangat ini pulalah yang juga berhasil diwariskan kepada para penerusnya, sebelum ia wafat pada 696 Hijriyah silam.
Luasnya pengaruh kekuasaan Samudera Pasai sangat penting bagi perkembangan dakwah Islam. Kekuasaannya yang menyeberangi selat Malaka hingga ke pusat perniagaan penting di Utara Semenanjung Tanah Melayu.
Dengan pengaruh itulah Samudera Pasai mengantarkan para pendakwah ke Semenanjung Tanah Melayu sampai ke daerah pedalaman hingga bekerjasama dengan pendakwah Islam lainnya. termasuk meluaskan perkembangan dakwah Islam di Trenggano.
“Sebagaimana yang telah terukir dengan tulisan jawi di batu bersurat Trenggano yang bertarikh 1326 M,” terang Prof. A. Hasmy dalam Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia.
Masa pemerintahan Malik Ash Saleh merupakan masa kebanggaan dan keemasan kerajaan Samudera Pasai. Pemerintahan tidak hanya berorientasi pada perluasan wilayah. Tujuan pembebasan negeri-negeri dilakukan untuk memperluas dakwah Islam.
Begitulah kisah dari sepenggal nisan tua yang mengabarkan sosok Sultan Malik Ash Saleh. Kepemimpinannya menjadi cermin kehidupan bernegara yang disandarkan pada ajaran Islam, dan mampu mewujudkan kehidupan yang makmur bagi rakyatnya.
Penulis: Arief Setiyanto
Editor: Tori Nuariza