(IslamToday.id) — Kesultanan Ternate adalah salah satu kerajaan Islam yang terletak di kawasan Indonesia Timur dan sejak abad 13 M telah termahsyur sebagai kawasan penghasil rempah-rempah. Namun demikian, sejak kedatangan Portugis pada tahun 1512 M, keadaan Kesultanan Ternate senantiasa terus mengalami pergolakan politik akibat manuver dan skenario campur tangan Portugis di wilayah itu. Adapun latar belakang Portugis selalu menjadi penyebab dari adanya konflik ini tak lain karena kepentingan monopoli dagang dan kebencian mereka terhadap orang Islam (bangsa Moor).
Di awal mereka senantiasa bersifat manis dan selalu menawarkan sebuah kontra kerjasama dengan nilai yang cukup menggiurkan bagi penguasa lokal. Selanjutnya, setelah posisi mereka semakin kuat, dan penguasa lokal sudah bergantung kepada sistem dagang yang mereka jalankan, maka langkah selanjutnya adalah membangun basis militer dan pertahanan. Benteng-benteng mulai didirikan dan menjadi wilayah esklusif bagi komunitas mereka. Setelah sektor ekonomi dan militer dikuasai, berikutnya Portugis tak lagi menahan diri untuk turut campur dalam urusan pemerintahan dalam negeri dengan senantiasa mendukung kelompok yang menguntungkan bagi mereka dalam setiap suksesi kepemimpinan, sehingga lama-kelamaan bahkan Portugis memiliki wewenang untuk melengserkan dan mengangkat Sultan. Pola kehidupan politik kepemimpinan tersebut terus berlanjut hingga puncaknya terlihat pada masa pemerintahan Sultan Khairun Jamil.
Sultan Khairul Jamil adalah Sultan ke-23 dalam urutan raja-raja yang pernah memimpin Kesultanan Ternate. Ia lahir dari salah satu istri Sultan Bayanullah yang berasal dari Jawa pada tahun 1522. Sultan Khairun naik tahta pada tahun 1535 M, menggantikan Sultan Tabariji yang dilengserkan oleh Portugis karena dianggap membangkang. Karena tergolong masih sangat muda, banyak pihak yang meremehkan dirinya, tak terkecuali pihak VOC yang sejak dari awal menginginkan seorang pemimpin Ternate yang lemah agar mereka dapat dikendalikan sesuka hati. Dalam catatan Valentijn, Sultan Khairun digambarkan sebagai seorang pelaksana pemerintahan yang bijaksana, seorang prajurit pemberani, seorang yang sangat hati-hati dalam menjalankan hukum dan seorang pembela akidah Islam yang amat kuat.
Pada saat naiknya Sultan Khairun Jamil menjadi Sultan, di sisi lain yang menjadi kepala perwakilan Portugis di wilayah Ternate adalah Gubernur Ataide. Orang ini dikenal dengan wataknya yang sangat buruk, suka bertindak secara kejam dan tirani. Ataide bahkan sering menyita kekayaan toko-tokoh bangsawan Ternate yang terkena pasal makar seperti Nyai Cili Nukila dan Kuliba (Paman Sultan Bayanullah yang menjemput Francisci Serrao di Ambon) untuk kepentingan dirinya sendiri. Bagi kalangan petani maupun rakyat biasa, Ataide juga dikenal sangat semena-mena. Salah satu contohnya adalah jika pasukannya mengalami kekurangan makanan. Ia sering mengirimkan pasukannya untuk merampas makanan rakyat Ternate. Masyarakat yang dirampas sumber makanannya pun tak mampu berbuat banyak, karena tentara portugis tak segan-segan melukai mereka bahkan sampai dengan membunuh.
Belum lama Sultan Kairun menjabat sebagai kepala negara, kabar tak sedap tiba-tiba datang dari Portugis yang telah mampu memurtadkan Sultan Tabariji. Bahwasanya dengan Sultan Tabariji yang telah berpindah agama, akan kembali berkuasa di wilayah Ternate bahkan Kesultanan Ternate secara sepihak telah diumumkan menjadi Kerajaan Kristen bagian dari Kerajaan Portugis di Eropa. Selain hal tersebut, syarat pengembalian kekuasaan Kerajaan Ternate kepada Tabariji adalah dengan menyerahkan daerah Ambon, Seram, Buru dan pulau-pulau kecil di sekitarnya mutlak berada dalam kekuasaan Portugis.
Mendengar hal itu, tentu saja tak hanya kalangan elit Kesultanan yang marah, hampir seluruh masyarakat di kawasan Ternate pun lantang menolaknya. Bahkan, entah dengan alasan apa, pada tahun 1544 Sultan Khairun malah ditangkap Portugis dan dibawa ke Malaka untuk diadili. Namun demikian keributan politik ini nampaknya tidak lantas menimbulkan letupan besar. Pasalnya, Tabariji yang sudah berganti nama menjadi Don Imanuel/Don Manuel ternyata meninggal dalam perjalanan dari India menuju Ternate. Dengan adanya kejadian tersebut, membuat Sultan Khairun berkeras hati tidak langsung kembali menuju Ternate, Ia meminta kepada Portugis untuk melanjutkan perjalanan ke daerah Goa, India untuk menemui perwakilan Portugis yang lebih tinggi dan meminta kejelasan status hukumnya.
Sesampainya di Goa, Sultan Khairun berhasil menemui Raja Muda perwakilan Portugis. Secara umum, pihak Portugis tidak mampu membuktikan apapun atas tuduhan kepada Sultan Khairun. Alhasil, Sultan Khairun dibebaskan dari segala macam hukuman dan tetap berada di posisinya selaku pimpinan tertinggi. Sekembalinya Sultan Khairun dari Goa ke Ternate pada bulan Oktober 1546, melalui perwakilan Portugis bernama Bernaldin de Sousa mengumumkan bahwa dirinya datang ke Ternate untuk menggantikan Gubernur Ataide sekaligus menyerahkannya kepada pengadilan di India untuk mendapat pproses hukum. Dan secara resmi Sultan Khairun kembali diangkat menjadi Raja Ternate.
Setelah dilantik kembali menjadi Sultan Ternate, Sultan Khairun kembali melanjutkan pemerintahannya. Kebijakan pertama yang diambil adalah mencabut kembali pernyataan yang pernah dibuat oleh Tabariji terhadap Raja Muda Portugis. Sultan Khairun menyatakan bahwa Ambon, Buru, Seram, dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya adalah bagian dari wilayah Kesultanan Ternate. Sultan Khairun juga menyatakan bahwa Ternate bukanlah bagian dari Kerajaan Kristen Portugal. Pernyataan Sultan Khairun ini memberikan rasa lega bagi sultan-sultan Maluku lainnya.
Pada tahun 1555, Gubernur Portugis di Ternate dijabat oleh Don Duarte de Eca. Masalah pun kembali muncul, akibat karakter Gubernur yang serakah, banyak kebijakan-kebijakan yang ditentang Sultan Khairun terutama dalam urusan perdagangan komuditas rempah. Dari perselisihan itu, Sultan Khairun malah ditangkap bersama istri dan anaknya. Alhasil hal ini membuat marah penduduk Ternate hingga mengakibatkan pertumpahan darah dan memakan korban salah satu pejabat Portugis di Ternate. Melihat gelagat itu, pihak Portugis mengambil tindakan cepat dengan menangkap Duarte de Eca, lalu membebaskan kembali Sultan Khairun bersama keluarganya.
Penulis: Muh Sidiq HM
Editor: Tori Nuariza
Sumber: Jurnal Ilmiah : Darmawijaya dengan judul Tafsir Islami atas Perjuangan Sultan Khairun dalam Melawan Portugis di Kawasan Maluku Utara. (Sebuah Analisis Berdasarkan Teori Islam dan Teori Politik Kolonial Niccolo Machiavelli)
K. Subroto, Pengepungan Benteng Portugis, Kekalahan Super Power Portugis Oleh Jihad Baabullah Di Ternate. Syamina Edisi 10 Juli 2016