(IslamToday.id) — Lama bersinggungan dengan Portugis membuat Sultan Khairun menjadi lebih paham dengan karakter asli bangsa penjajah tersebut. Setelah pembebasannya dari penangkapan yang kedua, Sultan Khairun baru menyadari, bahwa Portugis memang tidak punya itikad baik untuk membangun hubungan yang lebih manusiawi. Sejak saat itu, pandangan Sultan Khairun berubah sekali terhadap Portugis, termasuk dengan Misi Kristen Jesuit yang dibawa oleh para misionaris Portugis. Sultan Khairun mulai menjaga jarak dengan Portugis dalam pergaulan sehari-harinya. Sultan Khairun mulai kelihatan tertutup dengan orang-orang Portugis.
Kebijakan-kebijakan yang selanjutnya diambil, juga semakin menunjukkan independensi Ternate atas kekuasaan Portugis. Beberapa diantaranya adalah perlawanan dan penolakan terhadap kontrak-kontrak perdagangan yang bersifat monopoli oleh Porttugis. Kebijakan yang lain adalah dengan melawan misi evangelisasi. Diketahui bahwa di kawasan Moro telah dimurtadkan lebih dari 35.000 orang muslim oleh para misionaris Jesuit. Sementara para penguasa lokal semakin merasa terganggu. Dari sini Sultan Khairun terus memantau perkembangan mereka dan berusaha menahan gesekan yang terjadi sembari terus mengingatkan kepada para Jesuit agar menjaga dan menghormati keyakinan orang-orang Moro dan tidak terlalu agresif dalam melakuan penginjilan. Namun yang terjadi di lapangan agak berbeda, gesekan-gesekan di kalangan bawah mulai sering terjadi tanpa tahu siapa dibalik komandonya.
Pada bulan Mei 1565, pimpinan Portugis di Goa menerima laporan bahwa Misi Kisten Jesuit di wilayah Moro akhir-akhir ini sering mengalami gangguan, karena di serang oleh orang- orang Islam lokal. Kembali tanpa alasan yang jelas, Lopes de Masquita selaku Gubernur Portugis yang menjabat di kawasan Ternate saat itu malah menuduh bahwa Sultan Khairun adalah orang yang paling bertanggungjawab atas bergolaknya Moro. Pimpinan Portugis di Goa pun merespon dengan mengirimkan armada militer sebanyak 12 kapal, yang membawa 500 orang serdadu. Armada Portugis ini dipimpin oleh Marramaque dan tiba di Moro pada akhir 1569.
Sultan Khairun menyikapi kedatangan armada Portugis ini dengan sangat hati-hati. Dia memutuskan untuk mengirim anaknya Pangeran Baabullah dengan membawa pasukan ke wilayah Moro untuk melindungi rakyat setempat sekaligus memantau kegiatan armada Portugis yang baru tiba dari Goa. Kecurigaan Sultan Khairun cukup terbukti. Kehadiran armada Portugis di wilayah Moro bukan hanya sekedar menjaga Misi Kristen Jesuit, akan tetapi juga merupakan kegiatan dalam upaya menguatkan kedudukan Portugis di wilayah Moro. Portugis akan berusaha menguasai wilayah Maluku, termasuk Kesultanan Ternate, dengan menjadikan wilayah Moro sebagai basis kekuatannya.
Pasukan Portugis terus didesak oleh pasukan Pangeran Baabullah hingga terpojok ke daerah Ambon. Namun pertempuran antar pasukan tidak terjadi, karena Sultan Khairun tidak ingin ada pertempuran yang sia-sia. Ia tahu bahwa kekacauan ini hanyalah propaganda sesat orang-orang Portugis untuk menarik simpati orang-orang Kristen di daerah agar terprovokasi dan mau terlibat dalam bentrokan fisik yang lebih besar. Justru kepada para Misionaris Kristen Jesuit, Sultan Khairun memberikan jaminan, bahwa orang Kristen aman berada di bawah kepemimpinannya tidak akan diganggu. Setelah mendapat jaminan dari Sultan Khairun, para Misionaris Kristen Jesuit di Ternate membatalkan niat awalnya untuk melakukan evakuasi terhadap para Misionaris Kristen Jesuit yang ada di Moro.
Kebaikan hati Sultan Khairun ini nampaknya tak menjadikan Portugis mengubah sikapnya yang keji. Lopes de Masquita yang sedari awal memang menginginkan kekuasaan penuh di Ternate sengaja menyusun siasat licik yang sangat tidak manusiawi. Sebagai seorang gubernur, ia paham betul tidak akan memperoleh kemenangan apabila melakukan bentrokan fisik langsung melawan pasukan Ternate. Alhasil Lopes de Masquita menyiapkan skenario jahatnya dengan menawarkan perdamaian kepada Sultan Khairun berkaitan dengan masalah Moro.
Mengingat sifat Sultan Khairun yang lunak, penawaran damai tersebut diterima pihak Ternate. Keduanya bertemu di Benteng Kastela pada bulan Februari 1570 Masehi. Dengan sangat meyakinkan Lopes de Masquita bersumpah dibawah kitab sucinya Injil untuk senantiasa mematuhi kesepakatan yang ditentukan. Tanpa pikir panjang, Sultan Khairun pun menerima kesepakatan tersebut bahkan menyanggupi untuk datang ke undangan jamuan Gubernur Lopes pada 28 Februari 1570 M.
Mengingat tabiat buruk pejabat-pejabat Portugis terhadap para Sultan Ternate, beberapa penasehat Sultan Khairun telah mengingatkan untuk tidak datang pada jamuan tersebut. Apalagi diketahui syarat kedatangan Sultan harus datang seorang diri dan tidak boleh membawa pengawal. Tetapi, Sultan Khairun tetap berbaik sangka karena Ia menganggap sumpah dengan kitab suci tidak mungkin dilanggar. Malang pun tak dapat dielakan, setelah sampai di dalam benteng, Sultan Khairun dibunuh secara keji oleh Sersan Antonio Pimental. Beberapa sumber menyenbutkan bahwa Sultan Khairun dibunuh dengan ditusuk keris beberapa kali, kemudian jenazahnya dimutilasi dan dibuang kelaut untuk mengintimidasi rakyat Ternate. Portugis berharap, dengan adanya kejadian ini mereka dapat memanfaatkan kekosongan kekuasaan Kesultanan Ternate untuk mengambil alih kekuasaan penuh di kawasan Maluku.
Mengetahui hal itu, justru rakyat Ternate tetap tidak kehilangan kendali dan tidak menjadi gentar. Dalam keadaan genting tersebut mereka mampu berfikir secara rasional dan tidak jatuh dalam perpecahan. Justru dengan terbunuhnya Sultan Khairun di tangan Portugis, semangat persatuan semakin nampak diantara pengusa-penguasa lokal di kawasan kepulauan Maluku. Adalah Pangeran Baabullah Datuk Syah yang sedari awal telah ditunjuk Sultan Khairun untuk memimpin pasukan tempur Kesultanan Ternate mampu tampil sebagai sosok kuat untuk mengambil alih kendali. Secara aklamasi Pangeran Baabullah ditunjuk menggantikan ayahandanya sebagai Sultan dan melanjutkan perlawanan terhadap Portugis sampai terusir dari wilayah Kesultanan Ternate.
Penulis: Muh Sidiq HM
Editor: Tori Nuariza
Sumber: Jurnal Ilmiah : Darmawijaya dengan judul Tafsir Islami atas Perjuangan Sultan Khairun dalam Melawan Portugis di Kawasan Maluku Utara. (Sebuah Analisis Berdasarkan Teori Islam dan Teori Politik Kolonial Niccolo Machiavelli)
K. Subroto, Pengepungan Benteng Portugis, Kekalahan Super Power Portugis Oleh Jihad Baabullah Di Ternate. Syamina Edisi 10 Juli 2016