“Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya.” (Nabi Muhammad SAW)
(IslamToday ID) — Ibrah menurut Muhsin Mahdi dalam karyanya Ibn Khaldun’s Philosophy of History ialah kata yang biasa digunakan oleh Ibnu Khaldun untuk menjelaskan tentang hikmah, pepatah, suri tauladan hingga pelajaran.
Salah satu pelajaran sejarah penting yang pernah terjadi dan melanda umat Islam adalah munculnya wabah penyakit yang sangat mematikan. Salah satu peristiwa wabah mematikan ialah wabah Tho’un Amawas yang terjadi pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab pada tahun 17 Hijriah.
Tho’un Amawas mewabah di daerah Amawas, terletak di sebelah Barat Yerusalem, Palestina. Menurut Muhammad Husain Haekal dalam biografi Umar bin Khattab wabah ini melanda hingga Suriah, dan Irak dan menewaskan 25.000 jiwa. Diantara 25.000 orang yang menjadi korban terdapat beberapa figur-figur muslim seperti Abu Ubaidah bin Jarrah, Muaz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Haris bin Hisyam, Suhail bin Amr dan Utbah bin Suhail.
Wabah Tho’un Amawas ini turut membuat Jenderal Khalid bin Walid, seorang jenderal yang mendapatkan julukan pedang Allah yang terhunus, menghembuskan nafas terakhirnya. Khalid beserta 40 orang anaknya meninggal dunia setelah terjangkit penyakit ini. Akibatnya pada masa itu kepanikan massal juga terjadi dan melanda umat Islam apalagi tingkat penularannya sangat cepat. Karena pasukan pertahanan umat Islam di Suriah menjadi lemah.
Pada saat yang sama Khalifah Umar bin Khattab sedang melakukan perjalanan menuju ke Suriah. Khalifah Umar pun mendengar bahaya dari wabah tersebut. Umar lantas mengadakan musyawarah dengan para sahabat dari kalangan pemimpin pasukan militer yang ikut bersamanya yaitu Abu Ubaidah bin Jarrah, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil bin Hasanah.
Pesan Nabi Ketika Wabah Melanda
Umar bin Khatab saat itu menyerukan kepada seluruh pasukannya untuk kembali ke Kota Madinah. Namun, dari para pasukan itu ada yang tidak bersepakat dengan Umar bin Khattab, dialah Abu Ubaidah. Sebagai seorang pemimpin militer dia ingin mendampingi pasukan muslim yang masih berada di Suriah. Akibatnya terjadilah perdebatan diantara kedua pemimpin itu, hingga datanglah Abdurrahman bin Auf melerai keduanya.
Saat itu, Abdurahman bin Auf menyampaikan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tentang wabah yang membahayakan itu. Ada pun pesan Nabi yang dimaksud adalah “Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya.”
Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Abdurahman bin Auf, keduanya pun memilih untuk tetap menjalankan apa yang sudah menjadi pilihan masing-masing. Khalifah Umar kembali ke kota Madinah, sementara Abu Ubaidah memilih melanjutkan perjalanan ke Suriah mendampingi pasukannya. Meskipun demikian Khalifah Umar tetap membujuk Abu Ubaidah untuk datang menemuinya di Madinah. Bahkan Khalifah Umar mengirimkan surat hingga dua kali, dalam surat terakhir dia meminta pasukan muslimin mengungsi ke tempat yang lebih tandus dan tinggi.
Namun belum selesai intruksi tersebut, Abu Ubaidah meninggal dunia akibat terkena wabah Amawas. Setelah itu kepemimpinan kaum muslimin di Suriah dipimpin oleh Muaz bin Jabal. Hingga akhirnya Muaz bin Jabal pun wafat akibat wabah tersebut. Segera Amr bin Ash memimpin kaum muslimin di Suriah. Dia menyerukan agar kaum muslimin yang masih ada untuk segera berlindung dari penyakit ini dengan berpindah ke bukit-bukit. Mereka mengungsi di bukit-bukit hingga wabah penyakit ini sirna dari wilayah tersebut.
Setelah situasi kembali kondusif Amr bin Ash mengirim surat kepada Khalifah Umar. Amirul Mukminin mengapresiasi keputusan Amr bin Ash yang segera mengambil kepemimpinan di Suriah, sekaligus melaksanakan amanahnya kepada Abu Ubaidah dalam suratnya dulu. Khalifah Umar pun segera datang ke Suriah untuk menentukan pemimpin kaum muslimin di Suriah, sekaligus memulihkan situasi sosial di Suriah pasca wabah Amawas melanda kawasan tersebut.
Wabah Amawas menurut Muhammad Husain Haikal menarik perhatian sejumlah sejarawan dari dulu hingga saat ini. Para penulis terdahulu berpendapat wabah Amawas salah satu bentuk murka Allah kepada warga Suriah. Sebelum wabah itu melanda Abu Ubaidah pernah melaporkan kebiasaan buruk warga Suriah yang gemar minum-minuman ‘Khamr’.
Mendengar laporan tersebut Khalifah Umar meminta agar mereka yang gemar minum segera dihukum cambuk sebanyak 80 kali. Sebelum wabah itu melanda, Abu Ubaidah mengumumkan surat balasan khalifah yang isinya “Wahai penduduk Syam, akan terjadi sesuatu terhadap kamu sekalian”.
Berbagai Tho’un Sejak 49 Hingga 131 H
Wabah Tho’un yang melanda umat Islam tidak hanya berlangsung satu kali. Tho’un kedua dan ketiga terjadi di tahun 49 H dan Tahun 53 H di kota Kufah. Selain kota Kufah wabah Tho’un pernah melanda di kota Bashra pada tahun 69 H. Oleh para ulama wabah ini diberi nama Tho’un Jarif karena mampu menyapu manusia sebagaimana terjadinya banjir bandang yang menyapu bersih tanah. Menurut Ibnu Katsir, wabah ini menewaskan penduduk Bashra sebanyak 70.000 orang pada hari pertama, hari kedua dan ketiga ada 70.000 serta 73.000 orang meninggal. Di hari keempat seakan-akan semua penduduk telah meninggal semua dan hanya tersisa sedikit yang masih hidup.
Berikutnya pada tahun 87 H di Kota Bashra terjadi wabah Tho’un al-Fatayat, karena pada saat wabah ini muncul, mayoritas korbanya yang meninggal dunia adalah para gadis. Setelah wabah Tho’un al-Fatayat selesai, muncullah wabah Tho’un al-Asyraf yang menewaskan orang-orang dari kalangan terhormat.
Selain Bashra Kota Syam juga pernah dilanda wabah yang mematikan ini, tepatnya pada tahun 100 H muncul Tho’un ‘Ady bin Arthah yang muncul kembali pada tahun 107 H dan 115 H. Puncaknya pada tahun 127 H muncullah Tho’un Ghu’rab, yang berarti masa-masa ujian keimanan umat Islam benar-benar diuji.
Mengingat tahun demi tahun mereka dilanda wabah penyakit yang mematikan ini. Tidak hanya sampai di situ penduduk Bashra kembali diuji tepatnya pada tahun 131 H dengan munculnya wabah Tho’un Muslim bin Quthaibah yang melanda sejak bulan Rajab, Syaban, Ramadhan dan baru berkurang pada bulan Syawal. Sebanyak 1.000 orang di Bashra pun meninggal setiap harinya selama wabah ini melanda.
Penulis: Kukuh Subekti / Editor: Tori Nuariza