IslamToday ID — Ilmu Kedokteran termasuk ilmu yang mengalami perkembangan pesat setelah kaum muslimin turut ambil bagian di dalamnya. Sumbangsih kaum muslimin merupakan hal yang cemerlang bagi peradaban manusia. Bahkan, seorang ilmuwan Perancis Gustave Le Bon melalui bukunya yang berjudul Arab Civilization, seperti yang dikutip oleh Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya “Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia”, mengatakan seandainya negara Perancis dikuasai oleh kaum muslimin niscaya akan menjadi seperti Cordoba di Spanyol yang merupakan kota Islam.
Lebih lanjut Raghib As-Sirjani menuturkan kekaguman Gustave Le Bon terhadap kehebatan peradaban ilmiah dalam Islam. Ia pun mengutip ucapan Gustave “Sesungguhnya bangsa Eropa hanyalah sebuah kota bagi negeri Arab (kaum muslimin) dengan kehebatan peradabannya.”
Begitu kagumnya Gustave Le Bon akan kemajuan para ilmuwan muslim di bidang kedokteran, turut diungkapkannya dalam pernyataannya di Buku ‘Arab Civilization’ halaman 591, yakni
“Penemuan teori Pembedahan dengan menciptakan dan menggunakan suntik dan alat bedah oleh ilmuwan Islam Abu Qasim Al Zahrawi/Al-Zahrawi (936 M-1013 M) merupakan temuan paling penting khususnya jika di nisbatkan kepada mereka yang meneliti bidang pembedahan di Eropa pada abad ke-16 M. Seorang pakar ilmuwan besar di bidang Anatomi tubuh Hallery mengatakan “Seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan (buku) Al-Zahrawi”, tulis Gustave Le Bon.
Kemajuan peradaban ilmiah umat Islam menurut Prof. Raghib terletak adanya fakta bahwa ilmu kedokteran Islam tidak berhenti pada kegiatan mendiagnosa, mengobati penyakit lalu selesai. Peradaban ilmiah yang dilakukan oleh kaum muslimin selalu dibarengi dengan metode eksperimen yang sangat berpengaruh pada praktik kedokteran dan ilmu kesehatan. Seperti pemeliharaan, perawatan dan pengobatan, atau meringankan dan memberikan obat-obatan, serta menjauhkan manusia dari pola hidup yang buruk dengan melaksanakan anjuran kedokteran.
“Di antara kehebatan peran umat Islam dalam dunia kedokteran dapat dilihat dari orang-orang jenius di bidang kedokteran yang sangat jarang. Mereka dengan izin Allah memberikan kontribusi besar dalam memutar perjalanan kedokteran menuju ke arah lain, mengikuti arah perjalanan pergerakan generasi kedokteran sampai hari ini,” ujar Raghib dalam tulisannya.
Orang-orang Arab jahiliyah ketika Islam datang sebenarnya sudah mengenal ilmu kesehatan yakni dengan adanya tabib. Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Usamah bin Syarik bersabda:
“Berobatlah, karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali membuat obatnya. Kecuali satu penyakit, tua!”, HR. Abu Dawud dalam Kitab At-Tib, Bab fi Ar-Rajul Yatadawi.
Raghib juga menjelaskan bahwa Rasulullah bahkan telah berobat dengan madu dan kurma serta ilalang alami, yang kemudian dikenal dengan Tibbun Nabawi (pengobatan nabi). Namun, kaum muslimin tidak hanya berhenti pada pengobatan Nabawi mereka juga mempelajari ilmu kedokteran yang sudah dimiliki oleh umat-umat lain. Mereka mencari segala hikmah dimana saja mereka berada.
“Demikianlah kita melihat kaum muslimin mengambil pengetahuan kedokteran dari Yunani, di samping negeri-negeri Islam sendiri yang ditaklukan. Hal ini ditetapkan sebagai peristiwa paling besar sepanjang sejarah Bani Umayyah,” ungkapnya.
Perkembangan Dunia Kedokteran
Selain Prof. Raghib, seorang ilmuwan Dr. Ezzat Abouleish MD dalam bukunya yang berjudul Contributions of Islam to Medicine juga menjelaskan tentang peran peradaban Islam dalam memajukan dunia kedokteran. Dalam buku tersebut dia mengatakan bahwa “Ilmu kedokteran tidak lahir dalam waktu semalam.” Tapi memiliki sejarah panjang yang dihasilkan oleh para pendahulu, hingga hasilnya dapat dilihat saat ini.
Menurutnya awal mula perkembangan dunia kedokteran dimulai dari bangsa Yunani dan bangsa-bangsa yang lahir sejaman dengannya. Dalam dunia kedokteran Islam perkembangan awalnya dimulai dengan aktivitas penerjemahan literatur dari Yunani dan Syiria yang kemudian dialihbahasakan ke dalam bahasa Arab. Peristiwa ini terjadi pada abad ke-7 dan 8. Salah satu khalifah bani Umayyah yang memerintahkan penerjemahan dari bahasa Syiria ke bahasa Arab adalah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berkuasa pada tahun 717-720M.
Proses alih bahasa meningkat sangat pesat pada masa dinasti Abbasiyah, yakni pada masa Khalifah Al-Ma’mun ia berkuasa dari tahun 813-833M. Sebelumnya pada masa Khalifah Harun al-Rasyid (786-803M) juga sudah terjadi penerjemahan teks medis tradisional India ke dalam bahasa Arab. Para dokter dari Kristen sekte Nestorian, Kota Gundeshapur (saat ini dikenal dengan Iran Barat-RED).
Mereka bekerja secara profesional kepada khalifah. Dua orang yang ternama dari kalangan non muslim tersebut adalah Yuhanna ibn Masawayah (777-857M) dan Hunain ibn Ishak (808-873). Hunain bahkan memiliki karya-karya orisinil berbahasa Arab seperti al-Masail fi al-Tibb lil-Mutaalimin (masalah kedokteran bagi para pelajar), dan al-Asyr Maqalat fi al-Ayn (sepuluh risalah tentang mata).
Sementara itu dari kalangan muslim ada sosok Ali ibn Sahl Rabban al-Tahari (783-858M). Ia menuliskan sebuah karya yang berjudul Firdaws al-Hikmah. Kitab ini merupakan Ensiklopedia Kedokteran pertama dan terlengkap yang terdiri atas tujuh volume dengan 30 bagian dan memiliki sub bab sebanyak 360 buah. Kitab inilah yang kelak menginspirasi muridnya al-Razi membuka ruang psikiatri di sebuah Rumah Sakit di Kota Baghdad.
Era Kejayaan Kedokteran Islam
Jika pada abad-abad awal dunia kedokteran Islam tengah disibukan dengan tradisi penerjemahan kitab bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Kemajuan dunia kedokteran Islam di abad ke-9 dan ke-13 menunjukan proses transfer keilmuwan yang telah berhasil dilakukan bahkan dikembangkan oleh umat Islam. Rumah sakit atau bimaristan telah berdiri dan menyebar di kawasan negeri-negeri muslim.
Rumah sakit-rumah sakit yang ada bahkan tidak hanya berdiri sebagai tempat untuk perawatan pasien namun juga sebagai tempat pendidikan para calon dokter. Yang terkenal adalah Bimaristan al-Nuri, yang didirikan oleh Sultan Zangid Nur Al Din Zangi pada tahun 1154 M. Bangunan ini kembali direnovasi pada tahun 1242 M oleh seorang dokter yang bernama Badr al-Din.
Rumah sakit berkapasitas 1.300 ranjang pasien tersebut berhasil meluluskan seorang Ibn al-Nafis. Seseorang jenius yang oleh dunia kedokteran diberi gelar ‘Bapak Fisiologi’. Karena ia berhasil merumuskan yang dasar-dasar sirkulasi lewat temuannya tentang sirkulasi dalam paru-paru, sirkulasi jantung, dan kapiler.
Wajar bila kemudian Dr. Ezzat Abouleish MD mengatakan “Islam banyak memberi kontribusi pada pengembangan ilmu kedokteran”.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza