IslamToday ID — Dewan Anugerah pertama kali didirikan pada masa Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab. Tujuannya adalah untuk memastikan data terpadu milik para pejuang Islam. Data tersebut terdiri atas jumlah penerima, nama serta alamat tempat tinggal pejuang. Mirip seperti data bantuan sosial atau subsidi bantuan langsung tunai (BLT) saat ini, yang harus sesuai dengan by name by adress. Yang membedakan adalah yang berhak menerima bansos atau subsidi.
Dewan Anugerah pada masa Umar fokus pada penetapan subsidi yang berhak diterima oleh para pejuang, menentukan pula besaran gaji masing-masing dan waktu pembagiannya. Pemberian subsidi ini untuk meringankan beban para pejuang dalam mengurus keluarganya, orang tuanya dan penghidupannya.
“Setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia, maka Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah umat Islam. Ia merupakan seorang pemimpin yang memiliki strategi khusus dalam mengelola pemerintahan, terutama dalam bidang keuangan. Untuk itulah ia mendirikan Dewan Anugerah,” kata Prof. Raghib As-Sirjani melalui karyanya berjudul Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.
Menurut Prof. Raghib ide awal pembuatan dewan ini adalah karena melimpahnya kekayaan negara baik berupa harta maupun tanah. Umar pun mencari mekanisme terbaik untuk membagi harta ini kepada warganya. Jika di masa Abu Bakar pembagian harta dipukul rata, semenjak masa Umar pembagian harta dibagikan berdasarkan golongan tertentu.
Untuk menjelaskan strategi Umar, Prof. Raghib mengutip dari Tarikh An-Nuzhum wa Al-Hadharah Al-Islamiyah, karya Fathiyah An-Nabrawi. Fathiyah menjelaskan bahwa prinsip yang diterapkan oleh Umar Bin Khattab dalam pemberian subsidi mempertimbangkan beberapa aspek. Aspek tersebut meliputi sejauh mana kedekatan nasab mereka dengan nasab Rasulullah, keutamaan dalam masuk Islam dan jihad, mengutamakan ahli perang yang lebih berani dan memiliki strategi pertempuran, dan jarak jauh dekat mereka dengan jarak musuh.
Melihat aspek-aspek yang ditetapkan oleh Umar tentu dibutuhkan dewan khusus untuk mengatur pembagian. Pembentukan dewan ini menjadi sebuah bukti konkret bahwa peradaban Islam mengikuti prinsip keteraturan sejak awal kedatangannya. Bahkan selalu mengikuti standar-standar terukur yang sesuai dengan masalah tersebut. Lembaga subsidi ini sejak awal merupakan lembaga yang sistematis dan dan terperinci.
“Bahkan Umar bin Khattab tidak mengecualikan seorang pun dalam pemberian subsidi, termasuk kepada bayi-bayi yang baru lahir masuk dalam daftar orang-orang yang berhak mendapatkan subsidi,” jelas Prof. Raghib.
Bahkan Umar juga memberikan haknya kepada militer Persia dan Romawi yang telah masuk Islam. Namun ada juga seorang sahabat yang karena kezuhudannya menolak pemberian subsidi ini. Ia adalah Hakim bin Hizam, Hakim teringat dengan sabda Rasulullah yang dipesankan padanya:
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini merupakan ladang subur dan manis. Barangsiapa mengambilnya dengan jiwa yang dermawan, maka ia akan mendapatkan keberkahan di dalamnya, dan barangsiapa mengambilnya dengan hati yang berlebihan, maka ia tidak akan mendapatkan keberkahan di dalamnya,” HR. Al-Bukhari.
Pada masa kekhalifahan Bani Umaiyah, Mu’awiyah bin Abu Sufyan juga mempraktikan hal serupa. Melalui Dewan Anugerah ini ia mengintruksikan untuk memberikan bagian kepada orang-orang yang terputus dari hubungan dengan keluarganya. Begitu pula bagi mereka yang tidak memiliki orang tua dan sanak keluarga.
Selain Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dinasti ke lima Bani Umaiyah Malik bin Marwan juga melakukan hal yang sama. Bahkan ada penambahan penghargaan atau bonus bagi mereka yang terlibat dalam pasukan perang di medan penaklukan dan pertempuran. Contohnya ketika pasukannya di bawah Musa bin Nushair berhasil membebaskan Afrika di tahun 83 H.
“Mereka adalah orang-orang yang memiliki kinerja dan lebih berhak mendapatkan harta. Mereka adalah penjaga benteng-benteng pertahanan dan menyebabkan musuh takut,” tulis Ath-Thabari melalui karyanya yang dalam Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk.
Bahkan menurut Prof. Raghib keberadaan Dewan Anugerah memiliki tugas kesejarahan dalam berbagai persoalan. Misalnya menelusuri kematian seorang tokoh terkemuka. Melalui dewan ini pula kematian tokoh-tokoh terkemuka dapat diketahui yang waktu kematiannya tidak dapat ditelusuri di tempat lain. Dengan demikian, maka Dewan Anugerah berperan seperti museum dokumen nasional di seluruh wilayah kekhalifahan.
Yang lebih mengherankan Dewan Anugerah juga telah memberikan penghargaan kepada para penyair, mungkin dalam kehidupan modern adalah pemberian royalti. Hal ini dialami oleh sastrawan era Bani Umaiyah yang hidup di kota Andalusia. Mereka mendapatkan anugerah atau subsidi berdasarkan keindahan syair-syair yang mereka dendangkan.
Sementara menurut Ibnu Khaldun pada masa pemerintahan Kesultanan Mamluk, pejabat Dewan Anugerah mendapatkan sebutan Nazhir Al-Jaisy atau pengawas militer. Hal ini berarti bahwa keberadaan Dewan Anugerah semakin dibutuhkan pada masa tersebut.
Kesimpulannya, keberadaan Dewan Anugerah dan kemiliteran dalam peradaban Islam adalah fenomena penting. Melalui dewan ini pula lembaga administrasi dalam pemerintahan bisa mengontrol pemberian subsidi dan gaji. Terutama subsidi dan gaji untuk rakyat dan para prajurit perang dengan sistem yang beradab dan baik.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza