IslamToday ID –– Huru-hara dan intrik licik Belanda yang membredeli kedaulatan politik serta merebut jengkal demi jengkal wilayah negeri-negeri muslim di Kepulauan Melayu turut membuat Turki Utsmani geram.
Intrik jahat nan licik itu sampai pada ke telinga Sultan Turki dari sepucuk surat yang disampaikan Penguasa Aceh Darussalam, Sultan Mansyur Syah melalui Gubernur Jeddah.
Sejumlah kebijakan strategis dilakukan Turki Utsmani untuk melindungi jiwa-jiwa umat muslim dari penjajahan Belanda di kepulauan Melayu. Salah satunya dengan mendirikan konsulat di Batavia
Sultan Mansyur Syah tampak memahami betul kondisi negeri negeri di Kepulauan Melayu. Kepulauan yang disebut bangsa barat sebagai ‘negeri dibawah angin’ ini terdiri dari pulau besar dan pulau pulau kecil. Seperti Pulau Sumatera, lalu Pulau Borneo, Pulau Sunda yang juga disebutkan dengan Pulau Jawa, dan Pulau Bugis.
Setiap pulau tersebut terdiri dari berbagai negeri memiliki pemerintahan berdaulat. Negeri negeri itu memiliki banyak bandar-bandar di pesisir laut dan kota-kota. Kedaulatan itu didasari pengakuan khalifah atau Amirul Mu’minin di Istanbul.
“Pulau itu (Sumatera) adalah pulau yang besar dan terhampar memanjang. Ia meliputi sejumlah negeri. Setiap negeri memiliki seorang wali (gubernur) dari pihak Daulah ‘Aliyyah Utsmaniyyah. Namun setiap wali itu digelar dengan sultan dan raja sesuai cara mereka masing-masing lantaran setiap mereka bebas (merdeka) untuk mengurus dan bertindak terhadap penduduk negeri mereka, serta tidak dapat dihalang seorang pun.
Mereka hidup dalam keadaan stabil sebab Al-Marhum Wazir (menteri) Agung Sinan Basha telah mengakui sultan setiap negeri atas kesultanannya terhadap penghuni negeri itu.
Adalah separoh Kawasan Timur terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil. Di antaranya adalah pulau kami, Sumatera, lalu Pulau Borneo, Pulau Sunda yang juga disebutkan dengan Pulau Jawa, dan Pulau Bugis. Setiap pulau terdiri dari berbagai negeri, dan setiap negeri memiliki bandar-bandar di pesisir laut yang asin dan kota-kota yang sangat banyak di daratan,” tulis Sultan Mansyur Syah dalam suratnya.
Sultan Mansyur Syah juga menyatakan, kesetiaan Aceh Darussalam kepada Turki sebagai pewaris khilafah telah terjalin sejak lama. Baiat terhadap kekhifahan Turki itu terus mengalir dari generasi ke generasi
“bahwa sesungguhnya kami seluruh penduduk Negeri Aceh, bahkan seluruh penduduk Pulau Sumatera tergolong ke dalam rakyat Daulah ‘Aliyyah Utsmaniyyah, dari generasi ke generasi semenjak Tuan kami Al-Marhum Sultan Salim Khan anak Al-Marhum Tuan kami Sultan Sulaiman Khan anak Al-Marhum Tuan kami Sultan Salim Abul Futuh Khan,” kata Sultan Mansyur Syah
Huru-Hara Kaum Kafir
Namun jengkal demi jengkal kedaulatan negeri-negeri muslim di kepulauan Melayu terkoyak akibat intrik licik kaum kafir yang datang dari Eropa. Salah satu yang di ceritakan Sultan Mansyur syah ialah Belanda.
Menurut penuturan Sultan Mansyur Syah, Belanda merupakan kaum kafir yang sangat berbahaya. Mereka menggunakan cara-cara licik untuk menguasai suatu negeri. Mulai dari melakukan tipu muslihat untuk menekan posisi sultan, hingga menganggkat sultan sultan ‘boneka’ yang bisa mereka kendalikan. Misalnya yang terjadi Di Pulau Sunda atau negeri Jawi.
“Telah datang satu golongan Nasrani yang bernama Belanda, dan juga disebut dengan Flemings (?). Mereka memasuki Pulau Sunda dan menetap di dalamnya setelah dengan penuh tipu muslihat dan makar mereka membeli perkenan sultan dengan jumlah tertentu dari penghasilan setiap tahunnya. Setelah mereka memantapkan diri di Sunda barulah kemudian mereka mengurangi hak sultan dalam jumlah yang banyak di setiap tahunnya. Sampai kemudian mereka berhasil menguasai Pulau secara keseluruhan berikut seluruh negerinya pula. Mereka mengangkat sultan-sultan dari pihak mereka. Orang yang bersedia tunduk patuh kepada mereka dalam segala sesuatu, mereka pertahankan di atas tahta kerajaan dengan [aturan] dari pihak mereka,” tutur Sultan Mansyur Syah
Lanjut Sultan Mansyur Syah, di Pulau Borneo Belanda mengambil Bandar Pontianak, Banjar dan Sambas. Di Pulau Bugis mereka mengambil Bandar Makassar. Sedangkan di Pulau Sumatera, mereka mengambil Bandar Palembang. Mereka mengambil Sultan Palembang dan membuangnya. Rakyat Palembang direndahkan dan diperbudak. Di Pulau Sumatera, mereka juga mengambil Bandar Padang, Bangkahulu, Pariaman dan Natar.
Tak hanya melucuti kekuasaan para sultan, belanda juga melakukan tindakan keji lainnya. Mereka membunuh ulama dan melarang para sarjana Islam melakukan aktifitas keilmuan. Anak-anak rakyat disuruh untuk mempelajari buku-buku mereka, dan mereka menggalakkan orang-orang untuk saling mempermalukan. Selebihnya, dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan berat baik itu laki-laki, perempuan maupun anak-anak, dengan tanpa upah.
“Mereka melecehkan kaum wanita secara terang-terangan, dan merendahkan orang-orang Islam, laki-laki maupun perempuan. Yang mereka maui tidak lain adalah agar orang-orang Islam keluar dari agama Islam sekaligus,” ungkap Sultan Mansyur Syah
“Mereka juga melarang para Ulama belajar dan mengajarkan ilmu yang mulia. Mereka memperlakukan ulama sebagai manusia yang lebih rendah dari hamba sahaya,” imbuhnya.
Sederet ancaman Belanda itu juga mengintai rakyat Aceh Darussalam. Maka dari itu Sultan Mansyur Syah menyampaikan telah bulat tekat untuk mengobarkan jihad fii Sabilillah melawan kaum kafir Belanda. Melalui suratnya, ia juga meminta anugrah dari Daulah Aliyyah Utsmaniyyah berupa titah untuk menyatukan seluruh negeri-negeri muslim di kepulauan melayu untuk bersatu menegakkan jihad di jalan Allah dan mengusir kaum kafir Nasrani itu dari negeri-negeri kaum Muslimin. Sebab, Sultan Mansyur Syah khawatir jika seluruh penghuni pulau akan murtad dan keluar dari agama Islam.
Konsulat Turki Utsmani di Batavia
Surat Sultan Masyur Syah memiliki dampak besar dalam berjuangan menghadapi kaum kafir Belanda. Surat itu, telah mendorong munculnya kebijakan strategis yang menyangkut nasib umat muslim di Kepulauan Melayu. Salah salah satunya ialah berdirinya konsulat Turki Utsmani di Batavia dan Singapura
Tidak seperti versi pemerintah kolonial yang mengatakan bahwa konsulat Turki berfungsi dalam hubungan dagang. Ada dua alasan konsulat turki sengaja didirikan di Batavia dan Singapura.
Pertama, konsulat Turki di Batavia sengaja didirikan untuk melindungi kaum muslim di Kepulauan Melayu. Berdirinya konsulat Turki di Batavia dalam rangka melindungi kaum muslim dari kezaliman yang dilakukan Belanda, sedangkan konsulat di Singapura didirikan karena keberadaan Inggris yang meresahkan para sultan di negeri tersebut.
Menurut Peneliti Sultanate Institute Abu Bakar Ibnu Said kebijakan ini juga muncul sebagai tindak lanjut permintaan Sultan Mansyur syah sebagai penanggung jawab sekaligus wakil negeri-negeri di Kepulauan Melayu.
Kebijakan ini sebagai bentuk perbaikan status hubungan antara Kekhalifahan Turki dengan negeri-negeri muslim di kepulauan melayu yang telah terjalin sejak lama sebagaimana di tuturkan Sultan Mansyur Syah dalam suratnya.
“Sebab wilayah Negeri sejak lama telah menjadi taslim atau taat dan patuh kepada Turki Utsmani melalui Gubernur Jeddah, sebab hubungan diantara keduanya terus terbina dalam jangka waktu yang sangat panjang,” ujar penulis buku Sejarah Islam di Nusantara (656 H – 1320 H/1258 – 1903 M).
Penulis: Arief Setiyanto
Redaktur: Tori Nuariza