IslamToday ID — Berdirinya Konsulat Turki Utsmani di Batavia, menjadi bukti betapa berartinya negeri-negeri muslim di kepulauan Melayu bagi Turki Utsmani. Berdirinya Konsulat terseut tidak hanya menjadi pelindung umat muslim dari penjajahan Belanda, namun turut meningkatkan hubungan di berbagai sektor, terutama pendidikan.
Sebelumnya, penjajahan Belanda terhadap negeri-negeri muslim di kepulauan Melayu disampaikan Raja Kesultanan Aceh Darussalam, Sultan Mansyur Syah kepada Sultan Tuki melalui Guberur Jeddah. Dalam suratnya, ia menyampaikan jika Belanda telah menguasai negeri negeri muslim dengan cara-cara licik. Belanda melucuti kekuasaan Sultan bahkan menggantinya dengan ‘sultan-sultan’ boneka.
Tidak hanya itu, Sultan Mansyur Syah juga menyampaikan jika Belanda melakukan sejumlah tindakan keji, mulai dari pelarangan haji, kritenisasi, melarang aktifitas keilmuan, hingga penerapan kerja paksa.
“Mereka membunuh ulama dan melarang para sarjana Islam melakukan aktifitas keilmuan. Anak-anak rakyat disuruh untuk mempelajari buku-buku mereka, dan mereka menggalakkan orang-orang untuk saling mempermalukan. Selebihnya, dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan berat baik itu laki-laki, perempuan maupun anak-anak, dengan tanpa upah,” tutur Sultan Mansyur Syah dalam Suratnya
Kondisi ini mengundang keprihatinan Sultan Turki. Sultan Turki selaku pewaris kekhalifahan Islam merasa pelu melindungi sejuruh jiwa kaum muslimin. Umat Islam di Jawa dianggap Sultan Tuki sebagai rakyatnya. Oleh karena itu Sultan Turki memutuskan untuk mendirikan konsulat di Batavia, sebagai langkah strategis untuk melindungi kaum muslim dari penjajahan Belanda.
“Kedutaan Hague (‘S-Gravenhage) menjelaskan bahwa untuk menjaga masyarakat Turki Utsmani di Jawa, maka diperlukan pendirian sebuah konsulat disana,”. Pengangkatan seorang konsul ini menelan biaya seharga 10.000 kuruş/ bulan,” Tulis Menteri Luar Negeri Pemerintah Turki Utsmani (Sadaret) dalam suratnya tentang pengangkatan konsul Turki Utsmani di Batavia
Dalam surat tertanggal 17 Februari 1882 itu, kata Sadaret, perdana menteri yang angung menawarkan, Sayyid Hizir Zade Seyyid Aziz Efendi, sebagai calon konsulat kehormatan di Batavia. Sayyid Hizir Zade Seyyid Aziz Efendi, dinilai dengan memiliki karakter yang baik, kompeten dan peduli.
Namun upaya penempatan konsul baru terealisasi setelah pada 21 April 1883. Galip Bey dari Divisi Translasi Biro Kementerian Luar Negeri Utsmani ditunjuk sebagai konsulat jenderal resmi pertama di Batavia.
Frial Ramadhan Supratman, dalam Papernya berjudul Rafet Bey: The Last Ottoman Consul in Batavia During The First World War 1911-1924 yang diterbitkan Studia Islamika menuliskan, setelah berhasil menempatkan perwakilannya di Singapura, Utsmani berupaya untuk membuka konsulat lainnya di Batavia. Akan tetapi, Pihak Belanda takut dan khawatir bahwa keberadaan konsulat Utsmani akan menjadi simbol dari persatuan umat Islam.
Pada 1882, Pemerintah Utsmani akhirnya menunjuk Syed Aziz Efendi dari Baghdad sebagai konsul kehormatan di Batavia. Penunjukan ini merujuk pada buku Turki Utsmani-Indonesia, Relasi dan Korespondensi berdasarkan Dokumen Turki Utsmani yang diterjemahkan Muhammad Zuhdi (dan tim) (Istanbul: Hitay Holdings, 2017).
Isi suratnya yang tertanggal 17 Februari 1882 adalah sebagai berikut:
ARSIP 31
Penunjukkan konsulat kehormatan di Batavia
Bâbıâli
Nezâret-i Celile-i Hariciye
Mektub-i Hariciye Odası
Aded : 695
Başvekâlet-i Celile Cânib-i sâmîsi’ne
Ma’rûz-ı çaker-i kemîneleridir ki
Cava ceziresinde bulunan tebea-i şâhânenin muhafaza-i hukuku zımmında Bayavya’da bir şehbenderhânenin lüzum-ı te’sisi Lahey Sefaret-i seniyyesi’nden işâr olunduğuna ve mahall-i mezkâra bir şehbender tayini şehri on bin kuruş kadar bir masraf ihtiyarını lâzım gelip buna ise Hariciye büdcesinde karşılık olmadığına mebnî ileride ıcabına bakılmak ve nizâmen muayyen olan masârıfın tenziliyle hâsılât-ı mütebakiye bu tarafa gönderilmek üzere erbâ-ı liyakat ve itibardan Bağdadlı Seyyid Hızır-zâde Seyyid Aziz Efendi’nin mahall-i mezkûra Fahri Başşehbender tayini münasib ise de icra-yı merhûn-ı müsaade-i ma’âlî-ade-i cenâb-ı vekâlet-penâhileri bulunmuş olmakla emr u fermân hazret-i veliyyü’l-emrindir.
Fi 15 Rebiülevvel sene (1)299 ve fi 23 Kânûn-ı Sâni sene (12)97. Bende Arifî.
Terjemahannya:
Surat permohonan yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri kepada pemerintah Turki Utsmani (Sadaret) menjelaskan sebagai berikut :
Kedutaan Hague (S. Gravenhage) menjelaskan bahwa untuk menjaga masyarakat Turki Utsmani di Jawa, maka diperlukan pendirian sebuah konsulat di sana. Pengangkatan seorang konsul ini menelan biaya seharga 10.000 kurus/bulan. Tetapi, kementrian luar negeri tidak mempunyai anggaran tersebut. Sehingga jika terjadi sesuatu yang mendesak di masa depan yang memerlukan diambilnya tindakan, maka dananya akan dipotong dari pembelanjaan yang sah dari pemasukan konsulat.
Sayyid Hizir Zade Seyyid Aziz Efendi dengan karakter yang kompeten dan peduli, ditawarkan oleh perdana menteri yang agung sebagai calon konsulat kehormatan. Dalam petisi yang diserahkan oleh Perdana Menteri kepada Sultan Turki Utsmani ini mengindikasikan bahwa surat permohonan yang dikirim oleh Menteri Luar Negeri telah disampaikan untuk meminta persetujuan Sultan. Dalam balasannya, dinyatakan bahwa surat permohonan oleh Perdana Menteri dan surat permohonan yang terlampir masih diperiksa oleh Sultan, dan ia menyetujui Sayyid Aziz Efendi sebagai Konsulat Kehormatan Batavia. [17/02/1882].
Konsulat Utsmani di Batavia
Surat Sultan Masyur Syah memiliki dampak besar dalam perjuangan menghadapi kaum kafir Belanda. Surat itu, telah mendorong munculnya kebijakan strategis yang menyangkut nasib umat muslim di Kepulauan Melayu. Salah salah satunya ialah berdirinya konsulat Turki Utsmani di Batavia dan Singapura
Tidak seperti versi pemerintah kolonial yang mengatakan bahwa konsulat Turki berfungsi dalam hubungan dagang. Ada dua alasan konsulat turki sengaja didirikan di Batavia dan Singapura.
Pertama, konsulat Turki di Batavia sengaja didirikan untuk melindungi kaum muslim di Kepulauan Melayu. Berdirinya konsulat Turki di Batavia dalam rangka melindungi kaum muslim dari kezaliman yang dilakukan Belanda, sedangkan konsulat di Singapura didirikan karena keberadaan Inggris yang meresahkan para sultan di negeri tersebut.
Menurut Peneliti Sultanate Institute Abu Bakar Ibnu Said kebijakan ini juga muncul sebagai tindak lanjut permintaan Sultan Mansyur syah sebagai penanggung jawab sekaligus wakil negeri-negeri di Kepulauan Melayu.
Kebijakan ini sebagai bentuk perbaikan status hubungan antara Kekhalifahan Turki Utsmani dengan negeri-negeri muslim di kepulauan melayu yang telah terjalin sejak lama sebagaimana di tuturkan Sultan Mansyur Syah dalam suratnya.
“Sebab wilayah Negeri sejak lama telah menjadi taslim atau taat dan patuh kepada Turki Utsmani melalui Gubernur Jeddah, sebab hubungan diantara keduanya terus terbina dalam jangka waktu yang sangat panjang,” ujar penulis buku Sejarah Islam di Nusantara (656 H – 1320 H/1258 – 1903 M).
Selain itu, Konsulat Turki Utsmani Asia Tenggara di Singapura juga memiliki peran untuk melindungi kaum Muslimin dari eksploitasi kolonialisme. Menurut konsul Turki Utsmani, kolonialisme telah menciptakan kemiskinan. Konsulat Turki Utsmani memberikan donasi untuk mengurangi kemiskinan di negara-negara Timur Jauh. Kemiskinan dan kolonialisme menjadi isu penting yang sampai ke Sublime Porte hingga memicu lahirnya kebijakan untuk membantu warga nusantara seperti pada bidang pendidikan.
Perkuat Hubungan Utsmani dan Jawa
Ternyata, penempatan Konsulat Utsmani pertama di Batavia memainkan peran penting dalam menjalin hubungan antara Utsmani dan masyarakat muslim yang tengah dijajah Belanda. Konsulat ini meningkatkan hubungan antara Jawa dengan Utsmani. Bahkan pelajar-pelajar muslim dari Jawa mendapat kemudahan untuk mengakses pendidikan di Istambul dan negeri negeri muslim lainnya.
“Hubungan Jawa dengan Utsmani mulai meningkat setelah Utsmani membuka konsulatnya di Jawa. Misalnya seperti pengiriman pelajar dari Jawa ke Istanbul untuk mendapatkan pendidikan modern di sekolah-sekolah Utsmani,” ujar Ismail Hakikadi Associate Professor bidang sejarah di Universitas Istanbul Medeniyet.
Akademisi yang telah 11 tahun meneliti relasi relasi antara Kerajaan Utsmani dengan negara-negara di Asia Tenggara, menambahkan, bahwa meningkatnya hubungan Tuki dan jwa juga terlihat dari interaksi tokoh-tokoh dijawa dengan Kehilfahan Utsmani.
“tokoh-tokoh di Jawa pada saat itu memberikan hadiah ke utusan Utsmani di Jakarta atau ke otoritas Utsmani di Istanbul,” ujarnya
“Ada ucapan belasungkawa dan simpati dari wilayah itu kepada Sultan Utsmani Abdul hamid yang selamat dari upaya pembunuhan dengan bom di Istanbul pada 1905,” imbuhnya
Oleh Karena itu, menurut Ismail Haki Kadi, mitologi, penghormatan yang diberikan masyarakat Jawa di sana kepada sultan Utsmani tidak kalah penting dokumen-dokumen resmi yang sudah ditemukan. Bahkan menurutnya, pembicaraan bahwa sultan Utsmani mengirimkan bendera kepada kerajaan Yogyakarta perlu diteliti.
“Saya bisa mengatakan bahwa motif Zulfikar [pedang bermata dua] pada bendera itu adalah hal yang tidak asing bagi Utsmani. Motif Zulfikar memang digunakan oleh para pelaut Utsmani. Oleh karena itu, hemat saya ini perlu dilakukan penelitian,” pungkas Haki Kadi.
Penulis: Arief Setiyanto
Redaktur: Tori Nuariza