IslamToday ID – Temuan koin Umayyah di Situs Bongal, Jago-jago, Badiri, Tapanuli Tengah, menyedot perhatian sejarawan dan para peneliti. Sejarawan Universitas Negeri Medan (UNIMED), Dr. Phil. Ichwan Azhari berpendapat, temuan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa kawasan tersebut merupakan pintu masuknya Islam, bahkan sejak abad I Hijriyah.
Ichwan menuturkan jika dilihat dari tahun pembuatan koin, koin Umayyah yang ditemukan di Situs Bongal berangka tahun 79 hijriah. Koin yang kini tersimpan di Museum Uang Sumatra Utara ini, jika dilihat dari literatur yang ada terungkap bahwa koin dibuat pada tahun 77 hijriah.
“Koin Umayyah berdasarkan literatur yang pertama itu tahun 77 (hijriyah), jadi dua tahun setelah koin Umayyah dibuat, ditemukan di Jago-jago,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ISLAM DAN JALUR REMPAH”: Relasi Jalur Rempah dan Temuan Artefak Daulah Umayyah-Abbasiyah di Desa Jago-Jago, Badiri – Tapanuli Tengah”, di Universitas Islam Negeri Sumatra Utara (UINSU), Selasa (22/12/2020)
Lanjutnya, berbagai artefak kuno seperti koin, fragmen kayu kapal dan botol-botol kaca di Situs Bongal menjadi bukti Islam sudah hadir di Nusantara sejak awal peradaban Islam. Dugaan masuknya Islam ke Jago-jago sejak awal abad pertama Islam ini juga dikuatkan dengan adanya temuan fragmen kayu kapal di situs Bongal.
Menurutnya, jika fragmen kayu pecahan kapal yang ditemukan berasal dari tahun 600-an atau abad ke 7 Masehi, maka kayu-kayu tersebut sejaman dengan koin-koin Umayyah yang berhasil ditemukan. Ia menduga fragmen kapal itu juga merupakan kapal Arab.
“Jadi mereka tidak membawa bahan baku, tidak membawa kayu, tidak membawa cendana dalam bentuk gelondongan ke Timur Tengah tapi melakukan ekstrasi,” kata Ichwan.
“Saya menganggap ini sebuah kota yang luar biasa karena temuan-temuannya ada kapal, ada koin Umayyah (Dinasti Umayyah berdiri 41H/661M-dinasti pertama Islam),” imbuhnya.
Selain koin Umayyah dan temuan fragmen kapal, Ichwan juga menduga pernah berdiri sebuah industri farmasi kuno di kawasan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya beragam temuan botol-botol kaca dan juga peralatan medis kuno. Di sisi lain, menurutnya kawasan Situs Bongal dulunya merupakan kawasan hutan barus. Komoditas ini menjadi salah satu primadona pada zaman dahulu.
Lebih Tua Dari Barus
Ichwan mengatakan, dalam kajian sejarah Kawasan Bongal di Desa Jago Jago ini tidak diketahui pasti. Sebab, dalam banyak peta pelayaran internasional kawasan ini tidak tertulis.
Kalaupun ditemukan yang ada ialah kawasan Barus. Sebuah kawasan yang diduga muncul jauh setelah Jago-jago. Dengan beragam temuan yang ada di Bongal, Icwan yakin jika di tahun 600-an atau abad ke-7 Masehi, Jago-jago merupakan sebuah kawasan yang sangat maju.
“Barus belum ada. Makanya peta-peta itu kalau masih ada Barusnya itu artinya masih relatif lebih belakangan daripada situs ini,” ujar Ichwan.
Dugaan kuat Ichwan didasari dengan hasil uji karbon pada fragmen artefak kayu kapal yang ditemukan di Bongal. Hasil uji karbon menunjukan fragmen artefak itu berasal dari abad ke-7 Masehi.
“Ini sudah akurat, sudah mutlak sudah dikirim ke laboratorium di Amerika ke sana. Sudah gak bisa bantah lagi 85%, tahun 600 . Jadi mutlak ada kehidupan di situ tahun 600,” terangnya.
Ia menduga, telah terjadi sebuah bencana tsunami purba yang memicu hilangnya kehidupan di kawasan Bongal, Jago Jago. Selain bencana tsunami, hilangnya kawasan ini akibat adanya sedimentasi setinggi dua hingga tiga meter.
“Dulu 1500 tahun yang lalu itu semua laut, karena kawasan ini terjadi sedimentasi tertimbun dua sampai tiga meter. Jadi kita menemukan secara kebetulan jejak kota yang hilang ini dari aktifitas pertambangan emas yang dilakukan warga,” pungkas Ichwan.
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto