ISLAMTODAY ID —- Mohammad Natsir adalah tokoh muslim Indonesia yang luar biasa, visioner dan selalu fokus pada penyelesaian problem keumatan dan kebangsaan. Salah satu tindakan visionernya yang melegenda ialah Mosi Integral Mohammad Natsir pada 3 April 1950.
Mosi Integral Natsir mempunyai arti penting bagi sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa heroik ini ialah kembalinya 16 negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Dr. Adian Husaini mengungkapkan bahwa ada pesan moral di balik Mosi Integral yang diajukan oleh Natsir dihadapan para anggota parlemen saat itu. Peristiwa akbar ini dipastikan tidak akan terwujud tanpa adanya semangat saling berkorban seluruh elemen bangsa kala itu.
“Mosi integral ini menunjukan bahwa semuanya mau berkorban,” pungkas Adian dalam Webinar Nasional FISIP UHAMKA-MPR RI yang berlangsung pada Kamis (1/4/2021).
Adian lantas berbicara bahwa pengorbanan menjadi poin penting yang pernah dikhawatirkan oleh sang Bapak NKRI, Mohammad Natsir. Ia khawatir jika suatu saat nanti generasi penerusnya kurang memiliki semangat berkorban.
Tahun 1951, sinyal-sinyal hilangnya semangat berkorban mulia terlihat, ketika negeri ini baru saja berumur enam tahun. Disorientasi semangat perjuangan dan pengorbanan telah bertransformasi menjadi mengharapkan imbalan tertentu seperti pangkat, jabatan.
“Semua berlomba-lomba untuk minta imbalan, untuk meminta balas jasa dan itu sangat berbahaya,” ungkap Adian.
Pengorbanan Kunci Kejayaan Bangsa
Adian Husaini mengungkapkan bahwa semangat rela berkorban telah menjadi faktor penyebab majunya peradaban suatu bangsa di dunia. Bangsa Yahudi dan Inggris misalnya adalah dua bangsa yang kemajuannya mampu menyalip umat Islam.
“Salah satu faktor yang disebut Syekh Syakib Arsalan (Pembaharu Muslim tahun 1869) mengapa bangsa Yahudi, bangsa Inggris maju adalah sikap berkorban mereka yang luar biasa,” ujar Adian.
Adian pun mengisahkan dua contoh hubungan erat antara pengorbanan dan majunya peradaban. Semakin banyak individu yang saling berlomba-lomba berkorban menjadi kunci kejayaan suatu bangsa di dunia.
Pertama, kunci sukses Rasulullah dalam membangun peradaban Islam di Madinah. Kedua kemajuan di Amerika Serikat sebagai mana pernah disampaikan mantan Presiden AS, John F. Kennedy, “Jangan tanya apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan pada negaramu”.
“Jadi jiwa berkorban inilah yang pak Natsir ingatkan bahwa kalau ini sudah hilang maka berbahaya sekali kondisi bangsa kita ke depan,” ucap Adian.
‘Mosi Integral’, Buah Kejeniusan
Adian memuji kejeniusan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada Natsir. Natsir yang hanya lulusan sekolah SMA mampu melakukan komunikasi-komunikasi politik yang hebat.
“Pak Natsir ini kan dikaruniai Allah kemampuan yang luar biasa. Beliau punya kemampuan lobi yang tinggi,” ujarnya.
Ia menuturkan suksesnya ‘Mosi Integral Natsir’ tak bisa dilepaskan dari aksi lobi-lobi politik yang dilakukan Natsir. Natsir dengan sangat meyakinkan melakukan lobbying selama 2,5 bulan ke seluruh wilayah negara bagian RIS.
“Beliau (Pak Natsir) 2,5 bulan melakukan lobi,” tutur Adian.
“Semua fraksi ditemui dari yang paling kanan sampai yang paling kiri beliau temui satu per satu. Bahkan yang alot justru di Jogja sendiri, Pak Natsir sampai jam 3 pagi Pak Natsir melobi meyakinkan supaya Republik Indonesia ini mau menerima usulan (Mosi Integral) pak Natsir,” tukasnya.
Pendidikan Adalah Kunci
Adian lantas menyinggung tentang bagaimana pendidikan menjadi ujung tombak lahirnya kembali sosok ulama, tokoh, cendekiawan muslim yang kualitasnya menyamai Natsir dan sejumlah tokoh Masyumi lain. Kebesaran partai Masyumi tak bisa dilepaskan dari kebesaran tokoh-tokohnya.
Ia berharap dari kalangan politisi muslim itu lahir kader-kader calon pemimpin bangsa yang kualitasnya setara dengan tokoh-tokoh Masyumi. Mereka adalah Natsir, Syafruddin Prawiranegara, Kasman Singodimejo dan HM Rasyidi dan masih banyak lagi.
“Kami sekarang di Dewan Da’wah kami konsentrasi betul bagaimana kita melahirkan kembali kader-kader muslim generasi gemilang, generasi 2045,” tutur Adian.
“Jadi kalau dulu pernah lahir Mohammad Natsir, Hamka, Hasyim Asy’ari, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadi Kusumo semua itu produk pendidikan dan pak Natsir mewariskan konsep bukan hanya konsep bahkan lembaga-lembaga pendidikan,” jelasnya.
Penulis: Kukuh Subekti