ISLAMTODAY ID — Kota Solo menjadi inisiator sejumlah pembangunan penting bagi sejumlah lembaga di Indonesia. Kali ini kita akan bersama-sama menelusuri jejak sejarah Peradilan Serambi di Masjid Agung Surakarta yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya Pengadilan Tinggi Agama Islam di Indonesia.
Peradilan Serambi ialah sarana peradilan yang digunakan masyarakat untuk mencari keadilan. Sistem ini sudah berjalan sejak masa pemerintahan Paku Buwono (PB) IV, lalu disempurnakan oleh PB X.
Pada masa Indonesia merdeka sistem peradilan serambi pun menjadi inspirasi bagi pemerintah Indonesia. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sosok putera dari Penghulu Tafsir Anom ke V Keraton Kasunanan Surakarta.
“Termasuk yang menginisiasi Pengadilan Tinggi Agama Islam di Indonesia ini adalah dari (Keraton Kasunanan). Karena tokoh yang menginisiasi itu adalah Profesor Adnan,” kata Penghulu Tafsir Anom Masjid Agung Solo, Kiai Muhtarom kepada Islamtoday pada (25/3/2021).
“Profesor Adnan itu adalah puteranya Penghulu Tafsir Anom yang ke V,” jelasnya.
Prof Adnan, Inisiator Peradilan dan Pendidikan Islam
Kiai Muhtarom menjelaskan mengenai lokasi kantor Peradilan Tinggi Agama Islam pertama terletak di sebelah utara Taman Sriwedari, taman yang kini sedang dibangun proyek masjid. Peradilan inilah yang kelak mengurusi berbagai keperluan umat Islam di Indonesia seperti perceraian dan sengketa warisan.
Ia juga menerangkan tentang peran Prof. Adnan dalam mengusulkan pembangunan Peradilan Tinggi Agama Islam dan Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia. Kepeloporan dalam hal peradilan dan pendidikan di Masjid Agung Kasunanan Surakarta tak bisa dilepaskan dari peran masjid dalam peradaban Islam.
Masjid Agung Kasunanan Surakarta pada masanya selain menjadi tempat masyarakat memperoleh keadilan di mata hukum. Masjid juga menjadi tempat mereka memperoleh pendidikan.
“Sebelum kemerdekaan, Masjid Agung itu sumber ilmu, lembaga pendidikan formal waktu itu yang pertama kali di Mambaul Ulum, di sebelah selatan Masjid Agung,” ungkap Kiai Muhtarom.
“Itu adalah madrasah yang dikelola oleh keraton secara formal,” terangnya.
Sejumlah nama disebut-sebut merupakan lulusan dari Mambaul Ulum. Mereka para alumninya adalah Kiai Zubair ayah dari Kiai Maimun Zubair (Mbah Moen), fisikawan atom Indonesia, Achmad Baiquni, hingga Menteri Agama Saifuddin Zuhri.
Kiai Muhtarom mengungkapkan jika kepeloporan Masjid Agung Surakarta dalam hal hukum dan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari sosok Penghulu Tafsir Anom ke V. Penghulu Tafsir Anom ke V dinilai sebagai peletak dasar sistem peradilan dan pendidikan yang terstruktur pada masa Kasunanan Surakarta.
Peran strategis Masjid Agung Surakarta ini pun vakum pada periode awal Indonesia merdeka. Hilangnya peran Masjid Agung Surakarta inilah yang kemudian dilirik oleh Prof. Adnan untuk membawanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat.
“Dulu Profesor Adnan menjadi tim ahli Kemenag (Kementerian Agama) zaman Pak Wahid Hasyim, kalau nggak salah ada dua tim ahli dari Kauman di Jakarta,” ujarnya.
Masjid Agung, Sumber Inspirasi
Kiai Muhtarom berharap ada pihak-pihak yang mengingatkan kembali peran serta Masjid Agung Surakarta dalam kancah nasional. Masjid Agung Solo-lah yang selama ini menjadi inisiasi dibalik berdirinya Pengadilan Tinggi Agama Islam dan lahirnya Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia.
“Peradilan Serambi dan Mambaul Ulum, Masjid Agung (Solo) dalam hal ini menjadi pusat inisiasi sehingga pendidikan agama Islam itu berada dan yang kedua peradilan tinggi Agama Islam itu wujud sehingga bisa mengatasi masalah nasional,” tandasnya.
Kiai Muhtarom menjelaskan betapa pentingnya kemunculan dua lembaga tersebut bagi Indonesia di awal kemerdekaan. Ketika negeri ini tengah disibukkan dengan mencari bentuk negara yang pas, kehadiran peradilan dan perguruan tinggi Agama Islam menjadi hal esensial yang kelak dibutuhkan negeri ini.
“Kalau tidak tertsruktur semacam itu, maka sistemnya akan menjadi tidak karu-karuan karena bukan negara agama kan, maka harus terstruktur tersistem,” jelas Kiai Muhtarom.
Penulis: Kukuh Subekti