ISLAMTODAY ID — Menelusuri jejak-jejak Kesultanan Sumattrah Pasai di kawasan yang diyakini merupakan kawasan Kesultanan Haru yang terletak di Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara. Penelusuran kali ini berdasarkan adanya temuan batu nisan-batu nisan yang diyakini merupakan batu nisan era Kesultanan Pasai.
Kesultanan Islam di Aceh termasuk kerajaan yang memiliki tradisi kebudayaan yang terekam dengan sangat baik dalam bentuk ukiran batu nisan. Sebut saja Kesultanan Pasai, Kesultanan Lamuri dan Kesultanan Aceh Darusalam.
Masing-masing kesultanan memiliki ciri dan karakter khusus dalam hal batu nisan. Berdasarkan temuan yang dilakukan oleh Center Information for Sumatra Pasai (CISAH) ada tiga jenis batu nisan yang dikategorikan dalam tiga periode kesultanan.
Kesultanan Pasai merupakan kesultanan Islam yang berdiri pada tahun 1267M. Sebuah Kesultanan Islam yang terletak di pesisir utara pulau Sumatra.
Adapun ciri utama dari batu nisan era Kesultanan Pasai ialah dari bahan bakunya. Bahan bakunya berupa batu andesit. Sebuah batu nisan yang banyak ditemukan di kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Lhokseumawe (abad ke 7-10 H/ 13-16 M).
Wakil Ketua CISAH, Sukarna Putra memaparkan ciri dan tipologi batu nisan yang menjadi ciri khas setiap kesultanan. Tidak hanya itu khusus untuk menjelaskan batu nisan yang ada di Hamparan Perak dia membagi batu nisan era Pasai dalam tiga kelompok.
Sukarna mengungkapkan dari pembagian tiga kelompok tersebut maka akan mudah diidentifikasi periode apa saja yang pernah ada di Hamparan Perak.
“Jadi batu nisan Samudra Pasai itu dia ada pengelompokan tersendiri, kita lihat sampelnya yang kita temukan di Hamparan Perak,” jelas Sukarna dalam Webinar Sejarah Kesultanan Pasai di Negeri Haru, Hamparan Perak pada Sabtu (17/4/2021).
“Dia (batu nisan) menceritakan periodesasi, periode apa saja yang kita temukan di Hamparan Perak terekam pada bentuk-bentuk, karakteristik batu nisannya
Berikut ini pembagian tipologi karakteristik batu nisan Samudra Pasai baik era awal maupun era setelahnya.
- Tipologi Wajah Pasai
Tipologi batu nisan Wajah Pasai, tipologi ini merupakan bentuk awal era Kesultanan Pasai. Sehingga tipologi batu nisan ini masuk dalam kelompok batu nisan paling tua era Kesultanan Pasai.
Batu nisan memperlihatkan bentuk berupa roman wajah yang sederhana. Memiliki ciri khusus, gaya model yang menyerupai bentuk wajah hanya saja dalam bentuk abstak.
“Ini menceritakan tentang identitas, karakteristik daripada kebudayaan yang ada. (Yakni) orang yang mendiami kawasan Samudra Pasai pada masa sebelum Islam, sebelum islamisasi,” tutur Sukarna.
“Pada masa Islam dia tidak membuang kebudayaan (telah ada) tapi kebudayaan-kebudayaan yang bisa diislamisasi, diislamisasikan bagi yang tidak bertentangan dengan syariat,” jelasnya.
- Tipologi Batu Nisan Kulahkama (Taj) Pasai
Batu Nisan Kulahkama atau Mahkota Pasai merupakan tipologi batu nisan yang kedua. Batu Nisan ini memiliki ciri khusus pada bagian puncak batu nisan bentuknya mirip dengan tudung kepala atau sorban.
Pengabstrakan bentuk sorban ini digambarkan dengan memunculkan tonjolan pada sisi kanan dan kiri bawah puncak batu nisan. Batu nisan jenis ini banyak sekali ditemukan pada era pertengahan Kesultanan Pasai.
Batu nisan tipologi ini diyakini sebagai batu nisan era keemasan dari Samudra Pasai.
“Batu nisan seperti ini dominan atau banyak kita temukan pada masa pertengahan,”
Sukarna juga menjelaskan bahwa batu nisan tipologi ini diyakini berasal dari sultan periode ketiga Kesultanan Pasai. Pihaknya juga yakin bahwa salah satu temuan batu nisan tipologi ini jugalah yang ditemukan di Hamparan Perak.
“Salah satu sultan yang akan kita lihat nanti adalah yang kita duga kita temukan di Hamparan Perak itu. Nama ayah beliau adalah Sultan Zainal Abidin Ra-Ubabdar bin Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih,” tuturnya.
- Batu Nisan Akhir Samudra Pasai
Tipologi batu nisan masa akhir Samudra Pasai ini ditemukan di daerah Klambir Perak. Bentuk tipologi ini merupakan evolusi dari tipologi wajah pasai, pada tipologi jenis ini dinilai sudah mulai meninggalkan gagasan antropomorfik (motif atau bentuk menyerupai manusia baik sebagian maupun utuh) dan hanya mempertahankan bentuk abstraknya.
“Bentuknya sudah sangat modern, jauh dari masa periode pertama. Ini dikarenakan masa-masa tersebut merupakan masa-masa puncaknya Samudra Pasai, bahkan masa ini dipertahankan sampai akhir Samudra Pasai sendiri,” tutur Sukarna.
Lokasi Temuan di Hamparan Perak
- Kota Rantang
Batu nisan yang ditemukan di Kota Rantang tidak memiliki epitaf (tulisan singkat) ataupun inkripsi (keterangan). Berdasarkan tipologi yang telah dijelaskan di atas, batu nisan ini masuk kategori tipologi batu nisan Kulahkama Pasai. Batu nisan yang diperkirakan diproduksi pada permulaan abad ke-15M.
- Klambir Lima
Batu nisan yang ditemukan di sini memiliki dua tipologi, yakni tipologi wajah pasai (abad ke-14M) dan tipologi Kulahkama Pasai. Batu nisan tipologi Kulahkama Pasai sendiri memiliki ciri khusus sebagai batu nisan yang banyak ditemukan di kawasan pesisir yang diyakini sebagai makam para navigator.
Di Kelurahan Klambir Lima juga ditemukan ratusan-ratusan fragmen (pecahan) batu nisan. Bahkan dari temuan itu ada dugaan kuat jika fragmen tersebut memiliki kaitan dengan istana, salah satunya dengan temuan pecahan batu nisan yang terbaca al-maksum (terpelihara).
“Jadi kata Al-Maksum ini sangat identik dengan kompleks kesultanan periode ketiga di Samudra Pasai,” ungkap Sukarna.
Pecahan batu nisan inilah yang kemudian menjadi dugaan kuat bahwa kawasan Hamparan Perak merupakan kawasan istana milik putra dari Sultan Zainal Ra-Ubabdar.
“Yang paling identik dengan persamaan di Klambir Lima, Hamparan Perak itu kata Al-Maksum ini, kemudian di baris ketiga kata As-Sultan. Kata As-Sultan ini terbaca dengan sangat jelas,” tegasnya.
Ekspedisi Pelacakan Sultan Pasai
Menindaklanjuti temuan ini Mapesa (Masyarakat Peduli Sejarah Aceh) dan Cisah (Centre for Information of Sumatra Pasai Heritage) membentuk Tim Ekspedisi Pelacakan Sultan Sumatra Pasai ke Medan.
Aksi pelacakan dilakukan di Hamparan Perak, mulai pada Kamis-Selasa, 5-10 November 2020 kemarin. Arkeolog lulusan Prancis, Drs. Lucas Partanda Koestoro, DEA, dan Sekretaris Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Deli Serdang, Drs. Dani Hapianto juga turut serta dalam pelacakan nisan sultan tersebut.
Ketua Tim Ekspedisi Pelacakan Sultan Sumatra Pasai, Sukarna Putra menuturkan, mulanya tim mulai menyisir kawasan komplek makam kuno tersebut untuk menemukan patahan-patahan nisan. Sebab nisan telah hancur berkeping keeping. Setelah patahan patahan terkumpul, tim menganalisa penggalan demi penggalan inskripsi dari tiap patahan nisan.
“Kita menganalisa beberapa penggalan tulisan yang masih bisa direkonstruksi dan beberapa tulisan itu diantaranya adalah pahatan ayat al-Qur’an kita temukan disitu, ayat kursi kemudian surat Ali Imran ayat 18 dan 19,” tutur Sukarna Putra.
“Dan yang spesialnya satu patahan yang disitu memuat nama ataupun tulisan As-Sultan,” imbuh pakar epigrafi Cisah ini
Menurut Sukarna, kata ‘As-Sultan’ ini sangat jarang ditemukan, kecuali nisan-nisan yang sudah didapati di Aceh Utara.
Sultan Abdul Jalil
Ia pun merasa takjub dengan penemuan kata ‘As-Sultan’ pada Fragmen nisan kompleks makam kuno di Klambir Lima, Deli Serdang. Sebab, lokasi makam teramat jauh dari pusat kerajaan Samudra Pasai yang terletak di Aceh Utara.
Sukarna mengungkapkan, dari fragmen batu nisan yang berhasil disatukan terungkap tiga kata berbahasa Arab yang masih bisa dibaca dan diartikan.
Kata ‘Hadzal Qobru’ yang berarti adalah kubur’, kata kedua ialah ‘al khasiib’ berarti orang yang berasal dari keturunan yang terhormat, dan kata ketiga yang berhasil bisa dibaca memiliki arti ‘orang yang Al Mashun yang berarti terpelihara’.
Sedangkan, kata ‘As-Sultan’ berada pada baris kedua. Namun yang disayangkan fragmen lanjutan dari kata As-Sultan tersebut tidak belum ditemukan.
“Sejauh ini kita sangat menduga bahwa makam atau pun nisan yang kita temukan di sana merupakan makam milik seorang Sultan bernama Sultan Abdul Jalil bin Zainal Abidin Ra-Ubabdar bin Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Al Malik Al Saleh,” tutur Kurator Museum Islam Samudera Pasai ini.
Sukarna mengungkapkan, pihaknya masih berusaha untuk menemukan fragmen bagian nama dari nisan yang memuat kata As-Sultan itu.
“Jadi sejauh ini kita masih melakukan pelacakan untuk mendapatkan fragmen ataupun pecahan yang memuat bagian nama tersebut,” pungkasnya.
Penulis: Kukuh Subekti, Tori Nuariza