ISLAMTODAY ID — Dunia perniagaan rempah-rempah Nusantara menempatkan kawasan pantai utara Jawa sebagai salah satu jalur perdagangan internasional. Jika di Jawa Bagian Barat ada pelabuhan Banten dan Batavia maka di bagian timur Pulau Jawa terdapat Bandar Gresik.
Nama Bandar Gresik pun tercatat dalam sumber-sumber asing yang berasal dari Cina dan Portugis. Dari sumber-sumber tersebut diperkirakan Bandar Gresik sudah ada pada abad-abad ke-12 M hingga 17M.
Keterangan tentang Bandar Gresik ini diketahui berdasarkan hasil eskavasi tahun 1994. Kegiatan eskavasi yang dipimpin oleh Prof. Hasan Muarif Ambary seorang arkeolog muslim senior asal Indonesia itu memperoleh beberapa kesimpulan baru.
Kesimpulan pertama terkait kedatangan Islam di Nusantara yang diperkirakan telah ada sejak abad V Hijriyah. Dua abad lebih tua dari temuan arkeologi sebelumnya yang menyebutkan bahwa Islam datang ke Nusantara pada abad VII Hijriyah.
Berikut hasil eskavasi yang dilakukan di Situs Pasucinan, Gresik yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan judul Berita Penelitian Arkeologi: Laporan Penelitian Arkeologi di Situs Pesucinan, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur (1994-1996).
Berita Cina
Prof. Hasan Muarif Ambary dkk, dalam buku tersebut mengungkapkan sejumlah sumber berita asing yang menjelaskan tentang Berita Pasucinan di Gresik. Berita pertama ialah berita asal Cina yang dituliskan oleh Chou Ju Hua (abad ke-12-13M) dan Ma Huan (abad ke-15M).
Chou Ju Hua dalam karyanya yang berjudul Chu-fan-chi menuliskan Jawa dengan Shefo. Sementara Gresik ditulis dengan nama Phu Chia Lung yang berlokasi di Laut Selatan.
Berita Cina kedua ditulis oleh Ma Huan yang berjudul Ying Yai-Sheng Lan dari berita tersebut terungkap bahwa Gresik yang dimaksud adalah bukan Gresik yang kita kenal sekarang.
“Tetapi Gresik sebelum Sunan Giri. Kemungkinannya adalah Pasucinan atau Leran yang semula diperkirakan sebagai salah satu pelabuhan Penjalu,” kata Prof. Hasan dalam pendahuluannya.
Ia mengatakan berdasarkan berita Cina yang disebutkan dalam Ying Yai-Sheng Lan Kota Gresik disebut dengan Tse-Tsun. Selain Tse-Tsun kota Gresik juga disebut dengan istilah Ke-r-sih yang artinya tempat yang kotor.
Ma Huan mengaitkan Kota Gresik dengan Kerajaan Majapahit yang berkembang pada abad ke-13/14 M atau abad ke 15 M.
“(Gresik) pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-13—14 M, Gresik digambarkan sebagai salah satu pelabuhan yang cukup penting di pesisir Utara Jawa,” ujar Prof. Hasan.
Ia menambahkan dalam catatan Ma Huan tersebut dijelaskan bahwa saat itu para pedagang China telah singgah dan banyak juga yang menetap di Gresik. Mereka merupakan imigran Cina yang berasal dari daerah Kanton, sebuah kota di Cina bagian Selatan.
Selain para pedagang Cina, pedagang lainnya yang juga menetap di Gresik berasal dari Gujarat, Bengali serta bangsa-bangsa lainnya dari kawasan Asia Barat.
Catatan Portugis
Informasi tentang Bandar Gresik yang kedua ialah catatan para penjelajah Eropa yang berasal dari bangsa Portugis. Mereka adalah Tome Pires dan Jouo de Barros yang masing-masing ditulis pada abad ke-16 M dan 18 M.
Tome Pires pada abad XVI Masehi menyebut penguasa Gresik pada masa itu ialah seorang muslim yang tinggal di atas bukit (Sunan Giri-Giri Kedhaton). Sementara Jouo de Barros pada tahun 1777 M mengungkapkan bahwa Gresik merupakan salah satu kerajaan di kawasan pesisir utara Jawa.
Prof. Hasan dalam kesimpulannya berdasarkan informasi dari sejumlah catatan asing di atas memberikan kesimpulan sendiri tentang Bandar Gresik. Ia menjelaskan tentang periode perkembangan Bandar Gresik sebagai sebuah kota pada pertengahan abad ke XVII Masehi.
Perkembangan kawasan Bandar Gresik mulai menunjukan kemajuannya setelah Sultan Agung menghentikan serbuannya ke kawasan pesisir utara Jawa pada 1625/1626 M.
Pintu Dakwah Islam di Jawa
Bandar Gresik yang selanjutnya berkembang menjadi sebuah kota selain dikenang sebagai kawasan perdagangan juga merupakan pintu masuk dakwah Islam di tanah Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan makam milik Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, Jawa Timur pada tahun 1950-an.
Inkripsi batu nisan pada makam tersebut menjelaskan bahwa makam tersebut telah ada sejak tahun 495 H/ 1101 M. Temuan batu nisan tersebut sekaligus menjadi salah satu bukti tertua Islamisasi di kawasan Asia Tenggara.
Bukti lainnya yang menunjukan jika kawasan Gresik pernah menjadi pintu masuk dakwah Islam ialah makam milik Syaikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.
Dilansir dari Islamtoday (15/1/2020) disebutkan bahwa Sunan Gresik berdasarkan pendapat kebanyakan peneliti merupakan pendakwah paling awal melakukan dakwah Islam secara terkonsep di Jawa.
Sunan Gresik bahkan merupakan sosok da’i penting yang ada pada masa Kerajaan Majapahit. Bandar Gresik pada masanya ialah salah satu daerah kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Keberadaan Sunan Gresik sangat dihormati oleh Raja Majapahit, Brawijaya V. Hal ini terungkap dalam keterangan pada batu nisan miliknya, berikut ini kutipan kalimat yang terdapat di batu nisan milik Sunan Gresik:
“La ilaha illallah, surat Al-Baqarah ayat 255, surat Ali Imran, 185, surat Ar-rahman, 26-27; surat At-Taubah, 21-22, inilah makam almarhum al maghfur, yang mengharap rahmat Allah Yang Maha Luhur, guru kebanggaan para pengeran, tongkat penopang para raja dan menteri, siraman bagi kaum fair dan miskin, syahid yang berbahagia dan lambang cemerlang negara dalam urusan agama; Al Malik Ibrahim yang terkenal dengan nama kakek Bantal, berasal dari Khasan. Semoga Allah melimpahan rahmat dan ridha-Nya dan menempatkannya ke dalam surga. Telah wafat pada hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal 822 H.”
Kawasan Ekonomi
Prof. Hasan menambahkan dari data-data arkeologis di Leran, Gresik menempatkanya sebagai kawasan Islamisasi tertua di pantai utara Jawa. Bukti arkeologis lainnya selain makam juga menunjukan bahwa kawasan tersebut pada masanya merupakan kawasan ekonomi.
Sejumlah barang-barang komoditas perdagangan berhasil ditemukan di sana. Hal ini beradasarkan temuan-temuan fragmen tembikar halus, keramik
“…Pecahan tembikar halus yang diduga berasal dari luar Situs Leran, serta keramik dari Cina abad ke-10 sampai dengan abad ke-19,” ujarnya.
Keramik merupakan benda-benda arkeologis yang paling banyak ditemukan di Gresik. Keramik asal Cina bagian selatan ini berbahan dasar porselin dan batuan.
Keramik porselin umumnya digunakan untuk pembuatan piring, mangkok, cepuk, vas, buli-buli (guci kecil). Keramik berbahan porselin biasanya berukuran kecil hingga sedang, berbeda dengan keramik berbahan batuan yang cenderung besar.
Setelah keramik di Gresik juga ditemukan komoditas dagang asal Cina lainnya yang berupa manik-manik. Sebuah butiran manik-manik berbentuk bulat dan berlubang yang mungkin digunakan untuk kalung.
Bahkan bukti jika kawasan tersebut merupakan sebuah bandar pelabuhan juga ditemukan dengan fragmen kayu. Fragmen tersebut dimungkinkan merupakan bagian dari badan kapal.
Sebenarnya masih ada beberapa barang-barang arkeologis lain yang mendukung Gresik sebagai kota pelabuhan dagang. Sebab di sana ditemukan beberapa barang seperti kaca, uang logam.
Penulis: Kukuh Subekti