Islam telah menyatukan umat Islam Indonesia dan umat Islam Palestina. Para ulama pun hadir menyatukan keduanya.
Ada Kiai Hasyim Asyari dari Indonesia lalu ada Mufti Besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dari Palestina.
Keduanya adalah wujud nyata Indonesia dan Palestina teramat dekat. Syekh Muhammad Amin Al-Husaini lah yang kelak mendesak pimpinan Liga Arab untuk mengakui kedaulatan Indonesia.
Maka adalah suatu hal yang wajar jika umat Islam Indonesia merasa berhutangbudi dan patut berterima kasih atas peran Palestina. Mereka pun menunjukan aksi solidaritas mereka dengan hadirnya Gerakan Penjokong Moeslimin Palestina (GPMP) tahun 1948.
GPMP adalah bukti bahwa negeri ini bukan bermental tempe. Ia tetap menjadi bangsa yang gagah walau situasi perang melawan penjajah Belanda terus dilakukan sepanjang 1945-1949.
Gerakan ini marak terjadi di Indonesia pasca aksi deklarasi berdirinya negara Israel di atas tanah Palestina oleh David Ben Gurion pada 14 Mei 1948.
Deklarasi tersebut menuai kecaman keras dari umat Islam di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Hari yang juga dikenang sebagai hari Nakbay (hari bencana) ini melahirkan gerakan solidaritas umat Islam Indonesia.
Mereka bersimpati atas peristiwa keji Israel mengusir 700ribu lebih umat Islam Palestina dari tanah kelahirannya. Di tengah suasana perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, umat Islam Indonesia tetap memberikan bantuan kepada saudara Muslim Palestina.
Berbagai gerakan amal untuk Palestina di berbagai kota pun muncul seperti Jakarta, Tegal hingga Pontianak.
Surat Kabar Belanda
Aksi galang dana umat Islam ini pun dimuat dalam surat kabar berbahasa Belanda.
Sebuah surat kabar di Batavia, Het Dagblade terbitan Nederlandsche Dagbladpers pada tanggal 16 Agustus 1948, mengungkapkan bahwa umat Islam Pontianak berhasil mengumpulkan dana 6000 gulden.
Kegiatan serupa juga diberitakan oleh koran berbahasa Belanda di Semarang, De Locomotief.
De Locomotief edisi 3 Oktober 1948 mewartakan jika umat Islam di Jakarta telah berhasil mengumpulkan uang donasi hingga 10.000 pound.
Selain surat kabar berbahasa Belanda, aksi solidaritas kaum muslimin Indonesia juga diberitakan oleh Kantor Berita Antara. Antara pada tanggal 2 Juni 1948 memberitakan tentang adanya rapat Gerakan Penolong Muslim Palestina.
Rapat yang bertempat di Gedung Miss Tjitjih, Jakarta tersebut menghasilkan sejumlah keputusan penting.
Keputusan penting yang ditetapkan dalam rapat tersebut salah satunya tentang pengiriman pesan kawat. Panitia mengirimkan surat kawat kepada organisasi kemanusiaan Hilal Ahrar (Kairo) dan Mufti El-Huseini (Mufti Besar Yerusallem).
Antara dalam beritanya seperti yang dimuat dalam buku berjudul, “Kronik Revolusi Indonesia: 1948” menuliskan tentang maksud dari pengiriman pesan kawat tersebut.
Pesan kawat tersebut berisi tentang pernyataan kesanggupan dari golongan-golongan Indonesia, Arab, Pakistan di Indonesia untuk membantu bangsa Arab di Palestina.
Dalam ulasan di buku kronik tersebut disebutkan pula bahwa pertunjukan amal di ‘Alhambra’ tanggal 28 Mei 1945 mendapat hasil bersih 5000 poundsterling. Dan acara serupa akan terus dilanjutkan kembali.
Antara juga mengungkapkan adanya balasan dari Mufti El-Huseini, ia berterima kasih kepada umat Islam Indonesia. Ia juga mendoakan agar acara GPMP bisa berjalan dengan baik dan lancar serta memuaskan.
Mufti El-Huseini pasti memahami bahwa pada saat yang sama umat Islam Indonesia juga sedang dalam kondisi yang sulit. Sejak memproklamirkan diri sebagai negara merdeka, Indonesia terus mati-matian berjuang mempertahankan kemerdekaannya.
Kita tidak mungkin lupa dengan peristiwa Resolusi Jihad Ki Hasyim Asy’ari pada tahun 22 Oktober 1945. Lalu keluarnya Komando Jihad Muhammadiyah atau Amanat Jihad Muhammadiyah pada 28 Mei 1946.
Puncaknya kita juga tidak akan lupa dengan banyaknya upaya pendudukan kembali Belanda di berbagai tempat di Indonesia. Dimana upaya pendudukan dengan dibarengi Agresi Militer Belanda terus terjadi terutama Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi.
Gerakan Solidaritas Pra Kemerdekaan
Umat Islam Indonesia rupanya dalam sejarahnya telah memiliki kepedulian yang teramat dalam terhadap umat Islam Palestina. Hal ini dibuktikan dengan salah satu peran media Islam sejak tahun 1936.
Umat Islam Indonesia sebagaimana yang disiarkan oleh Majalah Berita Nahdlatoel Oelama (BNO) sejak tahun 1936 mulai menyerukan solidaritas bagi Palestina. Seruan ini dipicu oleh syahidnya ulama pejuang Palestina, Syaikh Izuddin Al-Qasam pada tahun 1935.
Selanjutnya BNO juga memuat seruan Qunut Nazillah dari Ki Hasyim Asy’ari. Majalah BNO edisi No. 22, tahun ke-7 (20 Redjeb 1357 H/ 15 September 1938 M) memuat tentang teks qunut Nazillah yang ditujukan untuk umat Islam Palestina.
Seruan qunut Nazillah ini bahkan diserukan kembali ketika Israel dengan kejinya mengusir 700.000 umat Islam Palestina serta mengumumkan pendirian negara Israel. Pembacaan qunut dilakukan setahun berturut-turut sejak Mei 1948.
Selain seruan qunut upaya menggalang dana juga dilakukan di tengah-tengah upaya memperoleh kemerdekaan Indonesia. Hal ini ditandai dengan keputusan resmi dari Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dalam forum sidang pada Oktober tahun 1939.
Penulis: Kukuh Subekti