11 Juni 1860 Residen Belanda di Banjarmasin, Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen mengumumkan pembubaran sepihak Kesultanan Banjar dan seluruh kerajaan di Kalimantan.
ISLAMTODAY ID — Pada masanya Kesultanan Banjar merupakan kesultanan terkuat dan terbesar, untuk itu hanya penguasa Banjar saja yang berhak menyandang gelar sultan. Kerajaan lainnya hanya boleh menyematkan nama Pangeran untuk gelar penguasa.
Raja pertamanya bergelar Sultan Suriansyah. Sebelumnya ia di-Islamkan oleh Khatib Dayan. Ia adalah seorang ulama yang hidup pada masa kerajaan Demak.
Berdasarkan wilayah Kesultanan Banjar jika kita lihat sekarang, wilayahnya meliputi provinsi Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Menurut Sahriansyah dalam bukunya berjudul Sejarah Kesultanan dan Budaya Banjar (2015), membagi wilayah kesultanan atas tiga wilayah. Wilayah tersebut ialah Negara Agung, Mancanegara dan Daerah Pesisir.
Kesultanan Banjar berdiri pada tahun 1526. Lalu pada masa Sultan Muhtasin Billah (1595-1620) Banjar menjadi sebuah kesultanan yang maju, dengan pala sebagai komoditas dagang utamanya.
Ibukota Kesultanan Banjar pada awalnya terletak di Banjarmasin lalu dipindahkan ke Martapura.
Intervensi Belanda
Pada 14 Februari 1606 kapal dagang VOC yang dipimpin oleh Gillis Michieszoon pertama kali singgah di Banjar. Mulanya mereka hanya melakukan urusan dagang. Hubungan ini terus berkembang. Pada tahun 1636, VOC terlibat dalam upaya ekspansi Kesultanan Banjar untuk menguasai Kesultanan Pasir.
Taka da makan siang gratis dalam percaturan politik. Belanda mencoba menancapkan pengaruhnya lebih dalam pada kesultanan Banjar. Intervensi Belanda terhadap Kesultanan Banjar semakin kuat pasca penandatanganan perjanjian di sebuah Loji pada 4 Mei 1826.
Dalam perjanjian yang memuat 28 pasal itu Kesultanan Banjar harus sepakat mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinzaman.
Maka, konsekwensi logis dari perjanjian ini menyebabkan hilangnya kedaulatan kerajaan untuk urusan luar negeri, sedangkan kekuasaan ke dalam dibatasi oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
“Ini sekarang adalah menetapkan pendirian syahbat bersyahbat antara Sri Paduka Sultan Adam yang mempunyai tahta Kerajaan Banjarmasin dengan geburmin Holanda bahwa ditetapkan syahbat bersyahbat dengan berkebaktian atas nama yang berkesempurnaan selama-lamanya maka sekalian orang-orang geburmin dan sekalian hamba rakyat Sri Paduka Sultan yang setia selamanya tolong menolong satu sama lain di dalam segala apa yang kesusahan seperti saudara bersaudara supaya boleh dapat yang akan kebaikan di dalam perantaraan sekalian itu adanya.” (Surat-surat Perjanjian Antara Kesultanan Banjarmasin dengan Pemerintahan -pemerintahan VOC, Bataafse Republik Inggeris dan Hindia-Belanda (1635-1860): 1965)
Isi perjanjian yang memantik kemarahan rakyat Banjar, sebab meliputi aspek penting dan strategis. Beberapa aspek yang dimaksud diantaranya tentang larangan menjalin hubungan dengan pihak lain di luar Belanda.
Tahun 1826, perjanjian ini mengakibatkan kekuasaan Banjar semakin mengecil, karena beberapa wilayah menjadi milik Belanda.
Selain wilayah luas kekuasaan yang semakin menyempit, pergantian penguasa (raja) harus melalui ijin dari Belanda. Hal ini terbukti ketika Belanda pada tahun 1857 lebih memilih melantik Pangeran Tamjidillah daripada Pangeran Hidayatullah. Padahal amanat Sultan Adam yang meninggal pada 1 November 1857, yang harus dilantik adalah Pangeran Hidayatullah.
Perjanjian tersebut memicu kerusakan alam akibat aktifitas tambang Oranje Nassau yang semakin luas. Perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan batubara yang diresmikan oleh Gubernur Jenderal JJ Rochussen pada 28 September 1849.
Perang Banjar
Campur tangan Belanda pada pemerintahan, yang dibarengi maraknya misi zending di wilayah Banjar serta kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang, memicu perlawanan rakyat. Perang Banjar berlangsung cukup lama dimulai sejak tahun 1859 hingga 1905.
Ada dua tokoh penting yang menggelorakan jihad melawan Belanda dalam Perang Banjar, yakni Pangeran Antasari dan Demang Lehman.
Pangeran Antasari adalah keturunan dari Kesultanan Banjar dari Sultan Tahmidillah yang memerintah di Banjar pada periode 1801-1825. Pangeran Antasari memimpin perang gerilya di kawasan Barito, Kapuas dan Katingan.
Kisah heroik Pangeran antasari yang paling fenomenal ialah ketika memimpin perlawanan di Benteng Tongka tahun 1861, Saat itu ia dan pasukan Kesultanan Banjar harus menghadapi 500 orang pasukan Belanda bersenjata lengkap.
Pada pertempuran ini Belanda menerima kekalahan besar. Banyak pasukan Belanda yang tewas dalam pertempuran ini. Tak rela dengan kekalahan, Belanda terus berusaha menggempur pertahanan Pangeran Antasari hingga beberapa pekan.
Pada tahun 1862, Pangeran Antasari wafat akibat penyakit cacar. Sepeninggalnya peperangan dilanjutkan oleh anak dan cucunya.
Selain Pangeran Antasari, Pejuang berikutnya dalam sejarah Perang Banjar ialah Demang Lehman atau Adhipattie Mangko Nagara. Ia merupakan orang kepercayaan Pangeran Antasari.
Demang Lehman terlibat dalam sejumlah pertempuran di perang Banjar. Seperti penyerbuan Benteng Oranye Nassau pada 19 April 1859. Kemunian di Benteng Munggu Thayor, sebuah benteng pertahanan milik rakyat Banjar, pada 28 Desember 1859.
Pada 27 Februari 1862 ia dikabarkan wafat. menyebut ia meninggal akibat hukuman gantung oleh Belanda pada 1864.
Layaknya Perang Aceh, pasca 1905 perlawanan sdilakukan secara bergerilya. Salah satu ulama yang mengobarkan perlawanan terhadap Belanda adalah Guru Sanusi. Ia memimpin perlawanan di Amuntai pada tahun 1914-1918.
Penulis: Kukuh Subekti