ISLAMTODAY ID — Piagam Djakarta diyakini sebagai simbol persatuan dari berbagai elemen bangsa, baik itu Islam maupun non-Islam. Namun di dalamnya ternyata justru terdapat manuver politik Soekarno.
Hal ini terlihat dari komposisi personil panitia kecil yang bernama Tim Sembilan. Sebuah tim yang dibentuk dari beberapa anggota di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) atau Dokuritsu Junbi Cosakai.
Mereka adalah orang-orang pilihan Soekarno yang nantinya berperan dalam perumusan Piagam Djakarta.
Panitia Kecil Dasar Negara
Kesaksian tentang peran Soekarno sebagai pembentuk Tim Sembilan ini juga pernah disampaikan oleh Prof. Abdul Kahar Muzakkir.
Ia dalam pidatonya pada forum Sidang Dewan Konstituante tahun 1957 menjelaskan bahwa pada saat itu Sukarno adalah orang yang mengusulkan perlunya tim kecil untuk segera merumuskan dasar negara.
“Saudara ketua, Badan Penyelidik sesudah mengadakan rapat-rapatnya pada bulan Juni 1945 itu, memang belum begitu bulan pendapatnya tentang dasar negara, terbukti ketika ada kesempatan kebanyakan anggota-anggota Badan Penyelidik berkumpul di Jakarta pada 22 Juni 1945, maka bung Karno mengundang mereka berapat di ruangan Hokokai (Kementerian Keuangan-sekarang). Yang hadir pada rapat itu ada 38 orang anggota banyaknya. Dalam rapat itu bung Karno menanyakan seorang demi seorang tentang haluan kenegaraannya. Pada akhir rapat, Bung Karno mengusulkan dibentuk suatu panitia kecil untuk menyelesaikan soal dasar negara, ialah panitia Sembilan,” kata Prof. Kahar sebagaimana dikutip dari buku Debat Dasar Negara Islam dan Pancasila Konstituante 1957 edisi Tahun 2001.
Andil Soekarno
Ustadz Adian Husaini, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) dalam webinar online pada Selasa (22/6/2021) memaparkan tentang peran Soekarno dalam Piagam Djakarta. Salah satu andil Soekarno ialah dalam menempatkan orang-orang yang masuk sebagai bagian dari Tim Sembilan.
Soekarno dinilai memiliki pertimbangan dan alasan tertentu di balik penentuan nama-nama tokoh yang terlibat di dalamnya.
Keanggotaan tim perumus Piagam Djakarta ini dinilai mampu mewakili berbagai elemen baik itu Islam, Kristen maupun Nasionalis.
Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Haji Agus Salim (Penyadar), Prof. Haji Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), Kiai Haji Abdul Wachid Hasyim (NU), Abikusno Cokrosuyoso Partai Syarikat Islam Indonesia), empat nama dari kaum nasionalis yakni Sukarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo serta Alexander Andries Maramis (Kristen).
Ustadz Adian berpendapat Soekarno termasuk sosok yang jeli dalam memperhatikan dinamika forum sidang BPUPK.
“Ketika melihat aspirasi ideologis di BPUPK itu tajam. Bung Karno kan pidato pada hari keempat, Ki Bagus Hadikusumo sudah pidato (lebih dulu), tegas-tegas tokoh Islam menginginkan Indonesia itu negara yang berdasarkan Islam. Para tokoh Islam kompak di situ, (namun) ada juga arus yang tidak setuju,” kata Ustadz Adian.
Situasi yang penuh dinamika dan perbedaan yang tajam antara wakil Islam dan wakil nasionalis kebangsaan ini membuat Soekarno harus melakukan manuver politik. Salah satunya dengan tidak dimasukannya nama Ki Bagus Hadikusumo sebagai Tim Sembilan untuk mewakili Muhammadiyah.
Perlu diketahui bahwa pada masa itu Ki Bagus adalah tokoh penting di Muhammadiyah. Ia merupakan orang paling penting dan berpengaruh sebab kedudukannya sebagai Ketua PP Muhammadiyah (1942-1953).
Anti Kompromi
Ustadz Adian menduga hal ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Ki Bagus yang sangat teguh dalam memegang prinsip dan syariat Islam.
Hal ini pun terbukti dengan keteguhannya menolak dihapuskannya aspirasi umat Islam, pada detik-detik terakhir menjelang pengesahan dasar negara dan konstitusi pada 18 Agustus 1945.
“Saya menduga Ki Bagus Hadi Kusumo ini orangnya tidak mudah untuk diajak kompromi sebab itu nanti terlihat dalam peristiwa 18 Agustus 1945,” ujar Ustad Adian.
Bahkan Soekarno harus menggunakan jasa bung Hatta untuk melobi Ki Bagus Hadikusumo. Bung Hatta dinilai lebih mampu meluluhkan sosok tokoh umat Islam yang kukuh dalam berpendirian.
“Bung Karno kata Pak Kasman (Singodimejo) yang hadir di situ, Bung Karno tidak ikut dalam lobi-lobi ini. Karena memang Mohammad Hatta ini disamping nasabnya, keluarganya, (dia) itu dekat sekali dengan tokoh-tokoh Islam, beliau meskipun secara politik ideologis masuk golongan kebangsaan tapi sangat dekat (dengan Islam),” jelas Ustadz Adian.
Komposisi Wakil Islam
Komposisi personil dari Tim Sembilan, dari wakil umat Islam yang dipilih oleh Sukarno bukan orang sembarangan. Mulai dari putra Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Haji Hasyim Asy’ari yakni Kiai Haji Abdul Wachid Hasyim.
Kemudian Haji Agus Salim sosok intelektual muslim yang disegani dan dihormati Sukarno. Ia adalah guru dari para tokoh bangsa mulai dari Sukarno, Mohammad Natsir, Buya Hamka, bahkan Mohammad Hatta.
Perwakilan umat Islam berikutnya yang juga dipilih oleh Sukarno ialah Abikusno Cokrosuyoso. Ia merupakan wakil dari Partai Syarikat Islam yang juga masih saudara kandung dari Cokro Aminoto.
Tokoh berikutnya ialah Prof. Abdul Kahar Muzakkir dari elemen Muhammadiyah. Ia merupakan intelektual muslim yang keilmuannya diakui, terlebih ia adalah lulusan dari Universitas Al-Azhar.
Penulis: Kukuh Subekti