ISLAMTODAY ID — Wabah penyakit menular sebelum Covid-19 telah banyak melanda dunia salah satunya pada masa Kesultanan Turki Utsmani. Berbagai ikhtiar melindungi rakyat dari wabah penyakit menular seperti kolera, cacar, demam kuning, dll. pun dilakukan.
Berbagai wabah yang melanda Daullah Turki Utsmani menempatkannya sebagai suatu pemerintahan yang berpengalaman dan ahli dalam hal penanganan wabah penyakit. Sebuah hal yang lumrah jika Barat pun berkiblat pada mereka dalam menanganai dampak wabah.
Nukhet Varlik Pakar Sejarah Turki Utsmani, dari Universitas Carolina Selatan (AS) mengungkapkan pengalaman kesultanan Islam tersebut dalam menghadapi wabah Black Death. Hal ini dijelaskannya dalam bukunya berjudul Plague and Empire in the Early Modern Mediterranean World The Ottoman Experience, 1347–1600.
Ia membaginya dalam tiga periode pandemi Black Death, pertama (1453-1517), kedua 1517-1570, yang ketiga 1570-1600. Menurutnya pandemi memiliki kekuatan penting bagi sejarah kekaisaran Turki Utsmani.
“Sejarawan sosial dan ekonomi Ottoman mengakui pentingnya penyakit epidemi sebagai kekuatan penting dalam sejarah kekaisaran,” ungkap Nukhet.
Pulau Karantina Hingga Variolasi
Daullah Utsmaniyah dalam sejarahnya melakukan berbagai upaya demi menyelamatkan rakyatnya. Menyediakan pulau khusus untuk karantina, mendirikan rumah sakit hingga tindakan variolasi, yakni tahap awal vaksinasi.
Penyediaan pulau khusus untuk lokasi karantina pada abad ke-16. Dilansir dari republika (19/4/2020), Kesultanan Turki Utsmani menetapkan Pulau Chios, Laut Aegea, lepas pantai Yunani.
Pada masanya pulau tersebut digunakan untuk karantina para pedagang, pelancong yang pernah datang ke kawasan yang terjangkit wabah. Karantina dilakukan kurang lebih selama 20 hari.
Pulau berikutnya yang digunakan untuk tempat karantina ialah Pulau Adalar, dekat Istanbul. Pulau ini disediakan khusus untuk karantina para tamu-tamu sultan.
Ogier Ghiselin de Busbecq seorang duta besar Habsburg untuk Turki Utsmani (1554-1562). Ia melakukan karantina di pulau Adalar hingga tiga bulan lamanya.
Pada abad ke-17, Turki Utsmani mulai melakukan pembangunan Kawasan khusus sebagai tempat karantiana, tahaffuzhanes. Awalnya terletak di beberapa tempat seperti Tuzla, Urla (Turki Barat), Istanbul, Edirne dan kawasan pesisir Laut Hitam.
Upaya lainnya ialah dengan melakukan pembangunan sejumlah rumah sakit. Bahkan tata letak rumah sakit sangat diperhatikan, misalnya dibangun di pinggiran kota.
Pola tata letak rumah sakit ini tentu dalam rangka mencegah terjadinya penularan penyakit kepada warga sekitar. Selain itu ada juga pertimbangan lokasi yang memungkinkan percepatan kesembuhan pasien.
Ilmu Kesehatan pada masa Turki Utsmani berkembang pesat, tidak hanya berhasil mendirikan sekolah para calon dokter, Madrasah Kedokteran Suleymaniye. Pada masa tersebut juga diketahui telah ada teknik vaksinasi yang dikenal dengan istilah variolasi.
Variolasi adalah ilmu kedokteran yang dipopulerkan oleh para dokter di Kesultanan Turki Utsmani pada abad ke-18. Salah satunya Dr. Emanuel Timonius dalam artikelnya yang berjudul Historia variolarum quae per instionem excitantur yang mengupas tetang sejarah variolasi.
Vaksinasi Masuk Ke Inggris
Variolasi pada masa itu berkaitan dengan wabah cacar yang melanda wilayah Kesultanan Turki Utsmani. Tulisan Timonius ini menjadi awal mula masuknya ilmu pengetahuan tentang vaksin ke dunia Barat.
Masuknya pengetahuan vaksin ke Barat diawali melalui Inggris ini terjadi pada awal abad 18, tepatnya tahun 1714. Selain Timonius, Giacomo Pilarino pada tahun 1716 juga mengirimkan laporan serupa ke Inggris.
Orang Inggris pertama yang mempraktikkan vaksinasi dengan metode variolasi berasal dari kalangan bangsawan Inggris. Ia adalah Lady Mary Wortley Montague, istri Edward Wortley Montague duta besar di Sublime Porte, Turki Utsmani.
Penyakit cacar yang diderita oleh Lady Mary meninggalkan bekas dikulit yang sulit untuk dihilangkan. Ia yang tidak ingin anaknya yang berumur 5 tahun mengalami hal serupa segera meminta, Charles Maitland, seorang dokter di kedutaan untuk melakukan tindakan variolasi pada tahun 1718.
Tidak hanya putranya, putrinya pada tahun 1721 juga dimintanya untuk disuntik cacar. Bahkan tindakan variolasi dilakukan langsung diterapkan dihadapan tabib istana kerajaan Inggris.
Sejak saat itulah Inggris mulai menggunakan vaksinasi, kerajaan mengijinkan Charles Maitland melakukan uji coba vaksinasi kepada para tahanan Inggris di Newgate. Uji coba vaksinasi dengan teknik variolasi ini mulai dilakukan pada 9 Agustus 1721.
Praktik vaksinasi dengan metode variolasi di Inggris hingga tahun 1729 ini telah menangani 897 pasien. Dari jumlah tersebut 17 orang pasien meninggal. Pada perkembangannya metode ini menyebabkan tingkat kematian 2% hingga 3%.
Kasus kematian ini dipicu oleh penyakit bawaan yang dibawa oleh pasien. Penyakit bawaan tersebut seperti TBC dan sifilis.
Kemajuan dunia Eropa baru dimulai pada abad ke-18 yang ditandai dengan adanya Revolusi Industri Inggris. Metode vaksinasi era Turki Utsmani inilah yang nantinya dikembangkan oleh Edward Jenner, seorang dokter berkebangsaan Inggris.
Berkat memanfaatkan kemajuan ilmu kesehatan Utsmani inilah Edward pun akhirnya dikenal sebagai Bapak Imunologi. Bahkan ia disebut sebagai pelopor imunisasi.
Penulis: Kukuh Subekti