ISLAMTODAY ID — Wabah penyakit dalam sejarah peradaban Islam bukan sesuatu yang baru. Sejak era Daullah Umayyah hingga Daullah Utsmani, umat Islam pernah menghadapi wabah penyakit seperti lepra dan cacar.
Pada masa Daullah Ummayyah, muncul wabah penyakit mematikan kusta atau lepra. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (86-97H/ 705-715M) pun mendirikan baimarastanat atau rumah sakit khusus untuk menyelamatkan penduduk Kota Damaskus tersebut.
“Rumah sakit Islam pertama kali didirikan pada masa kekhalifahan Al-Walid bin Abdul Malik yang memegang jabatan dari tahun 86-97 H (705-715M). Rumah sakit ini khusus untuk penyakit lepra,” ungkap Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Sumbangan Peradaban Islam Pada Dunia.
Prof. Ragib dalam bukunya menambahkan keterangan tentang rumah sakit generasi pertama Islam. Menurutnya rumah sakit dengan model bangunan permanen biasanya berada di pusat kota, sementara rumah sakit non permanen berada di desa-desa, padang pasir dan pegunungan.
“Rumah sakit yang berpidah-pindah dibentuk dengan cara diangkut di atas sejumlah unta yang bisa jadi mencapai empat puluh unta,” tutur Prof. Raghib.
Hal ini terjadi pada masa Sultan Mahmud As-Saljuqi (511-525H/ 1117-1131). Rumah sakit yang bertugas melayani rakyat hingga pelosok daerah ini dilengkapi dengan berbagai peralatan medis, obat-obatan dan sejumlah dokter.
“Mereka mampu mencapai setiap negeri yang berada di bawah kekuasaan Islam,” tegasnya.
Prof. Raghib menjelaskan pula tentang kebiasaan dan aturan istimewa rumah sakit pada masa Islam untuk mencegah penularan penyakit. Para pasien diminta untuk segera mengganti pakaiannya dengan pakaian baru yang diberikan cuma-cuma.
“Hal ini untuk mencegah penularan penyakit melalui pakaian yang dipakainya ketika sakit. Kemudian setiap pasien masuk ke ruang khusus untuk jenis penyakitnya,” ucap Prof. Raghib.
“Ia tidak diperbolehkan masuk ke ruang yang lain untuk mencegah penularan penyakit,” jelasnya.
Ia lebih lanjut menjelaskan jika upaya pencegahan wabah masa Islam ini dinilai sangat maju dibandingkan dengan rumah sakit Eropa yang didirikan berabad-abad setelah Islam. Salah satunya di negara Prancis yang mencampur pasien tanpa melihat jenis penyakitnya.
“Di rumah sakit Prancis, para pasien ditempatkan di satu ruang tanpa memandang jenis penyakit mereka. Bahkan satu ranjang dibuat untuk tiga atau empat pasien, terkadang lima!” ucapnya miris.
Daullah Abbasiyah
Prof. Raghib dalam bukunya juga mengemukakan tentang sosok ilmuwan muslim Ibnu Sina (w. 428H/ 1037). Ia adalah dokter muslim pertama yang menemukan obat untuk mengatasi penyakit menular seperti cacar dan campak.
Ia menambahkan jika kedua penyakit tersebut menular akibat adanya bakteri yang hidup di air dan udara. Sebuah molekul kecil yang tidak bisa dilihat dengan mata biasa, hewan-hewan kecil, parasit tersebut berpotensi menimbulkan suatu penyakit.
“Karena itu, Ibnu Sina adalah orang pertama yang menemukan ilmu tentang parasit dan mempunya kedudukan tinggi dalam dunia kedokteran modern,” jelasnya.
Jauh sebelum itu, sebagai daullah yang amat terkenal dengan tradisi keilmuannya, Ababsiyah juga telah berhasil mengembangkan dunia kesehatan. Terutama di dunia pengobatan, hingga diperlukannya pengambilan sumpah profesi seorang apoteker.
Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) mulai mengatur dan mengawasi praktik jual beli obat, termasuk para penjualnya. Obat tidak lagi diperjual belikan secara bebas, para pembuat obat dan pedagangnya berada dalam pengawasan negara.
“(Khalifah) Al-Ma’mun memerintahkan untuk mengikat atau menguji amanah apoteker,” tuturnya.
Daullah Utsmani
Munculnya wabah penyakit pada masa Islam tidak hanya terjadi pada masa Dinasti Ummayah, wabah penyakit juga muncul pada masa Turki Utsmani. Sama halnya dengan para pendahulunya, generasi Islam era Utsmani juga melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi wabah.
Salah satu wabah penyakit yang muncul di Era Turki Utsmani ialah wabah Black Death pada tahun 1371. Sebuah wabah yang melanda Utsmani selama 15 tahun lamanya.
Menurut Nukhet Varlik penulis buku ‘Plague and Empire in the Early Modern Mediterranean World: The Ottoman Experience, 1347–1600‘ menjelaskan wabah ini membawa dampak keluarnya sejumlah kebijakan kesehatan di Utsmani.
Profesor dari Departemen Sejarah Universitas Rutgers, Newark (AS) menyebut jika wabah Black Death membuat pemerintahan Utsmani mengeluarkan kebijakan khusus seperti membuat makam komunal. Makam khusus bagi mereka yang meninggal akibat wabah.
“Mereka mendirikan kuburan komunal baru di luar tembok kota, mencatat jumlah korban tewas setiap hari, dan menyediakan layanan untuk industri pemakaman,” dilansir dari trtworld (30/3/2020).
Ia menambahkan sejumlah kebijakan negara yang muncul pasca wabah misalnya menjaga kebersihan jalan dari sampah-sampah, lalu melakukan pengaspalan jalan. Kebijakan lainnya ialah menetapkan praktik penyembelihan hewan dilakukan di luar tembok kota untuk mencegah pencemaran udara.
Sementara bagi warga yang dilanda musibah, pemerintah memberikan keringanan pajak. Selain itu melakukan modernisasi di bidang Kesehatan, misalnya tentang adanya vaksin.
Seperti perkembangan vaksin yang terjadi pada tahun 1871, yang muncul pasca wabah cacar. Dengan didirikannya Inspektorat Vaksinasi (Ası Enspektorlugu) di bawah Imperial School of Medicine 1872.
Penulis: Kukuh Subekti