ISLAMTODAY ID—Kesultanan Banten menjadi saksi sejarah bagi perjalanan keulamaan Syekh Yusuf Abu Mahasin Tajul Khalwati Al-Makassary atau Syekh Yusuf Al-Makassari (1627-1699). Ia merupakan mufti di Kesultanan Banten pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683).
Ulama sekaligus pejuang kelahiran Gowa, Makassar ini di sela-sela waktunya sebagai mufti di Banten, masih menyempatkan dirinya untuk berkarya. Ia termasuk ulama Nusantara yang sangat produktif di zamannya.
Meninggal dalam usia 73 tahun di Tanjung Harapan, Afrika Selatan membuatnya cukup banyak meninggalkan karya tulis. Dari beberapa sumber yang berhasil dihimpun, disebutkan jika Syekh Yusuf mewariskan 23 hingga 29 kitab, yang semuanya berbahasa arab.
Kitab Zubdat Al-Asrar dan Sultan Ageng Tirtayasa
Salah satu karyanya yang terkenal ialah Kitab Zubdat Al-Asrar Tahqiq Ba’dh Masyarib Al-Akhyar. Sebuah kitab yang diperuntukkan khusus bagi murid-muridnya yang ingin mendalami dunia tasawuf, yang pada abad ke-17 sangat disenangi oleh kalangan umat Islam.
Ahmad Ginanjar Sya’ban dari Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia) dilaman facebook pribadinya pada (4/8/2021) menjelaskan beberapa hal terkait kitab tersebut. Kitab Zubdat Al-Asrar ini dijelaskan ditulis atas permintaan dari Sultan Banten yang keenam, Sultan Tirtayasa.
“Penulisan karya “Zubdat al-Asrar” ini dilakukan atas prakarsa penguasa Banten pada masa itu, yaitu Sultan Abû al-Fath atau yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa,” ungkap Ahmad Ginanjar.
“(Zubdat al-Asrar) berarti ‘Intisari Segala Rahasia dalam Mengungkap Sebahagian Sumber Minuman Para Terpilih’. Karya tersebut berisi kajian dalam bidang ilmu tasawuf tingkat menengah,” terang Ahmad Ginanjar.
Ahmad Ginanjar mengungkapkan jika hingga ini telah ada empat salinan naskah Zubdat al-Asrâr yang tersimpan di dua lokasi berbeda. Tiga naskah salinan tersimpan di Perpustakaan Nasional, Indonesia sementara satu naskaah lainnya tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Tidak hanya itu keempat naskah tersebut bahkan sudah menjadi bahan ujian disertasi filolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nabilah Lubis pada tahun 1992. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 1996 hasil disertasi tersebut diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Menyingkap Intisari Segala Rahasia karangan Syekh Yusuf Al-Taj Al-Makasari.
Lebih lanjut Ahmad Ginanjar juga mencantumkan bagian muqaddimah dari naskah Zubdat al-Asrar dengan menjelaskan isinya. Berdasarkan kutipan muqaddimah itu dijelaskan tentang sosok si penulis yakni Syekh Yusuf Al-Makassari.
“Wa ba’da. Maka berkatalah seorang hamba yang penuh dosa, seorang fakir yang mengharap ampunan Rabbnya yang Maha Besar, Haji Yusuf al-Taj, yang dijuluki oleh gurunya dengan julukan ‘Abu al-Mahasin’, semoga Allah mengampuninya serta semua dosa-dosanya baik yang tampak atau pun yang tersembunyi. Amin,” ungkap Ahmad Ginanjar.
Pada bagian lain dari muqaddimah menjelaskan tentang pujian yang disematkan kepada Sultan Ageng. Selain itu disematkan juga untaian doa dan harapan agar sultan senantiasa berbahagia dan dilindungi Allah Sbubhanahu Wa T a’ala.
“Berkata penyusun risalah ini, semoga Allah memberinya rezeki kesempurnaan taufiq dan menjadikannya Insya Allah […] telah selesai dari menyusun risalah yang diberkahi ini, sebagai bentuk tabarruk pada perintah Tuan kami, seorang sultan, anak dari sultan, cucu dari sultan, aku maksudkan sosok tersebut adalah paduka raja yang agung, duli sultan yang luhur, seorang pemilik keadilan yang sempurna, hukum yang menyeluruh, cita-cita yang tinggi, penyebar panji Muhammad, tempat bernaung para ulama dan kaum papa, kiblat para fakir dan orang-orang salih, penolong kaum lemah dan yang memerlukan, penghibur orang-orang terasing yang hatinya pecah berkeping, seorang yang berpegang teguh kepada zahir syariat dan juga batin hakikat, yang menempuh jalan para ahli makrifat dan tarekat, yaitu tuan kami Sultan Abû al-Fath, putra Sultan Abu al-Ma’ali, cucu Sultan Abu al-Mafakhir, sang penguasa negeri Banten yang senantiasa dijaga. Semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya, menghiasi kekuasaannya, menjaganya di dunia dan akhirat, memberinya dan kita semua husnul khotimah, dengan berkah Nabi Muhammad, sang gusti seluruh makhluk. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuknya),” tulis Ahmad Ginanjar.
Ahmad Ginanjar lebih lanjut menuturkan tentang keterangan lain yang ada di dalam naskah. Seperti waktu penyelesaian penulisan naskah, yakni pada bulan Syawal tahun 1087 hijriyah atau bertepatan dengan 1667M.
“Selesai pada akhir bulan Syawwal yang diberkahi, pada tahun seribu delapan puluh tujuh Hijriah. Semoga shalawat terbaik dan salam tersempurna senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad, juga keluarga dan sahabat-sahabatnya yang menjadi ahli pemilik keutamaan dan juga ilmu pengetahuan,” imbuhnya.
Bekal Bagi Calon Sufi
Syekh Yusuf adalah seorang ulama tarekat, menurut Nabilah Lubis kitab Zubdat al-Asrar sengaja diperuntukkan kepada para murid syekh Yusuf. Imam Taufiq, IAIN Walisongo Semarang tahun 2008 dalam artikelnya berjudul Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Zubdatul Asrar Aktualisasinya dalam Pendidikan Islam menjelaskan jika kitab karya Syekh Yusuf merupakan kitab bagi para calon sufi.
“Zubdatul Asrar adalah sebuah kitab yang ditulis oleh Syekh Yusuf Al-Makassari sebagai pegangan untuk murid-muridnya yang hendak memulai menempuh jalan tasawuf, yaitu calon sufi yang ingin mencapai makrifat dan mengenal Tuhan,” tulis Taufiq.
Taufiq menjelaskan lebih lanjut bahwa risalah Zubdatul Asrar tidak bisa dilepaskan dari hasil pemikiran Syekh Yusuf Al-Makassari. Seperti diketahui Syekh Yusuf banyak mempelajari ilmu tasawuf dari berbagai tarekat.
Semasa hidupnya Syekh Yusuf gemar mempelajari berbagai ilmu tarekat. Ragam ijazah tarekat ia peroleh mulai dari Syekh Nuruddin ar-Raniri (Qadiriyah), Syekh Ibrahim Al-Kurani (Syatariyah) dan Syekh Muhammad ‘Abd Al-Baqi (Naqsabandiyah), lalu dari Syekh Abu Al-Barakat Ayyub bin Ahmad bin Ayyub Al-Khalwati Al-Quraiyi (Khalwatiyah).
Di Indonesia, khususnya di Sulawesi ia lebih dikenal sebagai penyebar tarekat Khalwatiyah.
Ringkasnya kitab Zubdat al-Asrar menguraikan tentang beberapa hal penting dalam dunia tasawuf. Diantaranya berbicara tentang adab hubungan antara hamba dengan Allah, dzikir, sifat kewalian, dan insan al-kamil.
Taufiq menerangkan menurut Syekh Yusuf ada beberapa tahapan bagi seorang calon sufi untuk bisa mencapai makrifat dan mengenal Tuhan. Pertama seorang hamba harus meyakini bahwa Allah Maha Mengetahui, kedua dzikir sebagai sarana untuk mengingat Allah, ketiga paham akan makna dari dzikir yang dilantunkan.
Selanjutnya seorang calon sufi memiliki sikap berbaik sangka kepada sesama manusia dan Tuhan, selain itu mereka juga harus memiliki akhlak yang mulia.
Khusus akhlak mulia Syekh Yusuf Al-Makassari memberikan tiga kunci utama. Pertama, ishalurrahah memberikan kedamaian dan ketentraman, kedua al-muannasah keakraban dan keintiman dengan siapa saja, ketiga adamul wahsyah yaitu tidak berpaling dari siapapun dan dari apapun/ peka dan peduli terhadap permasalahan sosial.
Jika berhasil menjalani semua tahapan itu dengan baik maka seseorang akan sampai pada satu titik yang bernama insan kamil atau manusia sempurna. Artinya seseorang hamba yang senantiasa selalu mengingat Allah dalam segala urusannya.
“Manusia sempurna itulah yang dipilih Tuhan untuk diberikan-Nya berbagai macam sifat-Nya kepada manusia tersebut, seolah-olah hamba tersebut telah berakhlak dengan akhlakullah, menjadi wakil-Nya, menjadi khalifah-Nya di muka bumi,” ujar Imam.
Penulis: Kukuh Subekti