ISLAMTODAY ID— Hizbullah, laskar milik Masyumi ini memiliki peran besar dalam revolusi kemerdekaan Indonesia. Seperti namanya yang berarti ‘Tentara Allah’, Hizbullah menjadi wadah para santri untuk berjihad menegakan agama dan meraih cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Berdiri 4 Desember 1944, Hizbullah juga menjadi wadah persatuan umat islam dalam revolusi kemerdekaan. Pasalnya, keanggotaan hizbullah juga berasal dari berbagai elemen umat Islam seperti Muhammadiyah, NU dan organisasi Islam lainnya.
Berikut ini adalah strutur organisasi kepengurusan Hizbullah yang diumumkan pada Januari 1945 melalui Surat Kabar Asia Raya edisi Januari 1945 dan Winda Novia dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2018). Struktur Dewan Pengurus Pusat Hizbullah dari Ketua hingga anggotanya ialah: Zainal Arifin (Ketua-NU), Mr. Muh. Roem (Ketua Muda-Jong Islamieten Bond), S. Surowijoyo (Urusan Umum- Jong Islamieten Bond), Soejono Hadisoediro (Anggota Urusan Umum), Anwar Tjokroaminoto (Anggota Urusan Propaganda-Sarekat Islam), KH Imam Zarkasyi (Pesantren), Soenarjo Mangoenpoespito (Anggota Urusan Rencana), Mr. Joesoef Wibisono (Anggota Urusan Rencana- Jong Islamieten Bond), Moh. Djoenaidi (Anggota Urusan Rencana), R.H.O Djoenaidi (Anggota Urusan Keuangan), dan Prawoto Mangkoesasmito (Muhammadiyah).
Sementara di urusan politik ditempati oleh perwakilan dari Muhammadiyah dan NU yakni Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah), K.H. Masyukur (Muhammadiyah) sementara dari kalangan NU ada K.H. Wahid Hasyim, K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
Pusat Pelatihan Hizbullah ini bertempat di Jakarta di bawah pimpinan KH Zainul Arifin Pohan. Pelatihan pertama Hizbullah berlangsung di Cibarusah, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 28 Februari 1945 hingga bulan 31 Mei 1945.
Pelatihan pertama laskar perang Hizbullah di Cibarusah ini diikuti oleh 500 orang santri yang berasal dari berbagai kawasan di Jawa dan Madura. Mereka berasal dari beberapa karisidenan se-Jawa-Madura seperti Jakarta, Banten, Bogor, Priangan, Sukabumi, Pekalongan, Purwokerto, Kedu, Yogyakarta, Pati, Semarang, Surakarta, Surabaya, Madiun, Kediri, Bojonegoro, Malang dan Besuki.
Pada waktu itu setiap karisidenan diizinkan mengirimkan 25 orang santri. Para santri mendapatkan dua materi utama mulai dari pelatihan militer seperti baris berbaris, bongkar pasang senjata, pembuatan senjata peledak hingga motivasi jihad.
Kegiatan motivasi jihad pada malam hari diisi sejumlah ulama seperti K.H. Wahid Hasyim, K.H. Imam Zarkasi, K.H. Mustofa Kamil, K.H. Mawardi, K.H. Mursyid, K.H.Abdul Halim.
Sekembalinya mereka dari pelatihan di Cibarusah Bogor, mereka pun membentuk laskar-laskar Hizbullah di wilayahnya masing-masing. Di Jawa Timur misalnya laskar Hizbullah berkembang di berbagai daerah seperti Surabaya, Jombang, Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik.
Amunisi Perang Kemerdekaan
Keberadaan laskar Hizbullah di berbagai wilayah menjadi amunisi penting rangka perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berbagai pertempuran yang terjadi sejak 1945 hingga 1949 banyak melibatkan para santri yang tergabung dalam Hizbullah.
Aksi heroik Hizbullah yang pertama kali terjadi dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Para santri yang tergabung dalam Hizbullah menyambut t resolusi jihad K.H. Hasyim Asy’ari.
Mereka berbondong-bondong datang dari berbagai cabang Hizbullah, seperti Mojokerto, Malang, Situbondo, Blitar, Bondowoso, Tulungagung dan Pasuruan untuk memenuhi panggilan jihad Sang Kyai.
Kisah keberanian kaum santri berikutnya datang dari kota Medan, Sumatera Utara. Tepat pada 10 Agustus 1946, Hizbullah turut memperkuat Komando Laskar Rakyat Medan Area (KRLRMA).
Selain itu, Di Yogyakarta, Hizbullah menjadi elemen penting dalam pembentukan Askar Perang Sabil yang diinisiasi oleh Muhammadiyah pada 23 Juli 1947. Gerakan ini menjadi ujung tombak perjuangan dalam menghadapi Agresi Militer Belanda di kota pelajar .
Di Jawa Barat, perang melawan Agresi Militer Belanda yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang saat itu menjadi aktivis Masyumi Jawa Barat. Ia mendirikan Tentara Islam Indonesia (TII) pada Februari 1948 sebagai ujung tombak perlawanan.
Hizbullah Terbuang
Peran tentara Hizbullah tidak berhenti sampai di situ, dalam sejarahnya mereka juga terlibat dalam pembentukkan TNI. Hal ini terjadi setelah presiden mengeluarkan Dekrit Presiden No.6 pada 5 Mei 1947.
“Karena situasi dan kondisi, maka dengan ini diintruksikan untuk mempersatukan TRI dan laskar-laskar menjadi TNI yang pelaksanaannya diserahkan kepada sebuah panitia yang diketahui oleh Panglima Tertinggi dengan memasukkan ke dalamnya berbagai badan, baik resmi maupun tidak resmi yang ada sangkut pautnya dengan pembelaan negara.” (Geovani Louisa Gospa Cotera-Perubahan Badan Keamanan Rakyat Menjadi Tentara Nasional Indonesia 1945-1948).
Jumlah tentara Hizbullah pada periode tahun 1945-an menurut Firdaus Syam dalam bukunya berjudul Yusril Ihza Mahendra: Perjalanan Hidup Pemikiran dan Tindakan Politik (2020) menyebutkan jika jumlah tentara Hizbullah pada tahun 1945-an mencapai 50ribu. Bahkan Abikusno Tjokrosuyoso (Wakil Ketua Masyumi ) di Media Al-Jihad edisi 16 Februari 1950 menyebutkan jika jumlah tentara Hizbullah mencapai 2juta orang.
Namun faktanya dari jumlah tersebut tidak semuanya diterima menjadi anggota TNI. Bahkan jumlah tentara Hizbullah makin kecil setelah pemerintah mengeluarkan program Rekonstruki dan Rasionalisasi (RERA) TNI. LAngkah ini tertuang dalam Kepres No.9 tanggal 27 Februari 1948.
Dampak, Hizbullah Divisi Sunan Ampel, Jawa Timur atau Resimen 293 TN dipangkas. Jumlah tentara Hizbullah berkurang seiring dengan berkurangnya jumlah batalyon. dari tiga batalyon yang sebelumnya memiliki kekuatan 3000 personil menjadi 1500 personil.
Kader-kader Hizbullah juga harus juga mengalami penurunan jabatan. Misalnya dialami oleh K.H. Yusuf Hasyim pangkatnya sebagai Letnan Kolonel dilorot menjadi Letnan Satu.
Menyikapi ‘penghinaan ini’ K.H. Yusuf Hasyim memilih mundur dari TNI. Namun ia tetap gigih berjuang mempertahankan kedaulatan Indonesia. Ia merintis berdirinya Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU). Saat meletus pemberontakan PKI tahun 1960-an di Kediri dan Blitar, K.H. Yusuf Hasyim mengangkat senjata bersama para santri dan Banser NU menghadapi para pemberontak.
Begitulah kisah kegigihan para tentara Hizbullah dalam mendedikasikan dirinya untuk bangsa dan negara.
Penulis: Kukuh Subekti