ISLAMTODAY ID—Sultan al-Muzhafar Saifuddin Qutuz pemimpin pasukan kaum muslimin dalam perang Ain Jalut di Palestina. Perang melawan pasukan gabungan Mongol dan Kristen Nestorian tersebut masuk dalam jajaran perang paling menentukan.
Pasukan kaum muslimin berhasil menumbangkan pasukan Mongol yang dikenal sadis dan bengis. Mereka berhasil mematahkan mitos, tentara Mongol pasukan tak terkalahkan.
Sejarawan Indonesia, Alwi Alatas dalam artikelnya berjudul ‘Ramadhan di Ayn Jalut’ Perang Ain Jalut merupakan perang menentukan (decisive battles). Suatu peperangan dianggap penting jika ia bisa menjadi suatu titik balik atau turning point dalam sejarah dan peradaban.
“Perang Ain Jalut sangat menentukan karena ia merupakan perang pertama, di mana pihak Mongol berhasil dikalahkan dan dihentikan laju penaklukkannya, sejak kemunculan Jenghis Khan,” ungkap Alwi dilansir dari Hidayatullah (07/09/2009).
Hancurnya Baghdad
Alwi menjelaskan bagaimana tingkat kekejaman pasukan Mongol dalam melakukan ekspansi kekuasaannya ke negeri-negeri lainnya, termasuk negeri-negeri muslim. Bagi mereka yang berani melawan pasukan Mongol akan dihancurkan secara kejam, korban terbesar dari kekejian tentara Mongol adalah kaum muslimin.
Ia menjelaskan bagaiamana kehancuran pusat peradaban Islam era Dinasti Abbasiyah di Baghdad pada tahun 1548. Hulagu Khan secara keji melakukan pembunuhan terhadap Khalifah Abbasiyah.
“Tidak merasa cukup dengan ini (hancurnya simbol peradaban Islam, Baghdad), Hulagu meneruskan invansinya ke wilayah Suriah. Satu persatu kota yang ada di wilayah ini, seperti Haran, Nisbis dan Edessa, jatuh dan dihancurkan oleh Mongol,” tutur Alwi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Hasanul Rizqa di republika (25/04/2021), ia dalam artikelnya menyebut pasukan Mongol dengan kejam meluluhlantakkan seluruh Kota Baghdad. Banyak bangunan era Abbasiyah seperti perpustakaan, madrasah, masjid, rumah sakit dan rumah penduduk dihancurkan.
Hancurnya Baghdad makin membuat ambisi pasukan Mongol semakin menjadi-jadi, apalahi mereka mendapat dukungan pasukan Kristen Nestorian yang dipimpin oleh Kitbuqa Noyan. Mereka berambisi untuk menaklukkan seluruh wilayah Mediterania Timur hingga Mesir.
Hal ini terbukti dengan dikirimnya utusan khusus ke Mesir setelah sukses menaklukkan Damaskus pada tahun 1259. Pada tahun 1260 Hulagu mengirimkan surat yang berisi ancaman kepada Sultan Muzaffar Saifuddin Qutuz.
“Hulagu mengirimkan utusan kepada Sultan Saifuddin Quthuz di Kairo. Pemimpin Dinasti Mamluk itu diancamnya agar bersedia tunduk pada kekuasaan Mongol,” tutur Rizqa.
Teror Mongol
Teror Mongol terhadap kaum muslimin di Mesir terdapat dalam kutipan surat yang dikirim kepada Sultan Mamluk. Sejarawan David W.TSchanz, dalam artikelnya tahun 2007 yang berjudul ‘History’s Hinge: Ain Jalut’ menyebut bahwa surat dari Hulagu Khan itu tidak ditulis dalam nada diplomatik melainkan berisi ancaman.
Berikut ini kutipan surat yang ditujukan oleh Hulagu Khan kepada Sultan Saifuddin Quthuz:
Dari Raja segala Raja dari Timur dan Barat, Khan Agung. Untuk Qutuz si Mamluk, yang melarikan diri untuk menghindari pedang kita.
Anda harus memikirkan apa yang terjadi pada negara lain…dan tunduk pada kami. Anda telah mendengar bagaimana kami telah menaklukkan kerajaan yang luas dan telah memurnikan bumi dari gangguan yang menodainya. Kami telah menaklukkan wilayah yang luas, membantai semua orang. Anda tidak bisa lepas dari teror tentara kami.
Di mana Anda bisa melarikan diri? Jalan apa yang akan Anda gunakan untuk melarikan diri dari kami? Kuda-kuda kami gesit, anak panah kami tajam, pedang kami seperti halilintar, hati kami sekeras gunung, tentara kami sebanyak pasir. Benteng tidak akan menahan kita, atau senjata menghentikan kita. Doa-doa Anda kepada Tuhan tidak akan berguna bagi kami. Kami tidak tersentuh oleh air mata atau tersentuh oleh ratapan. Hanya mereka yang memohon perlindungan kita yang akan selamat.
Percepatlah balasanmu sebelum api perang menyala…. Lawan dan Anda akan menderita malapetaka yang paling mengerikan. Kami akan menghancurkan masjid-masjid Anda dan mengungkapkan kelemahan Tuhan Anda, dan kemudian kami akan membunuh anak-anak Anda dan orang tua Anda bersama-sama.
Saat ini Anda adalah satu-satunya musuh yang harus kami lawan.
Gerak Cepat Qutuz
David menjelaskan Sultan Qutuz segera mengambil kebijakan untuk menyusun strategi perang melawan pasukan Mongol. Ia sama sekali tidak gentar dengan ancaman yang diberikan oleh Hulagu Khan.
Sejumlah langkah-langkah politik ia lakukan untuk menyiapkan diri menghadapi perang melawan pasukan Mongol. Pertama-tama bermusyawarah dengan para petinggi kerajaan dan ulama untuk mengambil alih pimpinan negara, mengingat sang raja yang masih belum sangat belia dan belum cukup umur.
“Mengamati karakter lemah sultan Nur al-Din ‘Ali yang berusia 15 tahun, Qutuz telah menggulingkannya empat bulan sebelumnya. Dia tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Qutuz memerintahkan pengawalnya untuk mengeksekusi utusan, dan jenderalnya dia perintahkan untuk bersiap mempertahankan kota,” ujar David.
Peperangan kaum muslimin ini berlangsung sukses dengan kerjasama antara pasukan Baybars dan pasukan Mongol di bawah pimpinan Sultan Qutuz. Pasukan kaum muslimin juga diuntungkan dengan tidak berpihaknya para tentara salib setelah berita invansi Polandia sampai ke tangan Paus.
“Paus Alexander IV mengirim kabar ke seluruh dunia Kristen bahwa siapa pun yang bersekutu dengan mereka (Mongol) akan dikucilkan. Ini membuat orang-orang Mongol kehilangan dukungan Kristen,” tutur David.
Berkurangnya pasukan pendukung Mongol dimanfaatkan dengan baik oleh Sultan Qutuz. Ia segera melakukan kerjasama dengan Frank, pemimpin pasukan Salib di Acre, diantaranya meminta izin untuk membeli senjata perang.
David menuturkan bahwa sejak 26 Juli 1260, pasukan tentara Mamluk telah siap untuk berperang. Mereka menghancurkan pasukan Mongol yang tengah berpatroli di dekat Gaza. Peperangan berlanjut hingga tanggal 3 September 1260 atau 25 Ramadhan 658 hijriyah, pasukan Mamluk berhasil memukul mengalahkan pasukan Mongol.
“Qutuz memimpin serangan balasan yang menyapu mundur pasukan Mongol… Dalam beberapa hari Qutuz yang menang kembali ke Damaskus dengan penuh kemenangan, dan Mamluk bergerak untuk membebaskan Aleppo dan kota-kota besar lainnya di Suriah,” ujar David.
David juga menjelaskan mengapa peperangan di Ain Jalut masuk dalam pertempuran paling menentukan dalam sejarah peradaban dunia. Pertempuran tersebut penentu bagi masa depan Islam dan sejarah Barat.
“Eropa akan dikelilingi (Mongol) dari Polandia ke Spanyol. Dalam keadaan seperti itu, apakah Renaisans Eropa akan terjadi? Fondasinya pasti akan jauh lebih lemah. Dunia saat ini mungkin merupakan tempat yang sangat berbeda,” tegas David.
Penulis: Kukuh Subekti