ISLAMTODAY ID—Kehadiran Kitab Al-Manahzir menobatkan Ibnu Al-Haitham sebagai sosok ilmuwan muslim penemu teori optik. Kitab yang di Barat dikenal dengan Book of Optics dan diterbitkan dalam tujuh jilid itu merupakan karyanya yang paling fenomenal.
Bapak Optik Modern itu menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menuliskan maha karyanya di bidang optic, yakni selama sepuluh tahun lamanya sejak 1011 hingga 1021M. Pada tahun 1270 karyanya pun telah diterjemahkan dalam bahasa latin dan pada tahun 1570, karya Ibnu Al-Haitham itu diterbitkan dalam edisi cetak dengan judul judul Opticae Tesaurus Alhazeni.
Ia bahkan menuliskan satu bab khusus untuk membahas tentang berubahnya sinar matahari menjadi energi dan panas dalam kitab Book of Optics, Burning Mirror of Circular Shape. Ia menjelaskan tentang proses perubahan sinar matahari yang terjadi pada saat peristiwa pemantulan cahaya matahari yang terjadi di cermin.
“…kalau cermin diletakkan menghadap matahari, cahaya yang keluar, yang parallel dengan sumbu cermin, akan memantul dari permukaan ke sumbunya,” kata M Atiqul Haque dalam bukunya 100 Pahlawan Muslim Yang Mengubah Dunia.
Teori Optik Ibnu Haitham
Selain berhasil menemukan sebuah teori tentang energai matahari, Ibnu Al-Haitham juga mampu mengoreksi kesalahan yang dilakukan oleh para ilmuwan era Yunani. Ia memberikan kritik terhadap teori optik yang dikembangkan oleh Ptomely dan Euclid, yang menyebutkan bahwa mata mengirim sinar visual ke obyek pandangan.
- Atiqul mengutip penjelasan dari John William Draper dalam History of the Intellectual Development of Europe, yang mengatakan bahwa:
“Dia yang pertama yang memperbaiki kesalahan konsepsi Yunani mengenai ciri-ciri penglihatan. Dia menunjukkan kalau sinar berasal dari obyek eksternal ke mata, dan bukan keluar dari mata”.
Ia menuturkan penjelasan Ibnu Al-Haitham yang menyebutkan relasi antara mata dan cahaya merupakan temuan terbesarnya di bidang optik. Ibnu Al-Haitham secara tegas juga mengatakan bahwa retina merupakan pusat penglihatan.
Kepakarannya dalam dunia optik juga dijelaskan oleh Wahyu Murtiningsih dalam bukunya berjudul Biografi Para Ilmuwan Muslim. Berkat penjelasannya tentang mata membuat karyanya itu menjadi rujukan utama dalam bidang penelitian sains di Barat.
“Sementara itu, analisanya mengenai pengobatan mata dijadikan kajian dasar pengobatan mata dunia modern,” ungkap Wahyu.
Wahyu juga menerangkan tentang keberadaan kitab penting tentang mata yang berjudul Fi al-Manasit atau Kamus Optika. Sebuah kitab pegangan penting bagi para ilmuwan Barat abad pertengahan yang ingin mempelajari tentang mata.
“…seperti yang dilakukan oleh Roger Bacon dan Johan Keppler,” ujar Wahyu.
Ibnu Al-Haitham menjadi rujukan bagi John Keppler dalam menerbitkan bukunya tentang bias sinar yang berjudul Ad Vitellionem Paralipomena pada tahun 1604 di Frankfurt, Jerman.
Kepakarannya di bidang optik membuat para ilmuwan Barat modern mengakui Ibnu Al-Haitham sebagai The Greatest Student Optics of All Times atau Imuwan Terbesar di Bidang Optik Sepanjang Zaman.
Teori Pembiasan Cahaya
Ilmuwan yang lahir di Basrah, Irak tahun 1 Juli 965M dan wafat di Kairo, Mesir tahun 1040 itu tidak hanya mampu menjelaskan tentang teori pemantulan cahaya, namun juga mempelopori eksperimen pembelokan cahaya bagi sains modern. Ibnu Haitham melakukan sejumlah eksperimen pembelokan cahaya melalui benda-benda transparan seperti udara dan air.
Kepeloporan eksperimen Ibnu Al-Haitham dengan menggunakan sepotong benda dan bejana kaca yang berisi air misalnya, baru dilakukan Italia pada tiga abad kemudian. Hal ini menunjukkan bahwa penemuan dan eksperimen Ibnu Al-Haitham menjadi batu loncatan bagi ilmuwan Barat untuk penemuan selanjutnya.
Karya ilmuwan yang bernama lengkap Abu ‘Ali al-Hasan bin al-Haitham itu banyak diterjemahkan dalam bahasa latin dan beberapa bahasa Eropa lainnya. Banyak terjemahan dari artikel singkatnya yang diterbitkan di Jerman oleh E. Weidemaun.
Salah satu temuan Ibnu Haitham menjadi inspirasi bagi Willebrord Snellius dan Descartes dalam membangun teori hukum sinus, hukum pembiasan cahaya. Sebuah teori yang baru dikenal Barat pada tahun 1637 atau enam abad setelah Ibnu Al-Haitham.
Atas berbagai kontribusinya di bidang ilmu optik, PBB memperingati hari khusus untuk mengenang jasanya yakni Tahun Cahaya Internasional. Sebuah peringatan khusus untuk mengenang 1000 tahun karya-karya Ibnu Al-Haitham yang berlangsung pada tahun 2015.
Penulis: Kukuh Subekti