ISLAMTODAY ID—Sultan Mahmud Ghaznawi atau Sultan Mahmud Ghazni bernama lengkap Yamin ad-Dawlah Abdul-Qasim Mahmud bin Sabuktegin, ayahnya merupakan Gubernur Bukhara (Uzbekiztan-sekarang). Sejak berkuasa pada tahun 999 M hingga 1030 M, ia telah melakukan 17 kali penaklukkan ke berbagai wilayah di India.
Sultan Mahmud Ghazni dikenal sebagai sosok pemimpin yang sukses dan cakap dalam menjalankan roda pemerintahan. Dedikasinya yang baik di dunia pemerintahan ini diakui oleh Khalifah Abbasiyah ke-25, Al-Qadirbillah (991-1031M).
“Khalifah Abbasiyah di Baghdad, Al-Qadir Billah mengakui (Sultan) Mahmud sebagai penguasa Ghazna dan Khurasan, dan memberinya julukan ‘Amir Al-Millah’,” ungkap M. Atiqul Haque dalam bukunya 100 Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia.
Penakluk India
Sultan Mahmud Ghazni melakukan sejumlah penaklukkan kepada para penguasa Hindu di India. Proses penaklukkan India bukanlah sesuatu yang mudah, pasukan Sultan Mahmud sering kali dikeroyok oleh pasukan Hindu.
Pada tahun 1008, pasukan Sultan Mahmud berhadapan dengan pasukan Hindu dari berbagai wilayah seperti Anand Pal, Ujjain, Gwalior, Kalanjar, Kanauj, Delhi dan Ajmer.
Atiqul juga mengisahkan tentang peristiwa penaklukan Sultan Mahmud Ghazni di Ghazna. Penaklukan tersebut diikuti dengan dihancurkannya Kuil Somnath yang merupakan pusat keagamaan Hindu pada tahun 421 H/ 1025 M.
Sebelum penghancuran kuil terjadi perdebatan serius antara umat Hindu dan sang Sultan. Bahkan Sang Sultan diiming-imingi dengan imbalan yang besar agar ia tidak menghancurkan berhala yang mereka sembah, namun ditolaknya.
“Saya ingin dikenal dalam sejarah sebagai penghancur berhala dan bukan pedagang berhala,” tulis Atiqul.
Pada tahun 1026, ia dan prajuritnya dengan gagah berani melawan pasukan Hindu di Kathiawar, semenanjung India. Penaklukkan yang jika dilihat dari jumlah pasukan yang tidak sebanding dengan pihak lawan.
“Pasukan kecilnya hanya berjumlah sepersepuluh dari pasukan Hindu berdiri tegak di dataran Kathiawar (Gujarat) siap menghadapi kekuatan raksasa prajurit dari berbagai daerah di India,” kata Atiqul.
Atiqul mengungkapkan bagaimana upaya Sultan Mahmud Ghazni membesarkan hati untuk memotivasi prajuritnya untuk gagah berani melawan prajurit pasukan Hindu. Hingga akhirnya mereka sanggup mengalahkan pasukan Hindu.
“Akhirnya, Sultan Mahmud Ghazni memenangkan perang, sedangkan pasukan Hindu mundur dengan kekalahan dan banyak prajuritnya tewas di medan perang,” ujar M. Atiqul.
Upaya penaklukkan juga diwarnai dengan aksi pengkhianatan penguasa Jats. Hal ini dapat kita lihat dalam pertempuran terakhir Sultan Mahmud Ghazni pada tahun 1027.
“Pada tahun 1027, Sultan melakukan ekspedisi terakhirnya untuk menghukum pemberontak dan penkhianat Jats dengan mengumpulkan armada kecil perahu di Multan dan mengahlahkan mereka dalam peperangan di Sungai Indus,” tutur Atiqul.
Memakmurkan
Sultan Mahmud Ghazni selain sebagai panglima perang yang sukses, ia juga sosok kepala negara dan pemerintahan yang sukses. Setelah banyak melakukan ekspansi ia tidak lupa untuk memberikan kemakmuran kepada semua rakyatnya.
Simbol kemakmuran ini ditandai dengan banyaknya pembangunan ibukota Ghazna. Ghazna berkembang sebagai ibukota yang mengagumkan dan mendapat julukan sebagai ‘Ratu dari Timur’.
Pembangunan Masjid Agung Ghazna juga tak kalah megahnya. Kemegahannya membuat masjid tersebut dikenal sebagai The Heaven of Heaven.
“…dia (juga) menghias ibukotanya dengan museum, perpustakaan, air mancur, masjid, serambi dengan tiang-tiang, waduk, kolam dan lain-lain,” ungkap Atiqul.
Pembangunan lainnya berkaitan dengan saluran irigasi, pembangunan bendungan dan saluran irigasi ini sangat penting bagi kemajuan pertanian di wilayah Kesultanan Ghazna. Pembangunan lainnya yang tidak kalah penting bagi kepentingan ekonomi adalah pembangunan jalur perdagangan yang dijamin dan dilindungi oleh negara.
“Di bawah kekuasaan Mahmud The Great, dan penerusnya, Ghazna menjadi terkenal diantara semua kota kekhalifahan karena kehebatan arsitekturnya,” Cambridge History of India.
Sejumlah ilmuwan besar muslim bahkan tertarik untuk menjelajah ke wilayah Ghazni. Mereka adalah Al-Biruni, Fidousi, Farabi, Bhaque, Utbi dan Ansari.
Penulis: Kukuh Subekti