“Bergerak dan bangkitlah wahai saudaraku para ulama, kuatkan barisanmu, satukan seluruh kekuatanmu, tetaplah tegar dan percayalah bahwa tidak sedikit golongan yang kecil mampu mengalahkan golongan besar hanya karena kehendak Allah, karena Allah selalu bersama orang yang sabar.”
(Kiai Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama)
ISLAMTODAY ID —Situasi Madiun makin mencekam pada bulan Agustus tahun 1948. Rakyat mengalami ketakutan yang luar biasa untuk keluar rumah. Takut jadi sasaran kebengisan laskar-laskar PKI, khususnya dari Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia).
Banyak laskar PKI yang berkeliaran hingga ke pelosok-pelosok desa dengan pakaian serba hitam, selendang warna merah dan membawa senjata tajam, untuk membunuh siapa saja yang mereka temui.
Keganasan laskar-laskar PKI itu makin membuat rakyat ketakutan, keberadaan tentara dan polisi juga tak membuat PKI takut. Mereka justru makin agresif melakukan teror dan penindasan, terutama pada para kiai.
Pembantaian Kiai
Aksi pembantaian kiai semakin menjadi-jadi semenjak Muso mengumumkan Negara Soviet Madiun pada 18 September 1948. Pengumuman tersebut disampaikan langsung oleh Muso lewat Radio Front Nasional.
“Pada tanggal 18 September 1948 Rakyat Daerah Madiun telah memegang kekuasaan negara dalam tangannya sendiri. Dengan begitu rakyat Madiun telah melaksanakan kewajiban Revolusi Nasional ini, bahwa ia seharusnya dipimpin oleh rakyat sensdiri dan bukan oleh kelas lain. …Mereka sewaktu pemerintahan pendudukan Jepang menjadi quisling-quisling budak Jepang, tukang jual Romusa. Sekarang mereka akan menjual Indonesia dan rakyatnya sekali lagi pada imperialis Amerika. Lupakan Soekarno cs bahwa ia telah membantu dan mengesahkan kejahatan Siliwangi dan kaum teroris itu???. Apa maksud Soekarno Cs ex pedagang Romusa telah melepaskan penjahat-penjahat Trotskis Tan Malaka Cs yang telah mencoba merobohkan kepresidenannya. Dalam tiga tahun ini teranglah pula bahwa Soekarno Hatta ex Romusa Verkopers, quisling telah menjalankan politik kapitula si terhadap Belanda…….Bolehkan orang semacam itu bilang bahwa mereka mempunyai hak yang sah untuk memerintah Republik Indonesia Kita???. Bukan Soekarno bukan Hatta yang melawan Belanda, Inggris dan Amerika, tetapi rakyat Indonesia sendiri.”
Banyak kota-kota di sekitar Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota negara telah jatuh ketangan PKI. Jatuhnya kota-kota seperti Madiun, Kudus, Pati, Blora, Purwodadi, Rembang, Cepu hingga Magelang membuat pesantren menjadi lumpuh, para kiai banyak yang dibantai.
Bagi PKI pesantren dan umat Islam adalah saingan mereka dalam melakukan aksi kudeta di Indonesia. Strategi mereka diawali dengan menguasai kota-kota di sekliling ibukota negara, Yogyakarta seperti Pacitan, Trenggalek, Tulungangung, Ngawi, Boyolali, Porwodadi, Bojonegoro hingga Pati, terus melingkar sampai Magelang, Klaten Solo dan Wonogiri.
Keganasan PKI dalam melumpuhkan pesantren tersebut diiringi dengan Pondok Bobrok, Langgar Bubar, Santri Mati!. Yel-yel tersebut bukan hanya isapan jempol belaka, mereka melakukan aksi teror, tangkap, dan bantai.
Salah satu korban kekejaman PKI ialah Kiai Imam Mursyid dari Pondok Pesantren Takeran. Ia menjadi korban penculikan pada Jum’at 17 September 1948. Keganasan PKI terus terjadi hingga 19 September 1948, sebanyak 14 kiai lagi di Pesantren Takeran ditangkap, diikat dan dibantai bersama-sama.
Strategi Menghadapi PKI
Kutipan di atas adalah sambutan dari ulama kharismatik, Rais Akbar Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Hasyim Asy’ari saat Muktamar ke-17 NU di Madiun pada 24 Mei 1947. Saat itu manuver PKI di Indonesia sedang meluas di Pulau Jawa, dengan pusatnya di Madiun.
Dalam rangka menandingi kekuatan PKI di Madiun, para kiai sepakat untuk melakukan agenda besar mereka di Madiun. Hampir semua Pengurus Besar NU baik dari elemen Syuriyah maupun Tanfidziyah hadir dalam Muktamar, hadir pula pimpinan Konsul atau Wilayah dan Cabang dari seluruh Indonesia.
Seruan Kiai Hasyim Asy’ari disambut baik oleh seluruh kiai, mereka mengkondisikan seluruh pesantren dan para santrinya. Para santri dilatih dalam kelaskaran yang dimiliki oleh umat Islam seperti Hizbullah dan Sabilillah.
Kiprah para kiai dalam menyelamatkan kota Madiun itu diulas dalam buku Benturan NU-PKI, 1948-1965 yang diterbitkan oleh PBNU tahun 2013. Dijelaskan bahwa pasca Muktamar Madiun, Kiai Wahab Hasbullah melakukan konsolidasi besar-besaran dengan misi menghadapi dua musuh bangsa Indonesia yakni tentara sekutu dan juga gerakan komunis.
Kegiatan konsolidasi para kiai dan laskar umat Islam itu berlangsung di Ngawi. Kabupaten yang berbatasan langsung dengan Madiun yang menjadi basis massa kekuatan PKI.
KH Yusuf Hasyim memimpin konsolidasi para kiai dan pesantren-pesantren di sekitar Kota Madiun. Pada periode tersebut Madiun menjadi pusat pertarungan kekuatan Islam dan PKI.
Penulis: Kukuh Subekti