ISLAMTODAY ID—Kiai memiliki peran sentral dalam mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia (RI). Fakta sejarah itu disadari oleh kelompok komunis, Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kiprah kegigihan kiai dan santri melawan tentara sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan membuat PKI waspada. Sejak saat itu PKI menganggap kiai dan santri sebagai musuh utama yang harus disingkirkan.
Peristiwa-peristiwa berdarah antara Islam dan PKI menjadi fakta sejarah yang memilukan. Benturan antara keduanya yang paling membekas berpusat di dua kota berbeda, Madiun (1948) dan Jakarta (1965).
PKI secara keji membantai tokoh-tokoh Islam seperti kiai dan santri, hingga menganiaya imam masjid. Peristiwa itu terjadi di tengah-tengah perjuangan mempertahankan kedaulatan RI.
Kiai Korban PKI
Peristiwa pemberontakan Madiun, pemberontakan 30 September adalah dua peristiwa berdarah yang paling memilukan bagi umat Islam, khususnya kalangan pesantren. Pesantren, kiai dan santri adalah sasaran utama gerakan PKI di Indonesia.
Berikut ini empat kiai yang menjadi korban kekejaman PKI. Mereka adalah contoh dari banyaknya korban-korban kebiadaban PKI sejak 1948 sampai 1965 yang dikutip dari Benturan NU-PKI 1948-1965 yang disusun oleh PBNU tahun 2013.
- Kiai Imam Mursyid, Pesantren Takeran, Magetan
Pada tahun 1948, pesantren yang berlokasi di Karisidenan Madiun banyak menjadi korban kekejaman PKI. Salah satunya pondok pesantren Pesantren Sabilil Muttaqin atau lebih familiar Pesantren Takeran.
Pimpinan pesantren Takeran yang terletak di Kabupaten Magetan itu, Kiai Imam Mursyid merupakan korban penculikan dan pembantaian PKI tahun 1948. Bahkan pada peristiwa tersebut sebanyak 14 kiai dari Pesantren Takeran menjadi korban pembantaian PKI.
- Kiai Hamid Dimyathi, Pesantren Tremas, Pacitan
Kiai berikutnya yang turut menjadi korban kekejaman PKI di wilayah Karisidenan Madiun ialah pimpinan Pesantren Tremas, Pacitan, Kiai Hamid Dimyathi. Ia adalah seorang kiai dan aktivis pergerakan dari Pacitan, selain menjadi pengasuh pondok ia juga merupakan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Bagi PKI posisi Pesantren Tremas yang merupakan markas besar laskar Hizbullah di wilayah Pacitan dianggap sangat membahayakan bagi gerakan komunisme di Indonesia. Apalagi Kiai Hamid Dimyathi merupakan Ketua Partai Majelis Syuro MuslimiN Indonesia (Masyumi) Pacitan, partai yang merupakan musuh utama PKI.
Ia bersama kelima belas pengikutnya ditangkap ketika akan melakukan perjalanan ke Yogyakarta melewati Kabupaten Wonogiri. Setelah ditangkap mereka pun dimasukkan ke dalam sumur oleh laskar PKI, Pemuda Sosilais Indonesia (Pesindo).
- Kiai Yunus, Imam Masjid Agung Trenggalek
Aksi nekad PKI masih berlanjut hingga tahun 1949, tepatnya saat Agresi Militer Belanda di Trenggalek 20 Maret 1949. Para laskar PKI memanfaatkan momentum bumi hangus yang digunakan oleh tentara RI.
PKI sengaja memanfaatkan momentum politik bumi hangus untuk membakar dan meledakkan dinamit di Masjid Agung Trenggalek. Ketika peristiwa penghancuran masjid terjadi, pasukan tentara tengah berperang diperbatasan menghalau kedatangan pasukan Belanda.
Kiai Yunus, Imam Besar Masjid Agung Kota Trenggalek yang berusaha mencegah aksi laskar Pesindo, PKI itu pun mengalami luka-luka. Ia diseret dan dianiaya dihalaman masjid pada tengah malam di hadapan para jamaah masjid.
- Kiai Djufri Marzuqi, Pesantren As-Syahidul Kabir Pamekasan
Peristiwa keji yang juga dilakukan oleh PKI ialah penikaman terhadap Kiai Djufri Marzuqi pada 27 Juli 1965. Pendiri Pesantren As-Syahidul Kabir, Sumber Batu, Pamekasan, Madura itu syahid ketika dalam perjalanan untuk mengisi pengajian.
Syahidnya Kiai Djufri Marzuqi pun menjadi isu nasional. Bahkan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) saat itu, Idham Chalid hadir dalam peringatan 40 harian syahidnya Kiai Djufri Marzuqi di Pamekasan.
Penulis: Kukuh Subekti