ISLAMTODAY ID— Ulama dan kaum santri menjadi unsur penting dalam pembentukan TNI. Mereka bahkan dipercaya posisi strategis. Salah satu contohnya adalah Kiai Soleh Iskandar.
Ulama asal Bogor, Jawa Barat ini pernah menduduki posisi penting sebagai Komandan Divisi Siliwangi, Jawa Barat. Tepatnya sebagai Komandan Sektor IV Brigade Divisi Tirtayasa, Divisi Siliwangi dengan pangkat militernya, Mayor.
Kiai Sholeh Iskandar mengawali karir militernya sebagai Komandan Batalyon O/ Hizbullah. Karir militernya berjalan cukup singkat, ia lebih memilih pensiun dini daripada kembali berdakwah.
Keputusan ulama kelahiran kampung Gunung Handeleum, Desa Situ Udik, Kec. Cibungbulang, Kab. Bogor pada tanggal 22 juni 1922 itu didasari oleh telah tercapainya perjuangan pengakuan kedaulatan Indonesia.
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 menjadi titik balik bagi Kiai Sholeh Iskandar. Ia kembali menjalani hari-harinya dengan menjadi ulama, dan berdakwah hingga akhir hayatnya.
Kiai Sholeh Iskandar wafat pada 22 April 1992 atau bertepatan dengan 19 Syawal 1412 H. Saat itu, ia wafat usai mengisi kajian rutin bulanan di Kantor Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP), Jawa Barat.
Riwayat Hidup
Perjalanan hidupnya sebagai seorang ulama sekaligus tentara diawali dengan mengikuti pendidikan pesantren. Ia sama sekali tidak menamatkan pendidikan formalnya di Sekolah Rakyat.
Kiai Sholeh Iskandar menamatkan pendidikannya dari pesantren satu ke pesantren lainnya. Diantaranya Pesantren Cangkudu, Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, di bawah bimbingan K.H Shodiq (1934-1936). Kemudian Pesantren Cantayan, Sukabumi pada tahun 1937-1940.
Dari pesantren milik Haji Sanusi, tokoh pejuang Islam asal Sukabumi inilah semangat jihadnya makin membara. Ia mulai aktif dalam berbagai organisasi pergerakan.
Masa mudanya ia habiskan di organisasi kepanduan Barisan Islam Indonesia (BII). Sebuah organisasi yang bergerak di bawah Al-Ittihadiyatul Islamiyah (Persatuan Umat Islam) yang didirikan pada November 1931.
Ia juga sempat aktif dalam organisasi pemuda yang berhaluan kiri, Gerakan Indonesia (Gerindo). Organisasi kepemudaan yang didirikan oleh mantan anggota Partai Indonesia (Partindo) pada 23 Mei 1937.
Namun demikian keaktifannya dalam organisasi pemuda berhaluan kiri itu tidak membuatnya menjadi aktivis kiri. Ia justru menghabiskan hidupnya untuk berdakwah.
Komandan Hizbullah Bogor Barat
Kiai Sholeh Iskandar mengawali dedikasinya di bidang militer dengan bergabung dalam laskar Hizbullah. Namanya tercatat sebagai seorang komandan laskar Hizbullah Bogor Barat.
Bahkan ketika pemerintah melebur laskar-laskar perjuangan seperti Hizbullah dan Sabilillah, namanya pun resmi sebagai anggota TNI. Bahkan dipercaya menjadi Komandan Sektor IV Brigade Tirtayasa, Divisi Siliwangi dengan pangkat Mayor.
“Mayor di masa itu, pangkat yang cukup tinggi, karena sampai akhir 1950-an Panglima Teritorium (sekarang Panglima Daerah Militer), bahkan Kepala Staf Angkatan Darat, paling tinggi berpangkat Kolonel,” ungkap Lukman Hakiem Pemerhati Sejarah Masyumi dan Tokohnya yang dikutip dari Jejak Islamnet (30/12/2016).
Kiai Sholeh Iskandar adalah pribadi yang bersahaja dan berdedikasi tinggi untuk agama dan umat. Ia tidak tergoda untuk melanjutkan karir militernya dengan memilih resign dari militer usai pengakuan kedaulatan RI pada Desember tahun 1949.
“Jika Sholeh Iskandar melanjutkan karir militernya, bukan mustahil dia bisa meraih pangkat Jenderal dengan tugas kekaryaan yang menjanjikan,” imbuhnya.
Pendapat Lukman cukup beralasan terutama dengan melihat karir dan pangkat mantan staf Kiai Sholeh Iskandar, Letnan Hasan Selamat. Ia pensiun dengan pangkat Mayor Jenderal sempat menjabat sebagai Kasdam VI/ Siliwangi dan Pangdam XIV Hasanudin, Ujungpandang.
“(Kiai) Sholeh Iskandar tidak tergoda kepada kemewahan dunia, yang sangat mungkin dia peroleh jika melanjutkan karir militernya. Dia kembali ke dunia sipil dan melanjutkan pengabdiannya di tengah-tengah masyarakat,” tutur Lukman.
Dedikasinya di dunia militer tidak berakhir meskipun ia tak lagi aktif sebagai prajurit. Ia mendirikan organisasi Persatuan Bekas Anggota Tentara (Perbata) yang anggotanya berasal dari mantan-mantan laskar pejuang kemerdekaan pada tahun 1951.
Kiai Sholeh Iskandar juga aktif dalam sejumlah organisasi khusus mantan pejuang kemerdekaan. Ia menjadi Wakil Ketua Gabungan Organisasi-organisasi Perjuangan, Ketua Umum Persatuan Pejuang Islam Bekas Bersenjata Seluruh Indonesia.
“Turut mendirikan dan terpilih menjadi Ketua II Markas Besar Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI),” jelas Lukman.
Setelah mengundurkan diri dari TNI, ia rupanya masih sangat memperhatikan tingkat kesejahteraan para mantan staf dan para mantan pejuang kemerdekaan. Hal ini dibuktikan dengan cara mendirikan Yayasan Carya Dharma.
Besarnya kiprah dan jasa sosok Kiai Sholeh Iskandar juga pernah diakui oleh Jenderal A.H. Nasution. Ia dalam kesaksiannya menjelaskan bagaimana dedikasi sang kiai dalam melawan para tentara sekutu selama masa perang gerilya.
Kiai Sholeh dinilai sangat berjasa dalam mengamankan wilayah Bogor Barat khususnya di Leuwiliang dan Jasinga. Ia adalah komandan pasukan Hizbullah di sana.
“Kami berkunjung pula ke Resimen Jayarukmantara di Rangkasbitung, kemudian ke front Bogor Barat, di mana Mayor H. Dasuki dari Resimen 2 bertanggungjawab. Daerah ini diperkuat oleh pasukan-pasukan asal Hizbullah, dipimpin oleh Mayor Sholeh Iskandar,” ujar Lukman menguti pernyataan sang jenderal.
Kiprah Non-Militer
Kiprah Kiai Sholeh Iskandar di luar dunia militer juga cukup banyak dan beragam bentuknya. Ia aktif di berbagai bidang baik itu politik, sosial, pendidikan hingga keuangan.
Berbagai jejak dan kiprahnya bisa kita lihat sebagai berikut: Perumahan modern di Pasarean, Pamijahan, Bogor (1950); Yayasan Pendidikan Darul Hijrah (1950); Ketua Umum Pengurus Besar Serikat Tani Islam Indonesia (PB STI) tahun 1952; dirikan perusahaan karoseri pertama di Indonesia (1959); dirikan lembaga Pesantren Darul Fallah, Ciampea, Bogor (1960); dirikan Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor (1961).
Selanjutnya Yayasan Rumah Sakit Islam Bogor (Yarsib) tahun 1982; dirikan pesantren mahasiswa UIKA, Bogor (1987; prakarsai berdirinya Lembaga Pengkajian Obat-obatan dan Kosmetik MUI (LPOM MUI) tahun 1988.
Pada tahun 1988, Kiai Sholeh Iskandar dirikan Pesantren Tarbiyatun Nisaa, di Ranca Bungur, Bogor; Pesantren Darul Muttaqien, Parung, Bogor (1988); Pesantren Tahfidzhul Qur’an Manbaul Furqon di Leuwiliang, Bogor (1988); Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), Amanah Ummah tahun 1992 di Leuwiliang, Bogor.
Atas dedikasinya yang luar biasa, emerintah Indonesia pada tahun 1995 menganugerahinya gelar Bintang Jasa Nararya. Sementara Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2001 mengabadikan namanya sebagai nama salah satu ruas jalan di Bogor Barat.
Penulis: Kukuh Subekti