ISLAMTODAY ID— Manuver PKI pada tahun-tahun 1960-an sungguh sangat meresahkan. Pengaruh PKI berhasil mendominasi jalannya pemerintahan, dan berakibat fatal bagi eksistensi umat Islam.
Kehadiran Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM), organisasi paramiliter Muhammadiyah tak bisa dilepaskan dari manuver PKI tersebut. KOKAM didirikan pada 1 Oktober 1965 dengan ketua pertamanya, Letkol Projokusumo dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ditetapkan sebagai markas besar pertamanya.
Pembentukan Kokam bertepatan dengan kegiatan Kursus Kader Takari yang berlangsung sejak 1 September 1965. Saat itu kursus diikuti oleh 250 kader muda Muhammadiyah Jakarta.
Kursus Kader Takari di UMJ itu pun menjadi cikal bakal berdirinya KOKAM. Sebuah gerakan yang diinisiasi oleh para tokoh Muhammadiyah seperti Letnan Kolonel S. Prodjokusumo, H. Ibrahim Nazar, Noerwidjojo Sardjono, Drs. Lukman Harun, Sutrisno Muhdam, BA, Drs. Haiban, dan Muhammad Suwardi, BA.
Sejumlah tokoh seperti Mulyadi Djojomartono, Jendral Abdul Haris Nasution, Jenderal Polisi Sutjipto Judodiharjo, Mayor Jenderal Soetjipto, SH dan Kolonel Djuhartono bertindak sebagai pemberi materi training.
Berikut ini lima intruksi pertama Komandan KOKAM, Letkol Projokusumo untuk membendung gerakan pemberontakan G30S/PKI:
- Di setiap Cabang Muhammadiyah segera dibentuk KOKAM
- Seluruh pimpinan cabang setiap hari harus memmberikan laporan ke Markas Besar KOKAM di Jl. Limau Kebayoran Baru.
- Angkatan Muda Muhammadiyah disetiap cabang bertanggungjawab atas keselamatan semua keluarga Muhammadiyah di Cabangnya masing-masing
- Seluruh pimpinan Angkatan Muda Muhammadiyah siap dan waspada menghadapi segala yang terjadi guna membela Agama, negara dan bangsa
- Mengadakan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan kekuatan-kekuatan yang anti Gerakan 30 September.
Asal-usul Nama dan Kiprah KOKAM
Sejarawan Muhammadiyah, Muhammad Yuanda Zara dalam KOKAM Dari Pasukan Anti Komunis hingga Penjaga Aset Muhammadiyah menjelaskan penamaan KOKAM tidak bisa dilepaskan dari situasi zaman saat itu.
Yuada menjelaskan bahwa pada era 1960-an banyak sekali berdiri organisasi gerakan-gerakan ‘komando’. Diantaranya komando yang digunakan untuk melawan Malaysia (KOGA-Komando Siaga; KOLAGA-Komando Mandala Siaga; dan KOGAM-Komando Ganyang Malaysia).
Ia juga menguraikan tentang situasi dan kondisi yang terjadi menjelang lahirnya KOKAM, pada awal-awal tahun 1965. Menurutnya situasi menjelang terbentuknya Kokam benar-benar mencekam.
Konflik terbuka antara PKI terhadap organisasi Islam seperti HMI, dan Anshor terjadi. Tidak hanya itu kerusuhan di berbagai daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bali hingga Sulawesi juga makin mengkhawatirkan.
“Terdapat pula beberapa peristiwa yang dinilai melukai umat Islam, khususnya Muhammadiyah, yang dilakukan oleh kaum komunis, termasuk dipenjarakannya Kasman Singodimejo dan Hamka lantaran tuduhan yang dilemparkan PKI,” kata Yuanda Zara dikutip dari gemauhamkaacid (2/10/2020).
“Pemberhentian atau penyetopan gaji pegawai negeri simpatisan Muhammadiyah, dan penyerangan terhadap para anggota PII dan pelecehan terhadap Al-Qur’an di Kanigoro pada Januari 1965,” jelasnya.
KOKAM lantas bergabung dengan Kesatuan Aksi Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September (KAP Gestapu) bersama-sama dengan HMI, PII, NU,dll.
Salah satu aksi heroik mereka ialah pembakaran markas besar PKI di Keramat Raya, Jakarta Pusat pada tanggal 8 Oktober. Aksi pembakaran juga terus berlanjut di sejumlah titik lainnya terutama milik organisasi-organisasi sayap PKI.
“Pembakaran tak berhenti di sana. Berbagai kantor dari organisasi yang berkaitan dengan PKI turut menjadi sasaran, termasuk SOBSI, Lekra, Pemuda Rakyat, CGMI, Universitas Ali Archam dan Universitas Res Publica,” ujar Yuanda.
Yuanda menjelaskan pula hasil konferensi singkat Muhammadiyah pada tanggal 9-11 November 1965. Hasilnya menghapuskan jejak komunisme di Indonesia adalah ibadah wajib bukan sunah.
“Bagi Muhammadiyah, ini bukan hanya ibadah sunnah, melainkan ibadah yang wajib ‘ain. Maka, pengerahan kekuatan untuk menjalankannya adalah jihad,” jelas Yuanda.
Penulis: Kukuh Subekti