ISLAMTODAY ID—Sarekat Islam (SI) selama periode tahun 1915 hingga 1919 memasuki tahap baru, mereka tidak lagi hanya disibukkan dengan persolan ekonomi. SI tercatat mulai aktif merambah sektor lainnya seperti berdakwah.
Dakwah Media
Adhyt menjelaskan lebih lanjut tentang periode dakwah SI. Terutama dengan mengedepankan keberadaan media massa.
Dakwah media massa SI sangat disambut baik oleh umat Islam. Setidaknya ada dua media SI yang berpengaruh saat itu seperti Medan Moeslimin dan Islam Bergerak.
“Muncul dua surat kabar Islam yang begitu berpengaruh bagi kalangan pesantren maupun masyarakat umum seperti Medan Moeslimin dan Islam Bergerak,” tutur Adhytiawan Suharto dalam bukunya Sarekat Islam Surakarta 1912-1913.
Sejumlah pesantren ternama di Jawa menjadi pelanggan setia Medan Moeslimin. Pesantren itu diantaranya Tebuireng (Jombang), Sekarputih (Nganjuk) dan Jamsaren (Solo).
Medan Moeslimin tumbuh menjadi salah satu media SI yang paling menonjol. Selain dikenal di kalangan pesantren, Medan Moeslimin juga banyak memiliki kontributor baik dari kalangan jurnalis senior juga pejabat bahkan Konsulat Jenderal Turki juga turut andil.
“Konsulat Jenderal Turki juga beberapa kali membuat rubrik mengenai umat Islam di Timur Tengah kepada redaktur Medan Moeslimin,” ucap Adhyt.
Media yang terbit pada awal tahun 1915 dan didirikan oleh Haji Hisamzaijne dan Haji Misbach itu dinilai sebagai surat kabar pertama yang mempelopori jurnalisme Islam modern. Medan Moeslimin sangat menonjolkan citra ke-Islamannya.
“Secara umum konten dalam Medan Moeslimin berisi masalah-masalah ibadah dan problematika Islam,” terangnya.
Keberadaan Medan Moeslimin juga mendapatkan support dari kalangan bangsawan di Solo. Sri Susuhunan misalnya menyumbangkan uang senilai 200 gulden, sementara Mangkunegara VII menyumbangkan dana sebesar 150 gulden.
“(Bahkan) mewajibkan para pegawainya untuk berlangganan Medan Moeslimin,” jelas Adhyt.
Medan Moeslimin Koran Dakwah
Keberadaan surat kabar Medan Moeslimin sangat efektif bagi keberlangsungan dakwah SI. SI menjadi organisasi yang sangat responsif dalam merespon berbagai isu-isu keumatan, seperti penistaan agama dan menjawab berbagai problem umat sehari-hari.
Salah satu kasus penistaan agama, penghinaan terhadap Nabi Muhammad yang juga menjadi perhatian Medan Moeslimin terjadi di Magelang. Hal ini terjadi ketika , surat kabar Kristen Mardhi Rahardjo di Magelang pada Januari tahun 1915 memberitakan bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang rasul.
“Menurut mereka Nabi Muhammad bukanlah seorang nabi karena tidak mempunyai mukjizat dan tidak paham baca tulis,” ujar Adhyt.
Adhyt menambahkan kemunculan artikel tersebut dikabarkan telah membuat banyak kaum muslimin di Magelang menjadi murtad. Untuk itu Medan Moeslimin hadir memberikan pencerahan tentang Islam dan hal-hal yang berkaitan dengan kristenisasi.
Artikel yang berkaitan dengan peristiwa itu pun mendapat pandangan kritis dari para pembaca Medan Moeslimin. Para pembaca mengirimkan beragam pertanyaan mulai dari ajaran teologis, perkembangan agama Kristen dan sekolah Kristen di Jawa.
Melalui Medan Moeslimin pula umat Islam menyalurkan kekhawatiran mereka terhadap terjadinya kristenisasi. Mengingat semakin banyaknya sekolah Kristen berdiri di Jawa.
Hal itu dimuat dalam Medan Moeslimin edisi No.9 April 1915. Edisi tersebut memuat keluhan dari seorang dari pengasuh pesantren di Sampang Madura, terhadap masifnya pembangunan sekolah Kristen di Jawa.
“Ia menuliskan sudah banyak umat Islam yang masuk ke sekolah Kristen, karena sangat sedikit sekolah Islam yang resmi berdiri. Akibatnya banyak anak-anak muslim lebih mengenal ajaran agama Kristen disbanding ajaran Islam itu sendiri,” tuturnya.
Bahkan salah satu faktor yang membuat Medan Moeslimin akhirnya bisa menjadi surat kabar yang besar ialah keberhasilan redaktur dalam menjawab semua pertanyaan umat. Terutama tentang agama Islam dan juga konten-konten yang bermuatan motivasi seperti yang dilakukan oleh Haji Hisamzaijne.
“(Ia) dalam tulisannya yang berjudul ‘Agama Apa Bisa Membawa Kemajuan? Menjelaskan bahwa modal kemajuan umat Islam adalah persatuan dan itu sudah diwujudkan dengan berdirinya SI,” ucap Adhyt.
Penistaan Agama
Peristiwa penistaan agama di Surabaya yang dilakukan oleh R. Marthodarsono terhadap Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu momentum penting bagi SI. SI yang saat itu dipimpin oleh Tjokroaminoto segera mengambil sikap dengan mendirikan laskar pembela agama.
“Tjokroaminoto segera mendirikan Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM) sebagai perkumpulan yang akan melawan penghinaan tersebut,” ungkap Adhyt.
Penistaan R. Marthodarsono ini tercatat di surat kabar Djawi Hisworo edisi 11 Januari 1918. Ia menyebut dalam tulisannya bahwa Nabi Muhammad SAW Minum A.V.H, Menghisap Opium atau Makan Djiting.
Keberadaan TNKM segera menyebar di berbagai kota, termasuk Solo. TNKM Solo berdiri pada Februari 1918, setelah musyawarah akbar yang dihadiri oleh 25ribudi peserta di Sriwedari.
Sebanyak 25ribu tamu undangan itu berasal dari berbagai elemen masyarakat di Solo. Mereka berasal dari internal SI dan eksternal SI seperti bangsa Arab, Budi Utomo, Narpowandowo, PGHP.
Adhyt menuturkan tujuan pembentukan TKNM ialah untuk menghhadapi orang-orang yang menghina agama Islam termasuk Nabi Muhammad.
Adhyt menjelaskan kiprah TNKM tidak berumur panjang. Hal ini ditandai dengan adanya banyak kritik untuk TNKM pada tahun 1919, terutama tentang produktivitas TNKM.
Penulis: Kukuh Subekti