ISLAMTODAY ID— Resolusi jihad yang dideklarasikan oleh Kiai Haji (K.H.) Hasyim Asy’ari pada Senin 22 Oktober 1945 bertepatan dengan 15 Dzulqaidah 1364 H menjadi bahan bakar utama dalam jihad mempertahankan kemerdekaan.
Aksi deklarasi ‘Resolusi Jihad’ itu memiliki dampak psikologis yang besar bagi perjungan kemerdekaan Indonesia. Keluarnya resolusi tersebut bahkan menggemparkan bangsa Barat, khususnya Inggris.
Tewasnya Panglima Perang Inggris
Perang sabil yang dikomandoi oleh para kiai se-Jawa dan Madura di Surabaya itu menewaskan Perwira Tinggi Angkatan Perang Sekutu, Brigadir Jenderal (Brigjen) Mallaby pada Rabu, 30 Oktober 1945.
“Suatu prestasi Perang Kemerdekaan yang luar biasa,” kata Prof. Ahmad Mansyur Suryanegara dalam Api Sejarah Jilid Kedua.
“Tentara Sekutu Inggris tidak pernah kehilangan Perwira Tingginya dalam Perang Dunia II, 1939-1945. Mengapa baru sebulan setelah pendaratan 29 September 1945… kehilangan seorang Perwira Tinggi, Brigadir Jenderal Mallaby?,” terangnya.
Prof. Mansyur menambahkan panggilan jihad tersebut segera diikuti dengan pekikan takbir yang diserukan oleh Boeng Tomo melalui radio perjuangan. Para kiai seperti KH Hasyim Asy’ari, Kiai Tunggul Wulung (Yogyakarta), KH. Abbas (Buntet, Cirebon) dan KH Mustafa Kamil (Partai Syarikat Islam-Garut) ikut memimpin pertempuran Surabaya.
“(Mereka) berhasil memobilisasikan potensi ulama dari barisan Sabilillah, bekerja sama dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang baru dibentuk 5 Oktober 1945/ 29 Syawal 1364H,” tutur Prof. Mansyur.
“Dan didukung oleh laskar Hizbullah serta para santri, berhasil mematahkan Perwira Tinggi Tentara Sekutu dan NICA yang berpengalaman memenangkan Perang Dunia II,” jelasnya
Peristiwa yang menewaskan panglima perang sekutu itu membuat pihak sekutu mengirimkan ultimatum kepada para laskar-laskar pejuang. Ultimatum dikirimkan oleh Komandan Tentara Angkatan Darat Sekutu, Mayor Jenderal (Mayjend) R.C. Manserg.
Para pejuang tak gentar mendengarkan ultimatum yang disampaikan langsung oleh Manserg. Mereka tak gentar dengan kehadiran 15.000 pasukan Sekutu yang dilengkapi dengan berbagai persenjataan modern seperti meriam, kapal dan pesawat canggih.
“Di tengah takbir Allahu Akbar, walaupun hanya menggengam Bambu Runcing, para ulama dan santri maju terus pantang mundur. Mati dalam pertempuran melawan penjajah Barat, diyakini sebagai mati yang indah, gugur sebagai syuhada,” ucap Prof. Mansyur.
Akhirnya tepat pada hari Sabtu, 10 November 1945 yang bertepatan dengan 4 Dzulhijjah 1364 H para pejuang berangkat mengikuti perang sabil. Pada hari tersebut dengan semangat berkorban dan keberanian para ulama dan santri, Surabaya pun berubah menjadi lautan api dan darah.
Barisan Kiai Khos
Keluarnya ‘Resolusi Jihad’ rupanya memiliki alur tersendiri. Hal ini seperti dituturkan oleh Zainul Milal Bizawie dalam bukunya Masterpiece Islam Nusantara, Sanad dan Jejaring Ulama-Santri (1830-1945). Deklarasi ‘Resolusi Jihad’ yang disampaikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari adalah hasil ijtihad oleh para kiai yang tergabung dalam Barisan Kiai Khos.
Zainul menambahkan keberadaan ‘Barisan Kiai Khos’ ini memang tidak popular sebab mereka adalah orang-orang di balik layar. Sumber rujukan yang membahas tentang kiprah besar mereka juga terbatas.
“Tidak banyak yang mengetahui keberadaan barisan ini, karena Kiai Wahab sendiri menutupi keberadaan laskar kiai-kiai khos ini, hanya orang-orang tertentu saja yang tahu,” ungkap Zainul.
Salah satu sumber yang dikutip Zainul ialah karya Osman Raliby dalam Dokumenta Historica. Ia menuliskan jika para kiai berperan penting di medan laga pertempuran.
“…para ulama (kyai) dan ahli-ahli sakti senantiasa berada di garis depan dari segala pertempuran-pertempuran kita. Kekuatan batin ahli-ahli sakti itu banyak merintangi kemajuan-kemajuan gerakan musuh,” ujar Zainul.
Keberadaan Barisan Kiai Khos itu muncul pertama kali diungkapkan oleh salah satu mantan santri Kiai Wahab yakni K.H. Saifudin Zuhri. Meskipun ‘rahasia’ keberadaan mereka rupanya diketahui oleh pasukan sekutu.
Sejumlah ulama dan kiai yang menjadi sejumlah tokoh kunci dalam Barisan Kiai Khos. Mulai dari K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Machfudz Siddiq (Jember), K.H. Mahfudz (Salam, Kajen, Pati) dan kiai-kiai lainnya di sejumlah daerah seperti Wonosobo, Banyumas, Magelang.
“Akibat penangkapan ini, Kiai Wahab Hasbullah keliling Jawa selama empat bulan untuk membela para koleganya yang dipenjara,” jelas Zainul.
Zainul menambahkan keterangan tentang markas besar para kiai yang terlibat dalam Pertempuran 10 November itu terletak di Blauran, Gang V atau belakang Bioskop Kranggan, Surabaya. Markas Barisan Kiai Khos yang dipimpin oleh K.H. Thohir Bachri juga ada di Jalan Veteran, Mojokerto.
Sebuah gedung yang juga menjadi markas bagi laskar Hizbullah/ Sabilillah Jawa Timur yang dikomandoi oleh K.H. Bisri Syansuri dan K.H. Wahid Hasyim.
Penulis: Kukuh Subekti