ISLAMTODAY ID—HM Rasyidi menjadi Menteri Agama (Menag) pertama di Indonesia (3 Januari- 2 Oktober 1946). Ia terpilih setelah perjuangan panjang melawan penolakan keberadaan Kementerian Agama (Kemenag) dalam Sidang Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) pada November 1945.
Kemenag resmi dibentuk pemerintah pada tanggal 29 Muharram 1365 Hijriyah atau bertepatan dengan 3 Januari 1946. HM Rasyidi menjadi sosok pertama yang memimpin kementerian ini.
Bahkan riwayat peringatan Hari Amal Bakti Kementerian Agama yang kini diperingati setiap tanggal 3 Januari itu diawali dengan pidato pertama H.M. Rasyidi pada 4 Januari 1946.
Rasyidi adalah tokoh Muhammadiyah. Ia dipilih langsung oleh Presiden Soekarno sebagai menteri agama pertama RI.
Sebagai menteri agama pertama, Rasyidi menata struktur dan wewenang jabatan di Kementerian Agama. Tekad Rasyidi untuk menata Kementerian Agama diabadikan dalam Maklumat Pemerintah No.2 tanggal 24 April 1946.
Maklumat ini berisi pengambilalihan sejumlah wewenang yang semula diatur menggunakan aturan pemerintah kolonial Belanda dan penjajah Jepang.
Pada masa H.M.Rasyidi Kemenag mulai ambil alih sejumlah wewenang seperti: menampung urusan Mahkamah Islam Tinggi yang sebelumnya menjadi wewenang Departemen Kehakiman dan menampung tugas dan hak mengangkat Penghulu Landraat, Penghulu Anggota Pengadilan agama, serta Penghulu Masjid dan para pegawainya yang sebelumnya menjadi wewenang dan hak Presiden dan Bupati.
Maklumat Menteri Agama
Berikut ini adalah kutipan lengkap Maklumat Menag H.M. Rasyidi pada 5 Juni 1946. Maklumat berisi tentang imbauannya kepada seluruh penghulu yang selama ini bertugas mengurus keperluan umat Islam, yang dikutip dari laman resmi kendal.kemenag.go.id:
Assalamualaikum w. w.
Merdeka!
Berhubung dengan berdirinya Kementerian Agama yang meliputi semua Jawatan Agama, Mahkamah Islam Tinggi, Rapat-rapat Agama serta urusan-urusan Kemasjidan, maka bersama ini saya minta sudilah kiranya Tuan-tuan memperhatikan hal-hal sebagai tersebut di bawah ini:
- Jawatan-jawatan tersebut di atas itu dulu termasuk dalam Kementerian lain-lain, sehingga walaupun pekerjaan kesemuanya dalam kalangan Agama, akan tetapi oleh karena dulu lain-lain golongan sudah barang tentu kerja bersama ini belum begitu lancar adanya.
- Pun pada umumnya dalam golongan Kepenghuluan masih terdapat “warisan” Pemerintah Hindia Belanda dulu, sebagai akibat dari politik Belanda.
- Politik Belanda dengan sengaja menjauhkan para Pegawainya dari tiap-tiap pergerakan rakyat, sehingga para Penghulu dan Pegawainya terasing dari pergerakan Islam, pun pula dari para Alim Ulama. Oleh karena para Kepala Jawatan Agama Daerah diambilnya dari Kaum Pergerakan atau dari Alim Ulama yang berpengaruh, sudah barang tentu antara Kepala Jawatan Agama Daerah dan para Penghulu dan Pegawainya masih ada halangan-halangan untuk bekerja bersama-sama. Mulai sekarang hendaknya halangan itu dilenyapkan selekas mungkin, dengan jalan apa pun, terutama dengan jalan mengadakan pertemuan kunjung mengunjungi dan sebagainya sehingga semua Jawatan Agama seluruhnya merupakan badan yang kokoh kuat.
- Pada umumnya, terkecuali beberapa kemasjidan, kemasjidan merupakan badan yang seolah-olah tidak hidup lagi, terpisah hubungannya dengan masyarakat. Tidak saja golongan Kepenghuluan, pun umat Islam pada umumnya hanya mementingkan keakhiratan saja, sehingga umat Islam dalam segala lapangan sangat ketinggalan kesemuanya. Hendaknya zaman sekarang ini, zaman
- kemerdekaan, zaman yang terbaik untuk menghilangkan ketinggalan-ketinggalan itu dengan lambat laun. Pun ajaran Islam, sebagai termaktub dalam al Quran, (artinya) “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi..” dan tersebut dalam hadis Nabi Saw,
- (artinya); “Berbuatlah untuk dunia seolah kamu akan hidup selama-lamanya dan berbuatlah untuk akhirat seolah kamu akan mati besok.”, yang maksudnya Tuan-tuan tentu lebih paham daripada kami, menganjurkan supaya tidak melupakan duniawi.
Dalam hal ini Tuan-tuan Penghulu dapat memberi pimpinan, asal saja tidak melanggar aturan-aturan Negeri. Jika tidak begitu kedudukan para Penghulu tentu akan merosot sehingga telah kejadian di beberapa tempat kekuasaan Penghulu telah hilang sama sekali.
Pada khutbah-khutbah Jumat dapat diisi dengan hal-hal yang aktuail, yang cocok dengan keadaan zaman, sehingga perhatian umat Islam pun pula dapat ditujukan pada kejadian-kejadian masyarakat. Dalam hal ini Tuan-tuan Penghulu dapat bekerja bersama-sama dengan Kepala Jawatan Agama Keresidenan. Dalam masa yang lampau kepenghuluan ialah sumber pengetahuan, dan hendaknya kemasjidan ditujukan ke arah itu atau dengan pendek kata kemasjidan diubah, disempurnakan sehingga merupakan badan yang hidup sesuai dengan keadaan zaman.
Sekian dulu, mudah-mudahan pekerjaan Tuan-tuan yang sesulit ini dapat memberi manfaat pada umat Islam dunia dan akhirat. Amin.
Menteri Agama
H.M. Rasjidi
Intelektualitas H.M Rasyidi
Penunjukkan Presiden Soekarno terhadap H.M. Rasyidi sebagai menteri agama bukan tanpa alasan. Ia sosok cendekiawan muslim yang memiliki latar pendidikan agama Islam yang baik.
Rasyidi mulai mengenyam pendidikannya di sekolah Muhammadiyah, Yogyakarta. Kemudian ia menimba ilmu langsung di bawah bimbingan ulama ternama, Syekh Ahmad Surkati.
Pada tahun 1938, ia tercatat sebagai pelajar Indonesia pertama yang berhasil menyelesaikan pendidikan di bidang filsafat. Berita kelulusannya dari Fakultas Filsafat dan Agama Universitas Kairo, Mesir itu bahkan menjadi berita penting yang dimuat Majalah Pedoman Masyarakat yang terbit di Medan.
Prestasinya itu kembali berulang ketika ia berhasil mempertahankan disertasinya di Universitas Sorbone, Prancis pada tahun 1956. Ia merupakan intelektual muslim pertama Indonesia yang berhasil menyelesaikan studi S2nya di bidang filsafat.
Semasa hidupnya ia banyak menulis buku-buku Islam dan pemikiran seperti Islam Menentang Komunisme; Islam dan Indonesia di Zaman Modern; Islam dan Kebatinan; Islam dan Sosialisme; Agama dan Etik; Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi; Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional.
Beberapa judul buku berikutnya merupakan buku-bukunya yang istimewa. Merupakan mahakaryanya yang menunjukkan betapa ia adalah sosok intelektual muslim yang luar biasa.
Dua buku pertamanya menujukkan bahwa ia sosok intelektual yang hangat. Kehangatan pribadinya ditunjukkan ketika ia tidak sepakat dengan gagasan pemikiran yang ditunjukkan oleh Harun Nasution dan Nurcholish Madjid.
Ia lebih dulu melakukan pendekatan personal kepada kedua tokoh intelektual muslim era 1970-an itu. Bahkan ia rela menunggu hingga dua tahun sebelum akhirnya buku kritiknya kepada Harun Nasution itu diterbitkan.
Pertama, Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Upaya HM Rasyidi mengkritik pemikiran sahabatnya, Harun Nasution.
Meskipun keduanya adalah sahabat karib, HM Rasyidi tak segan-segan memberikan kritik kepada Harun Nasution. Kritik tajam dikeluarkan pasca dijadikannya buku karangan Harun Nasution yang berjudul Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya sebagai buku pegangan di perguruan tinggi Islam di Indonesia.
Tidak cukup mengkritik sang penulis, ia bahkan mengirimkan surat teguran kepada kementerian yang pernah dipimpinnya (Kemenag). Kemenag saat itu dibawah kepemimpinan Mukti Ali, sahabat Harun Nasution semasa studi di McGill University, Kanada tempat HM Rasyidi pernah menjadi dosen tamu.
Kedua, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekulerisme. Sebuah buku yang keluar pada tahun 1972 ketika pemikiran Nurcholish Madjid ramai diperbincangkan.
Perdebatan intelektual antara HM Rasyidi, Harun Nasution dan Nurcholish Madjid tak memutus silaturahmi antara ketiganya. Mereka tetap akrab dan harmonis, terbukti nama dua orang yang dikritik tersebut tetap dilibatkan dalam pembuatan buku 70 Tahun Prof. Dr. H.M. Rasyidi.
Selain aktif menulis buku ia juga sering menuliskan artikel yang berisi pendapatnya terhadap fenomena-fenomena tertentu. Diantaranya Usaha Mengkristiankan Indonesia dan Dunia yang dimuat di Suara Muhammadiyah edisi 1-2 Januari 1968.
Rasyidi adalah figur Menag yang paripurna, seorang hafiz Qur’an dan sosok yang cerdas (kuasai bahasa Arab, Inggris, Perancis dan Belanda). Namanya pun tercatat sebagai pengajar di sejumlah perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri seperti Universitas Islam Indonesia (UII), Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Guru Besar Filsafat Barat di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Dosen Tamu di McGill University, Kanada.
Sebelum berkiprah di pemerintahan ia lebih dulu aktif di beberapa partai Islam seperti Partai Islam Indonesia (PII) dan Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Ia berjasa dalam perjuangan diplomatik Indonesia. Namanya tercatat sebagai diplomat ulung bersama Haji Agus Salim pada tahun 1947.
Penulis: Kukuh Subekti