ISLAMTODAY ID— Islam telah menjadi pondasi awal bersatunya bangsa Indonesia. Fakta peran penting Islam dalam perjalanannya sengaja dikecilkan dan dihilangkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Islam bagi Belanda menjadi entitas kekuatan politik yang paling mengerikan. Mereka berusaha membuat wacana baru dengan berbagai cara untuk meyembunyikan kiprah dan peran besar Islam.
“Sebenarnya ini adalah sebuah wacana yang tidak tumbuh secara alamiah tapi pergulatan panjang pasca (Perang) Diponegoro, Pemerintah kolonial itu masih melihat Islam sebagai kekuatan subversif yang berbahaya maka kemudian dia merumuskan….rasa kebangsaan yang minus Islam,” kata Direktur Pusat Studi Peradaban Islam (PSPI) Solo, Arif Wibowo melalui kanal youtube Laboratorium Dakwah (Labda) Ki Ageng Henis.
Arif menjelaskan salah satu caranya ialah dengan menggelorifikasi kejayaan Nusantara pra Islam. Merumuskan ‘peta sejarah baru’ dengan gambaran sejarah kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.
Upaya pengkerdirlan kontribusi Islam tersebut dapat kita simak dalam buku karya TB Simatupang yang berjudul Iman Kristen dan Pancasila. Buku tersebut seolah mengatakan bahwa Indonesia saat ini adalah hasil ‘buatan’ kolonial Belanda.
“Bahwa andil besar dari terbentuknya nation yang bernama Indonesia saat ini ya pemerintah Belanda, bangsa Kristen,” ujar Arif.
Buku tersebut tidak mengakui bahwa Islam sebagai representasi dari terbentuknya Indonesia. Dengan dalih bahwa kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di Nusantara adalah kerajaan-kerajaan kecil.
TB Simatupang berpendapat bahwa keberadaan kerajaan Islam saat itu tidak mampu merepresentasikan keadaan geografis Indonesia saat ini. Menurutnya yang mampu menjadi representasi Indonesia saat ini adalah Sriwijaya dan Majapahit.
“Yang dalam hal ini kemudian warisan dari Sriwijaya dan Majapahit inilah yang kemudian dirangkai kembali oleh pemerintah kolonialisme Belanda,” jelas Arif.
Perjuangan Tokoh-tokoh Islam
Kekuatan Islam bagi bangsa Indonesia faktanya justru banyak diakui dan dapat kita lihat dari berbagai sikap dan tindakan para tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Baik mereka yang berhaluan nasionalis Islam, nasionalis sekuler hingga sejumlah tokoh kiri.
Fakta Islam sebagai pemersatu suku-suku bangsa di tengah segala perbedaan ini diungkapkan oleh mantan Gubernur Bank Indonesia pertama, Syafruddin Prawiranegara. Mantan Presiden dalam Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) itu mengatakan bahwa Islamlah yang menjadi perekat nasionalisme baru bernama Indonesia.
“Yang menjadi protonasionalisme atau yang menyatukan kenapa kok suku-suku bangsa di Nusantara mau membentuk sebuah nation baru yang bernama Indonesia itu adalah Islam,” tutur Arif.
Syafruddin Prawiranegara menambahkan tanpa kekuatan Islam mustahil suku-suku bangsa besar seperti Sumatera dan Jawa misalnya untuk bersatu. Atau dalam skala kecil bersatunya suku sunda dan jawa yang dalam sejarahnya bermusuhan.
“Tanpa kesamaan agama ini maka orang sunda tidak akan bergabung dengan orang Jawa Timur, karena dalam sejarahnya Pasundan dengan Majapahit itu bermusuhan,” ucap Arif.
Peran penting Islam juga diakui oleh Bung Karno. Ia dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi menyebutkan tiga elemen besar revolusi di Indonesia.
“Kata Bung Karno energi penggerak revolusi Indonesia itu ada tiga marxise, nasionalisme dan Islam,” ungkap Arif.
Arif juga mengungkapkan bagaimana pemikiran para tokoh-tokoh kiri yang juga menjadikan Islam sebagai kekuatan penggeraknya. Seperti yang dilakukan oleh Tan Malaka dan Haji Misbach.
Tan Malaka pernah mengusulkan kepada para anggota kongres internasional komunis di Soviet agar komunis bekerjasama dengan Islam. Namun akhirnya gagasanya itu ditolak oleh kongres.
“(Tan Malaka) Seorang tokoh komunis yang berasal dari Sumatera Barat, ketika Kongres Komunis Internasional di Soviet dia pernah mengusulkan kerjasama antara gerakan komunisme dengan gerakan pan-Islamisme,” ujar Arif.
“Karena keduanya itu sama-sama mengandung perlawanan terhadap kolonialisme, meskipun usulannya akhirnya ditolak,” jelasnya.
Pengaruh Islam terhadap sosok tokoh kiri juga bisa kita lihat pada sosok Haji Misbach. Bagaimana pada awal pergerakannya Islam menjadi spirit perjuangannya dalam menentang kolonialisme Belanda.
“Ketika dia (Haji Misbach)….memilih kepada PKI, dia menyebarkan gagasannya itu tidak memakai nama komunis tetapi tetap memakai kata Islam,” ucap Arif.
“Dua majalah yang diterbitkan oleh haji Misbach adalah Medan Muslimin dan Islam Bergerak, dan uniknya di dalam majalah itu ada desclaimer bahwa di dalam majalah ini terdapat ayat-ayat Qur’an yang mulia sehingga kalau tidak dipakai itu jangan dibuang ke tempat sampah,” paparnya.
Arif juga menambahkan tentang riwayat Islam sebagai pemersatu bangsa Indonesia juga terjadi dalam peristiwa monumental di tahun 1916. Pada saat itu berlangsung Kongres Nasional Sarekat Islam yang diikuti oleh tiga juta orang anggota Sarekat Islam yang berasal dari Aceh hingga Maluku.
Sebuah persatuan yang mustahil di tengah lahirnya banyak organisasi-organisasi pergerakan bersifat kedaerahan dan kelas sosial. Pergerakan SI yang berlandaskan Islam telah menjadi pemersatu mereka untuk bergerak di berbagai pelosok Nusantara.
“Itu menunjukkan bahwa perekat dasar dari bangsa ini adalah Islam. Karena pada tahun itu jauh sebelum kemerdekaan orang sudah memakai kata Islam untuk organisasi di manapun dia berada,” pungkasnya.
Penulis: Kukuh Subekti