ISLAMTODAY ID— Banyak orang mengenal Tjokroaminoto sebagai ketua Sarekat Islam (SI) selain itu Tjokroaminoto juga menjadi inisiator gerakan Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM). Gerakan ini dibentuk pada tahun 1918, sebagai respon atas maraknya penistaan agama yang muncul sejak tahun 1914 sampai tahun 1918.
Dalam gerakan yang dipimpin oleh Tjokroaminoto tersebut turut bergabunglah Sajid Mohammad Saleh Chawasi, Sosrosoedewo, Syeikh Roebaja bin Thalib, Sajid Alwi Bin Zein Aljoefri, Hasan Ali Soerati, Tjoksosantoso, Syeikh Alwin Bin Husein Syihab, Haji Hasan Gipo, Haji Noorhasan, Haji Iskandar Syeikh, Syeikh Oemar Makarim, Syeikh Mohammad Bin Salim Baradja, Syeikh Hosein Bin Mohammad Bin Oesman, Haji Hisamzaijni, Haji Asnawi, Kyai Adnan dan Kyai Mas Mansur.
Rentetan Penistaan Agama
Era kolonial Belanda peristiwa penistaan agama sebenarnya mulai muncul pada 1914 melalui surat kabar Kristen, Mardhi Rahardjo. Mereka menyebut Nabi Muhammad bukanlah seorang nabi.
Dua tahun kemudian tepatnya pada 27 Desember 1916 penistaan agama kembali berulang. Dan dilakukan oleh perempuan Belanda bernama Bertha Walbheem.
Bertha Walbheem mengatakan agama Islam itu busuk dan sumber kebodohan. Melalui surat kabar Modjopait itu ia juga mengatakan bahwa Islam sebagai penyebab terhambatnya kemajuan rakyat Hindia Belanda.
Selain itu di bulan yang sama kasus penistaan agama juga terjadi di Surabaya. Sebuah masjid menjadi sasaran pengrusakan.
Namun penistaan agama ini belum memicu reaksi besar umat Islam. Reaksi besar umat Islam mencapai puncaknya ketika aksi penistaan agama di tahun 1918.
Ketika Djawi Hisworo menerbitkan artikel yang menjelek-jelekan Nabi Muhammad pada 11 Januari 1918. Dalam artikelnya tertulis jika Nabi Muhammad seorang peminum minuman keras, hingga pemakai opium dan candu.
Melihat maraknya penistaan agama Tjokroaminoto menggalang kaum muslimin. Mereka menuntut agar Djawi Hisworo dan pimpinannya Martodharsono meminta maaf kepada kaum muslimin.
Mengingat tekanan yang begitu kuat dari kaum muslimin membuat Djawi Hisworo dan Martodharsono akhirnya meminta maaf. Permintaan maaf itu dimuat dalam artikel berjudul ‘Serangan Haibat’ pada 4 Februari 1918.
Pembentukan TKNM
Tokoh pertama yang merespon artikel tersebut ialah Sekretaris SI Surabaya, Abi Koesno Tjokrosoejoso. Artikelnya yang terbit di Oetoesan Hindia pada 31 Januari 1918 merupakan langkah awal sebelum terbentuknya TKNM.
Upaya Abi Koesno menggalang umat Islam itu akhirnya terwujud pada 7 Februari 1918. Acara yang berlangsung di Gedung Al-Djamiah Al-Khairi’ah Al-Arabiah, Surabaya diikuti oleh 1000 orang peserta.
“Vergadering tersebut dihadiri oleh wakil-wakil perhimpunan Islam, juga hadir kurang lebih 1000 kaum muslimin baik dari kalangan ulama bangsa Arab dan bangsa Jawa,” ungkap Adhytiawan Soeharto dalam bukunya Sarekat Islam Surakarta: 1912-1923.
Vergadering tersebut menghasilkan sejumlah keputusan penting. Pertama mendesak dan mengultimatum Gubernur Jenderal, Sri Susuhunan dan Resident Surakarta untuk bersikap tegas agar kasus penistaan agama tidak terulang.
Kedua vergadering tersebut juga berhasil menyepakati terbentuknya Komite TKNM untuk menjaga kemuliaan Islam. Komite ini diketuai oleh Tjokroaminoto, Sosrosoedewo sebagai sekretaris dan Syekh Roebaja bin Thalib sebagai bendahara.
Kehadiran TKNM di Surabaya, mendapatkan sambutan yang luar biasa di banyak daerah. Bahkan bulan pertama pembentukan TKNM tepatnya pada tanggal 24 Februari 1918, sebanyak 150.000 orang ikut dalam gerakan serempak di 42 titik di Jawa dan Sumatera.
Masifnya pembentukkan TKNM sejak bulan Februari 1918 hingga Maret itu disebutkan dalam telegram mereka kepada Gubernur Jenderal pada 21 Maret 1918.
Penegasan
Vergadering Komite TKNM bulan Februari kemudian ditegaskan kembali pada pertemuan akbar tanggal 8 sampai 9 Mei 1918 di gedung yang sama di Surabaya. Pada kesempatan itu Tjokroaminoto kembali mengingatkan latar belakang pembentukan TKNM.
“Komite TKNM berdiri disebabkan banyaknya suara yang menghina dan membusukkan agama Islam, di mana perbuatan itu dilakukan oleh Kaum Kristen,” ujar Adhyt.
Tjokroaminoto pun mengajukan pertanyaan kepada para peserta tentang kelanjutan TKNM. Saat itu para peserta menyepakati agar TKNM tidak hanya untuk kasus penistaan agama yang dilakukan oleh surat kabar Djawi Hisworo.
Dalam pertemuan tersebut Tjokroaminoto juga meminta pendapat dari peserta vergadering terkait kelanjutan gerakan TKNM. Para peserta sepakat agar tidak hanya menyikapi kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Djawi Hisworo.
Para peserta ingin TKNM dilanjutkan. Hal ini untuk mencegah agar tidak ada lagi kaum Kristen atau kaum abangan yang menghina agama Islam.
Pada 9 Mei 1918 dalam vergadering tersebut Tjokroaminoto memandang perlunya program kerja bagi TKNM. Program tersebut dalam rangka menjaga kemuliaan Islam dan keselamatan kaum muslimin.
“Tjokroaminoto juga menuntut Gubernur Jenderal untuk membuat peraturan untuk kemerdekaan beragama,” tuturnya.
Penulis: Kukuh Subekti