ISLAMTODAY ID— Penentuan lokasi kota dalam Islam diatur dan ditata sedemikian rupa. Sebuah buku klasik berjudul Al-Madinah Al-Islamiyah menjabarkan enam syarat untuk penentuan sebuah lokasi kota Islam.
Peneliti Sultanate Institute, Muhammad Furqon Faiz menjelaskan lebih lanjut tentang enam syarat tersebut yang juga dibahas dalam kitab Suluk Al-Malik fi Tadbir Al-Mamalik karya Ibnu Ar-Rabi (w 272 H).
Pertama, air tawar yang mencukupi
Kebutuhan pasokan air bersih menjadi prioritas utama para penguasa muslim. Contoh kepedulian penguasa muslim terhadap kebutuhan air bersih berlangsung di Kota Bashrah.
Kisah pembangunan kanal air bersih ini terjadi pada masa Abu Musa Al-Asy’ari periode tahun 17 sampai 19 H dan Abdullah bin Amir tahun 25H sampai 36H.
“Untuk menuntaskan persoalan air bersih,beliau memulai proyek penggalian Nahr Al-Ubullah, yang baru selesai pada masa Abdullah bin Amir,” ungkap Furqon Faiz pada 13 November 2021.
Kedua, pasokan bahan makanan.
Penentuan lokasi kota juga mempertimbangkan pasokan makanan yang terjangkau bagi penduduk. Peristiwa ini terjadi pada masa Khalifah Kedua Abbasiyah, Abu Jafar Al-Mansur. Suatu ketika ia dan rombongannya keliling untuk memilih lokasi Kota Baghdad.
“Aku ingin lokasi yang orang-orang merasa nyaman. Mereka cocok dengan lokasi itu dan aku pun sepakat. Aku ingin lokasi yang tidak menyebabkan harga barang menjadi mahal sehingga harus susah payah memperolehnya. Jika aku tinggal di lokasi yang tidak mudah dicapai dari darat maupun laut maka harga barang akan mahal sehingga barang menjadi jarang dan susah diperoleh,” kata Furqon Faiz.
Ketiga, lingkungan dan iklim yang bagus. Keempat, dekat dengan padang penggembalaan dan pasokan kayu bakar.
Kelima, membentengi pemukiman dari musuh dan pengacau, dan membangun tembok keliling untuk melindungi penduduknya.
Sebelum hijrah Nabi Muhammad ke Madinah, setiap permukiman setiap kabilah di Madinah memiliki benteng-benteng kecil. Jumlahnya mencapai 59 buah.
“Penduduknya, Arab dan Yahudi, tinggal dalam kawasan-kawasan pemukiman terpisah-pisah sesuai dengan suku dan kabilahnya masing-masing. Tiap pemukiman terdiri dari komplek hunian, kebun, dan gardu pertahanan yang jumlahnya mencapai 59 buah,” ungkap Furqon Faiz.
Selain memiliki benteng pertahanan sendiri-sendiri mereka juga memiliki pasar, saqifah (aula pertemuan) dan tempat ibadah masing-masing.
Benteng pertahanan buatan yang pertama kali dibuat pada masa Rasulullah ialah parit. Parit yang dibangun pada masa Perang Ahzab tersebut panjangnya mencapai 12.000 hasta dan terletak di bagian utara kota yang lemah.
Sistem pertahanan kota lainnya selain parit juga dilakukan oleh para penguasa Islam. Kota Baghdad misalnya pada tahun 150H selain membangun parit sedalam enam meter, mereka juga membangun tembok-tembok pertahanan yang tebal, dan kokoh.
Keenam faktor agama; dibangunnya beberapa kota yang terkait dengan keberadaan makam tokoh-tokoh agama, seperti Kazhimiyah, Karbala, dan Najaf.
Penulis: Kukuh Subekti